Alhamdulillah,
segala Puja dan Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Ilahi Rabbi, yang mana
berkat Hidayah dan Ma’unahnya, kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu dan rampung.
Yang
kedua.Shalawat serta Salamullah semoga tetap tercurah limpahkan atas junjungan
Nabi besar kita, yakni Nabi Muhammad SAW.Yang mana berkat jerih payah beliau
kita bisa menikmati manisnya ilmu.
Alhmadulillah, Dalam makalah ini, dengan tema "Teori
Evolusionis", kami berusaha untuk sedikit memberikan gambaran akan
pengertian teori evolusionis?, bentuk-bentuk teori evolusionis? dan juga
penjelasan mengenai penemu teori evolusionis. Dan juga semuanya kami bahas
secara tuntas dalam makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak, mungkin seperti
itulah kami menggambarkan makalah kami yang jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, Kami sebagai penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dari siapapun, agar dalam penulisan karya tulis selanjutnya, kami
bisa lebih baik lagi.
Kelompok 10
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
Paradigma yang berkembang mengenai
teori evolusi adalah penyangkalan teori evolusi dan cenderung
mendehumanisasikan manusia melalui sejarahnya. Karena manusia dalam teori
evolusi berasal dari kera. Tidak sedikit kalangan yang mengkritik habis teori
evolusi hanya berupa dongengan belaka. Terutama dari kalangan agamawan yang
menentang habis teori evolusi sebagai teori yang mutad dan menentang kebesaran
Tuhan. Tetapi apakah yang mendasari mereka mengatakan teori evolusi sebagai
sebuah ajaran yang murtad. Apakah tidak ada nilai baik yang dapat diambil inti
dari teori evolusi ini?
Harun Yahya dalam karyanya yang
berjudaul “Menyibak Tabir Evolusi” adalah salah satu tokoh yang menentang
hadirnya teori evolusi. Beliau beranggapan bahwa asal mula manusia bukanlah
berdasarkan serangkaian kejadian yang terjadi secara kebutalan dari satu
spesies, tetapi melainkan melalui Sang Maha Kuasa. Tetapi apakah benar teori
evolusi hanya berupa teori yang menerangkan kejadian awal mula manusia?
Disinilah paradigma yang berkembang
dari teori evolusi mengalami kekeliruan yang mendasar. Teori evolusi bukanlah
suatu teori yang hanya menjabarkan kejadian asal mula manusia, tetapi teori
evolusi lebih dari itu. Teori evolusi merupakan suatu hasil penelitian ilmiah
yang menerangkan keserupaan antara berbagai jenis makhluk hidup yang dahulu dan
masa kini. Dan itu bukanlah merupakan penjabaran mutlak dari mana asal muasal
manusia atau siapakah makhluk hidup yang pertama dimuka bumi ini seperti
anggapan para penentang teori evolusi.
Memang pada awalnya—sewaktu abad 19,
teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin menerangkan perbandingan antara
manusia dan hewan (dalam kasus ini kera). Tetapi andaikan teori evolusi ini
diterima beberapa kalangan yang menentang sebagai sebuah teori yang terbuka,
maka akan tampaklah nilai-nilai baik yang tidak mendehumanisasikan manusia.
Lebih dari itu, teori ini merupakan titik pijak dari berkembangnya pengetahuan
manusia tentang sejarah kehidupan manusia.
Terasa dan memang sangat sulit untuk
menerima akan keterbukaan teori ini sebagai sebuah pengetahuan yang terbuka.
Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan antara ranah agama dan pengetahuan
ilmiah (sains). Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan kedua ranah ini dan
menyetujui bahwa menerima pemisahan agama dan ilmu pengetahuan adalah sebuah
jalan menuju kemaksiatan dan kemurtadaan. Tetapi lebih dari itu, pemisahan ilmu
pengetahuan dan agama merupakan sebuah jalan dari pengagungan yang lebih dari
Sang Kholik.
Mereka yang menyetujui teori evolusi
sebagai sebuah pengetahuan mengemukakan bahwa teori evolusi adalah sebuah
bentuk pengetahuan yang layak untuk disajikan. Hal ini bukanlah tanpa anggapan
yang tidak ilmiah. Sebagai ilmuwan, mereka mengemukakan gagasan yang relevan
dan masuk diakal untuk diberikan pada masyarakat. Sebagai contoh mengapa teori
evolusi merupakan serangkaian seleksi alam dalam keidupan.
Selain dalam bidang ilmiah, teori
evolusi inipun dikembangkan dalam bidang sosial. Karl Marx adalah salah satu
contoh dari pengembang dibidang sosial. Teori evolusi merupakan bentuk dari
sebuah proses yang membebaskan penganiayaan manusia berdasarkan seleksi alam.
Penyimpulan ini dikarenakan banyaknya masyarakat kelas pekerja yang akan tunduk
pada kaum borjuis. Tetapi lagi-lagi dengan melalui sebuah proses yang lama
namun pasti (evolusi), kaum proletar akan mendapatkan hak-hak hidupnya. Oleh
sebab itu dalam pembahasan makalah kami ini akan membahas teori evolusi dalam
bidang ilmu sosial.
Dari mukadimah diatas,
sekiranya terdapat beberapa point yang akan dijadikan perumusan masalah.
Diantaranya:
- Apakah teori evolusi itu ?
- Bagaimanakah macam-macam teori evolusionis?
- Bagaimanakah pandangan tokoh sosial tentang teori evolusionis?
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi
2. Memberikan
pengetahuan baru bagi kami sebagai penulis dan juga teman-teman prodi sejarah
Spencer lahir sebagai anak tunggal seorang guru sekolah di
kota kecil Derbyshire, Midland, Inggris pada 27 April 1820 dan meninggal pada 8
Desember 1903. Dia sebenarnya tidak terlahir tunggal, melainkan sembilan
bersaudara. Cuma saja, dia menjadi satu-satunya anak pasangan William dan
Haerriet Spencer yang bertahan hidup. Karena alasan kesehatan, Spencer
kecil menjalani pendidikan di rumah. Dia tidak belajar seni dan humaniora,
melainkan teknik dan bidang utilitarian (Ritzer dan Goodman, 2007).
Potret keluarga Spencer yang bergelut melawan penyakit menjadi
semacam mozaik dari kehidupan Inggris zaman Victorian abad ke-19. Inggris yang
memasuki Revolusi Industri terperosok ke dalam problem negara industri yang
sangat suram sekaligus mengkhawatirkan. Kala itu, bangunan pabrik biasanya
menyatu dengan kawasan pemukiman. Bangunannya tua dan tidak terawat, ventilasi
minim, kotor, penuh jelaga hitam, sempit, dan sumpek. Selain mengepung kota
dengan asap hitam, limbah pabrik juga menimbulkan pencemaran, sanitasi yang
tidak terawat, jalanan yang buruk, dan tentu saja polusi.
Dalam usia relatif muda, 17 tahun, Spencer muda terjun ke
dunia kerja sebagai insinyur sipil di sebuah perusahaan kereta api London dan
Birmingham. Karirnya terbilang bagus hingga akhirnya dia dipercaya menjadi
wakil kepala bagian mesin di perusahaan tersebut. Selama periode ini Spencer
melanjutkan studi atas biaya sendiri.
Spencer memiliki kemampuan sangat baik dalam mekanika.
Kemampuan itulah yang memengaruhi imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, terutama
tentang biologi, masyarakat, dan ilmu sosial. Pada saat menjadi insinyur inilah
Spencer mulai belajar menulis artikel secara serius. Tulisan pertamanya di
bidang sosial dengan judul On the Proper Sphere of Government pada 1842
dimuat di majalah Non Conformist. Enam tahun kemudian, 1848, tulisan yang
sama dimuat The Economist, majalah ekonomi terkemuka yang berbasis di
London.
Tulisan Spencer mendapat sambutan hangat penggemarnya
sehingga mereka rela membayar lebih dulu tulisan-tulisan Spencer sebelum
tulisan itu diterbitkan. Kondisi inilah yang mendorong Spencer untuk berpikir
alih profesi menjadi penulis ilmu pengetahuan bidang pengetahuan sosial,
khususnya sosiologi. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, saat usianya
menginjak 28 tahun dia pindah menjadi wakil editor majalah The Economist,
berita mingguan yang berbasis di London. Majalah ini merupakan oposisi
pemerintah dan pendukung perdagangan bebas. Melalui majalah ini Spencer banyak
bertemu dengan orang terkenal pada saat itu, seperti Thomas Huxley dan George
Eliot.
Saat usianya memasuki 30 tahun, Spencer telah mampu
menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Social Statics. Tiga tahun
kemudian, pamannya (Thomas Spencer) meninggal dunia dan mewariskan harta cukup
banyak kepada Spencer. Berbekal warisan itulah Spencer berani memutuskan untuk
berhenti bekerja dan mencurahkan seluruh kegiatannya untuk menulis.
Keberhasilan Spencer menulis banyak buku karena selain gemar membaca, Spencer
adalah kolektor yang tekun mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di
manapun di dunia ini, seorang yang rajin mengumpulkan informasi, membuat
sistematika atau klasifikasi data. Spencer memang sejak kecil mempunyai hasrat
dan keinginan yang besar untuk menambah dan mengumpulkan ilmu pengetahuan
sebanyak-banyaknya dan memahami keseluruhannya.
Spencer juga mengembangkan sistem filsafat dengan
aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme Jeremy
Bentham yang memelopori aliran gerakan reformasi. Jeremy Bentham berpendapat
bahwa logika ilmiah harus didasarkan pada pengetahuan yang cukup mengenai
kondisi kehidupan sosial yang aktual. Konsep ini mendahului konsep-konsep
Charles Darwin (Sukanto: 1982: 36).
Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep
Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya
Social Statics yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk
menggambarkan kekuatan fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan
evolusioner. Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan
kependudukan, An Essay on the Principle of Population (1798).
sinya konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi
suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan
karena perubahan yang terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu
menjadi heterogen yang terpadu.
Sembilan tahun kemudian teori evolusioner karya Darwin
terbit. Spencer dan Darwin melihat adanya persamaan antara evolusi organisme
dengan evolusi sosial. Evolusi sosial adalah serangkaian perubahan sosial dalam
masyarakat yang berlangsung dalam waktu lama yang berawal dari kelompok
suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen kemudian secara bertahap
menjadi kelompok suku atau masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi
masyarakat modern yang kompleks (Horton dan Hunt, 1989:208).
2.2.
Spencer Tentang Sosiologi
Bagi Spencer, Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam
bentuk yang paling kompleks. Dia menguraikan materi sosiologi secara rinci dan
sistematis dalam tiga jilid The Prinsiples of Sociology. Menurutnya,
sosiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara
inkorporatif dengan pendekatan makro yang berpusat pada manusia. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala gejala yang muncul dari
perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam Soekanto (1990: 444-447), objek pokok
sosiologi adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri.
Tambahannya antara lain asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan
sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap
kesenian dan keindahan. Dia mengingatkan bahwa sosiologi juga harus menyoroti
hubungan timbal balik antara unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tetap
dan harmonis, serta merupakan suatu integrasi, seperti pengaruh norma-norma tersebut
di atas terhadap kehidupan keluarga serta hubungan antara lembaga politik
dengan lembaga keagamaan. Oleh karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi
adalah psikologi yang dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan
peradaban yang terdapat dalam masyarakat.
Haryanto (tt: 14) menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer
tentang sosiologi mendapat pengaruh biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu
disiplin ilmu sosiologi dan biologi telah menarik perhatian baru terhadap
faktor-faktor biologis di dalam perilaku manusia. Oleh para pendukungnya,
sosiologi didefinisikan sebagai “suatu studi sistematik mengenai dasar-dasar
biologis dari perilaku manusia”. Interaksi biologi dan kebudayaan
mempengaruhi perilaku manusia yang dimulai dengan perkembangan masyarakat
manusia. Banyak ahli masyarakat abad pertengahan menganalogikan manusia dengan
organisme.
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala
yang ada serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial.
Berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan dengan
metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru yaitu pendekatan
empiris dengan data konkret yang memisahkan antara agama dan metafisik dengan
ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh siapa saja dan kapan saja dengan
hasil yang sama. Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang
masyarakat atas dasar data empiris yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan
pemuka agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara
ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya yang
terbit kemudian, yaitu yang berjudul First Prinsciple. Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok,
yaitu fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian
yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui dianggap
merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia, sedang
fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar ilmu
pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer terus berusaha mencari sumber-sumber asli dan
menganalisis perkembangan aneka ragam ide yang tersirat di dalamnya. Dia
memulai dengan tiga garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran
universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat dirusak; 2) Kesinambungan gerak;
dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus. Selain itu, Spencer menyebutkan
adanya empat dalil dari kebenaran universal sebagaimana disebutkan di bawah
ini:
- Kesatuan hukum dan kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia dan abadi.
- Kekuatan ini tidak musnah akan tetapi ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
- Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain .
- Ada sesuatu irama dari gerakan atau gerakan alternatif.
Spencer lebih lanjut mengatakan, evolusi dalam bentuk yang
sederhana hanyalah merupakan suatu gerak yang hilang dan redistribusi dari
keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana dalam bentuk inorganik seperti astronomi
dan geologi, dan dalam kehidupan organik seperti biologi dan psikologi serta
kehidupan superorganik seperti sosiologi. Sedang sistem evolusi umum yang pokok
menurut Spencer (Siahaan, 1986:119-133) meliputi:
- Ketidakstabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin berubah dan membesar serta akan kehilangan homogenitasnya karena kejadian setiap insiden tidak sama besar;
- Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam rasio geometris. Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari suatu keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan seimbang yang berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain;
- Kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi.
- Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Giddings (1890) meringkas ajaran sistem sosial Spencer seperti
di bawah ini (Haryanto, tt).
- Masyarakat adalah organisme atau mereka adalah superorganis yang hidup berpencar-pencar.
- Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial yang lain.
- Keseimbangan antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat dan lingkungan mereka, berjuang satu sama lain demi eksistensi mereka di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
- Di dalam perjuangan ini kemudian timbulah rasa takut di dalam hidup bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati adalah pangkal kontrol terhadap agama.
- Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dari agama menjadi militerisme. Militerisme pada umumnya membentuk sifat dan tingkah laku serta membentuk organisasi sosial dalam peperangan.
- Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil menjadi kelompok sosial yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini memperluas medan integrasi sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa perdamaian antar sesamanya serta rasa kegotongroyongan.
- Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan penuh dengan rasa setia kawan.
- Dalam tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, kekuatannya akan berkurang namun rasa spontanitas serta inisiatif semakin bertambah. Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang anggota masyarakat dapat dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka mengubah hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi sosial yang telah ada. Kesemuanya ini merupakan elemen di mana rasa simpati dan seluruh pengetahuan yang ada di dalam kelompok sosial merupakan kekuatan tersendiri bagi masyarakat primitif.
- Perubahan dari semangat militerisme menjadi semangat industrialisme. Semangat kerja keras tergantung pada luasnya tenaga antara kelompok masyarakat yang ada serta kelompok masyarakat tetangganya, antara ras dalam suatu masyarakat yang ada serta masyarakat yang lain, antara masyarakat pada umumnya serta lingkungan fisis yang ada. Akhirnya semangat kerja keras yang disertai dengan penuh rasa perdamaian tak dapat dicapai sampai keseimbangan bangsa-bangsa serta ras-ras yang ada tercapai lebih dahulu.
Di dalam masyarakat, seperti pada kelompok masyarakat lain
tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah kompleksitas segenap proses evolusi
tergantung pada nilai proses integrasi. Semakin lambat nilai integrasinya,
semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi itu.
Soekanto (1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai
serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan
sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah
serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul
sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini tidak harus sejalan dengan
rentetan peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Soekanto (1990:345-347), teori tentang evolusi dapat
dikategorikan dalam tiga kategori.
- Unilinear theories of evolution. Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi sempurna (industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah August Comte dan Herbert Spencer. Variasi teori ini adalah Cyclical theories yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran yang pada tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang. Pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Menurut Sorokin, masyarakat berkembang melalui tahap kepercayaan, tahap kedua dasarnya adalah indera manusia, dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
- Universal theory of evolution. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap perkembangan tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya yaitu antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan sifat maupun susunannya dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen.
- Multilined theories of evolution. Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian kekeluargaan dalam masyarakat.
Sementara itu, perspektif evolusioner adalah sudut pandang
teoretis paling awal dalam sosiologi. Hal tersebut berdasarkan pada karya
August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya menaruh
perhatian pada perkembangan masyarakat secara evolusioner dari keseluruhan atau
kesatuan yang utuh. Horton dan Hunt (1989:16-17) menjelaskan, perspektif
evolusioner adalah perspektif yang aktif, sekali pun bukan merupakan perspektif
utama dalam sosiologi.
Dalam bukunya, Positive Philosophy (1851-1854), Comte
menulis tentang tiga tingkatan yang pasti dilalui pemikiran manusia yaitu:
teologis, metafisik (atau filosofis), dan akhirnya positif (atau ilmiah). Comte
berpendapat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan yang dominan terhadap pribadi.
Sebaliknya, Spencer berpendapat bahwa pribadi mempunyai
kedudukan dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi
merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis pada
tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk
memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan. Oleh karena itu,
banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait ketertarikannya
pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat modern, Spencer
menilai masyarakat bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian
menjadikan Spencer sering disebut sebagai seorang teoretis organik karena
usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi pada ilmu biologi ke institusi
sosial.
Lebih jauh Spencer mengungkapkan bahwa perubahan alamiah
dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat. Kumpulan pribadi dalam
masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang
pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi. Bagi
Spencer, masyarakat merupakan material yang tunduk pada hukum universal
evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang
mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat, terutama dalam
organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia dan bentuknya
sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan
oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).
Diakui atau tidak, Spencer terpikat Darwinisme sosial
populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species
(1859), sembilan tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi
universalnya. Spencer memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan
yang harus dilalui semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana
ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.
Horton dan Hunt (1989:59-61) menilai adanya suatu optimisme di masyarakat.
Kemajuan masyarakat yang terus meningkat pesat pasti akan mengakhiri
kesengsaraan dan meningkatkan kebahagiaan manusia.
Menurut Haryanto (tt:25), semua teori evolusioner menilai
bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui semua masyarakat.
Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen) yang sering digambarkan
dalam arti diferensiasi struktural, perubahan dalam arti dari yang paling
sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks. Masyarakat sederhana tidak
terpadu yang tidak pasti (indefinite, incoherent homogenity), memiliki
karakteristik, tidak ada pembagian tugas atau peran yang rinci dan lebih banyak
bersifat informal. Sedang masyarakat yang lebih kompleks (definite, coherent
heterogenity) memiliki karakteristik terspesialisasi dan formal.
Evolusi terjadi pada tingkat organis dan pada tingkat
anorganis. Pada tingkat organis, perubahan terjadi dari sel homogen sederhana
menuju organisme terpadu yang lebih tinggi dan kompleks. Evolusi anorganis
prosesnya adalah proses yang bermula dari bulatan gas yang tidak menentu, tidak
terpadu dan homogen, kemudian menggumpal menjadi bintang, planet, matahari,
bulan yang berbeda yang kemudian diintegrasikan menjadi satu keseluruhan dalam
gerakan yang mengikuti hukum-hukum tertentu. Selain evolusi organis dan
anorganis, ada evolusi yang disebut evolusi superorganis. Evolusi superorganis
ini hanya terjadi pada masyarakat. Evolusi superorganis di kemudian hari lebih
dikenal sebagai evolusi sosial dan evolusi produksi yang sekarang kita kenal
sebagai evolusi kebudayaan.
Seperti halnya sel pada organisme yang mempunyai cara dan
sifat masing-masing, Spencer menilai watak dan sifat manusia itulah yang
membawa perbaikan bagi masyarakat. Watak yang baik mudah menjadi teladan
mengalami kemajuan karena rintangan yang muncul dapat terkikis dengan
sendirinya pada saat terjadi proses menyelaraskan diri dengan masyarakat dan
kemajuan. Hal ini juga berarti perjuangan hidup (struggle for life)
dapat diatasi sehingga terbentuk masyarakat terbaik. Perjuangan hidup dan survival
of the fittest adalah suatu wujud tenaga evolusi dalam masyarakat. Hal ini
membuat manusia dalam masyarakatnya selaras dengan kehidupan politik, industri,
dan sebagainya di sekitarnya. Di sini Spencer melihat kehidupan dalam
masyarakat selalu mendorong anggotanya bersikap menyesuaikan diri dengan panggilan
hidup yang lebih maju.
Peraturan negara harus menjaga agar supaya rakyat dan
masyarakat dapat hidup merdeka dan memperjuangkan hidupnya. Spencer tidak
setuju dengan peraturan yang melindungi pihak yang lemah, yang tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap kemajuan masyarakat. Spencer berpendapat bahwa pihak
yang lemah hendaknya binasa saja atau harus berusaha belajar keterampilan dan
keuletan sehingga nantinya yang akan tinggal hanya mereka yang terkuat (the
fittest).
Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah
(enerjik) yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang
orang yang malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang berhasil
dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi oleh
kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran
ujian hidup, termasuk kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi) dengan
lingkungan fisik dan sosial yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Spencer berpendapat, suatu organisme akan bertambah sempurna
apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antara bagian-bagiannya.
Hal ini berarti ada organisme yang mempunyai fungsi yang lebih matang di antara
bagian-bagian lain dari organisme sehingga dapat berintegrasi dengan lebih sempurna.
Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya.
Dengan demikian organisme mempunyai kriteria yang dapat diterapkan pada setiap
masyarakat yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan
perkembangan sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan
integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen
ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
Dalam bukunya Principles of Sociology, Spencer
berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah terjadi diferensiasi
dengan mantap, akan ada stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang
damai. Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap
manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam masyarakat
sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan kemajuan.
Pusat perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang
dipandang sebagai suatu tenaga yang menggerakkan proses pemisahan
(diferensiasi, membedabedakan) dan proses mengikat (integrasi, persatuan).
Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan ketidakpastian dalam evolusi
sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku bangsa, bangsa, dan negara.
Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju kesempurnaan, tetapi ada juga yang
sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju
keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Seperti telah disinggung di atas, pandangan-pandangan
sosiologi Spencer sangat dipengaruhi pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa
di antaranya adalah:
- Pelajaran tentang sifat keturunan (descension), Lamarck (1909) yang menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak cucunya sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan sifat bangsa itu. Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan yang bertulang punggung bisa menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan kebutuhannya kepada keturunannya.
- Teori seleksi dari Darwin (1859) mengatakan bahwa alam akan membuang segala sesuatu yang tidak terpakai dan memperkuat segala sesuatu yang berguna, seperti yang terjadi pada binatang, yang kuat akan mampu bertahan hidup dan yang lemah akan binasa.
- Teori tentang penemuan sel. Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan terdiri dari organisme kecil-kecil yang disebut sel. Sel ini mempunyai sifat dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi sifat binatang atau tumbuhan berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
Teori-teori Spencer sangat dipengaruhi oleh pelajaran
tentang sifat keturunan Lamarck yang menyamakan masyarakat dengan suatu
organisme, dengan sel-selnya, dan selanjutnya ia membandingkannya seperti itu.
Pendapat tentang biologi mempengaruhi dunia filsafat, psikologi dan lain
sebagainya sehingga terjalin pertalian yang erat antara ilmu pengetahuan itu
dengan sosiologi.
Membandingkan
masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detail
pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada tiga
kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme, yaitu: 1) Pertumbuhan
dalam ukurannya; 2) Meningkatnya kompleksitas struktur; 3) Diferensiasi
fungsi.
Spencer berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh
secara progresif menuju keadaan yang semakin baik. Karena itu, kehidupan
masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang
mungkin akan memperburuk keadaan. Spencer menerima pandangan bahwa institusi
sosial sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara
progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Ia juga menerima sudut
pandang Darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittest”,
juga terjadi dalam kehidupan sosial (istilah survival of the fittest
justru diciptakan oleh Spencer beberapa tahun sebelum karya Darwin mengenai
seleksi alam muncul). Jika tidak diganggu intervensi dari luar, individu yang
layak akan bertahan hidup dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak
akhirnya punah. Spencer memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte
menekankan pada unsur yang lebih besar seperti keluarga.
Ritzer dan Goodman (2007) merangkum teori evolusi Spencer ke
dalam dua perspektif. Pertama, teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran (size)
masyarakat. Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya.
Kedua, masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin lama makin menyatukan
kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia berbicara tentang gerak evolusioner
dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan
tiga kali lipat.
Di bagian lain, Spencer menawarkan teori evolusi dari
masyarakat militan ke masyarakat industri. Pada mulanya, masyarakat militan
dijelaskan sebagai masyarakat terstruktur guna melakukan perang, baik yang
bersifat defensif maupun ofensif. Sejalan dengan tumbuhnya masyarakat industri,
fungsi perang sebagai perubahan berakhir. Masyarakat industri didasarkan pada
persahabatan, tidak egois, dan penghargaan terhadap prestasi.
Dalam tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer
mengemukakan gagasan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang
masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral yang ideal atau sempurna. DI sisi
lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (survive), sedangkan
masyarakat yang tak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil
proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara
keseluruhan.
Jadi, Spencer mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan
ruwet. Mula-mula gagasannya menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak
selama beberapa tahun, dan baru belakangan ini hidup kembali dengan munculnya
teori sosiologi neoevolusi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester
L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat
perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
A. Data yang
menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah rangkaian
tahapan seringkali tidak cermat.
B. Urut-urutan
dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada beberapa
kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung menuju
pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Sebaliknya,
ada kelompok masyarakat yang justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang
diinginkan oleh teori ini.
C. Pandangan
yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya, ketika
masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya.
Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila perubahan memang
merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap urutan tahapan
perubahan akan mencapai titik akhir.
Teori evolusi dalam ilmu sosial pada dasarnya digolongkan
kedalam Teori Perubahan sosial,sehingga Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono
Soekanto (1982,315), perubahasan sosial evolusi adalah perubahan- perubahan
yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan-
perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan-
perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak
tertentu. Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat
untuk menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan
peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.
Berdasarkan penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan
evolusi adalah:
1. Perubahan terjadi dengan sendirinya
(perubahan alami)
2. Perubahan membutuhkan rentan
waktu yang lama
3. Perubahan terjadi karena usaha
manusia untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi yang ada disekitar
kehidupan manusia (kondisi-kondisi baru).
4. Penggerak perubahan bukan tergantung
institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan kondisi riil yang ada.
Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat
tradisional, yaitu masyarakat yang memiliki struktur sosial tertutup (tidak
memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan biasanya persoalan
yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh,
masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan
sudra. Masyarakat digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan
keterampilan seperti di masyarakat modern (open society). Oleh karena itu
masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.
Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di
atas menenuai banyak kritikan dan pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam
buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi sekolah dasar hingga
perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu masyarakat
berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk
memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir
dan sebaliknya telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk
kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa
ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu Soerjono Soekanto
mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang
masyarakat.
Inti dari
evolusi bukanlah sebuah ilmu yang bisa dijadikan tolak ukur dalam mencari
kebenaran tentang alam raya maupun manusia yang berada didalamnya. Maka untuk alasan apapun
evolusi tidak dapat dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam memandang manusia
dan alam semesta. Evolusi
hanya bersifat hipotesis dan kebenarnnya terbatas pada dunia empiris. Implikasi
etis yang seharusnya ialah evolusi mampu untuk menghantarkan manusia pada
peradaban baru yang lebih maju dan mensejarah, Karena manusia pada dasarnya adalah
mahluk sosial yang selalu hidup bersama dan terus menerus berubah. Mahluk yang
bebas untuk menentukan dirinya serta terikat oleh nilai-nilai Norma sosial.
Sehingga
dapat kamisimpulkan bahwa dalam teori evolusionis lebih menitik beratkan pada
bagaiman perubahan-perubahan dalam masyarakat memiliki mekanisme tertentu
sehingga dalam proses perubahanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Adapun
saran-saran yang dapat kami berikan adalah :
1.
Kembangkanlah
teori-teori dalam sosiologi demi kepentingan masyarakat.
2.
Terapkanlah teori-teori
dalam sosiologi dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam interaksi sosial
1.
Haryanto. (tt). Herbert Spencer (Modul Pembelajaran
Universitas Terbuka). Jakarta: Universitas Terbuka.
2. Horton, Paul B. dan Hunt, Chester
L.1989. Sosiologi, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
3. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah
Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern (Edisi VI). Jakarta: Kencana.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern (Edisi VI). Jakarta: Kencana.
4. Siahaan, Hotman M. (1986). Pengantar
ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
5. Spencer, Herbert. 1897. The
Principles of Sociology Vol. 1 (Edisi III). New Yrok: A. Appleton and
Company.
6. Sukanto, Soerjono. (1982). Teori
Sosiologi tentang Pribadi dan Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
7.
———–. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Press.
Evolusi adalah fakta
BalasHapushttp://evolusionis.wodpress.com