Rabu, 17 Juli 2013

Teori Evolusionis


Alhamdulillah, segala Puja dan Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Ilahi Rabbi, yang mana berkat Hidayah dan Ma’unahnya, kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan rampung.
Yang kedua.Shalawat serta Salamullah semoga tetap tercurah limpahkan atas junjungan Nabi besar kita, yakni Nabi Muhammad SAW.Yang mana berkat jerih payah beliau kita bisa menikmati manisnya ilmu.
Alhmadulillah, Dalam makalah ini, dengan tema "Teori Evolusionis", kami berusaha untuk sedikit memberikan gambaran akan pengertian teori evolusionis?, bentuk-bentuk teori evolusionis? dan juga penjelasan mengenai penemu teori evolusionis. Dan juga semuanya kami bahas secara tuntas dalam makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak, mungkin seperti itulah kami menggambarkan makalah kami yang jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, Kami sebagai penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari siapapun, agar dalam penulisan karya tulis selanjutnya, kami bisa lebih baik lagi.





Kelompok 10
1.3. Tujuan. 3

Paradigma yang berkembang mengenai teori evolusi adalah penyangkalan teori evolusi dan cenderung mendehumanisasikan manusia melalui sejarahnya. Karena manusia dalam teori evolusi berasal dari kera. Tidak sedikit kalangan yang mengkritik habis teori evolusi hanya berupa dongengan belaka. Terutama dari kalangan agamawan yang menentang habis teori evolusi sebagai teori yang mutad dan menentang kebesaran Tuhan. Tetapi apakah yang mendasari mereka mengatakan teori evolusi sebagai sebuah ajaran yang murtad. Apakah tidak ada nilai baik yang dapat diambil inti dari teori evolusi ini?
Harun Yahya dalam karyanya yang berjudaul “Menyibak Tabir Evolusi” adalah salah satu tokoh yang menentang hadirnya teori evolusi. Beliau beranggapan bahwa asal mula manusia bukanlah berdasarkan serangkaian kejadian yang terjadi secara kebutalan dari satu spesies, tetapi melainkan melalui Sang Maha Kuasa. Tetapi apakah benar teori evolusi hanya berupa teori yang menerangkan kejadian awal mula manusia?
Disinilah paradigma yang berkembang dari teori evolusi mengalami kekeliruan yang mendasar. Teori evolusi bukanlah suatu teori yang hanya menjabarkan kejadian asal mula manusia, tetapi teori evolusi lebih dari itu. Teori evolusi merupakan suatu hasil penelitian ilmiah yang menerangkan keserupaan antara berbagai jenis makhluk hidup yang dahulu dan masa kini. Dan itu bukanlah merupakan penjabaran mutlak dari mana asal muasal manusia atau siapakah makhluk hidup yang pertama dimuka bumi ini seperti anggapan para penentang teori evolusi.
Memang pada awalnya—sewaktu abad 19, teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin menerangkan perbandingan antara manusia dan hewan (dalam kasus ini kera). Tetapi andaikan teori evolusi ini diterima beberapa kalangan yang menentang sebagai sebuah teori yang terbuka, maka akan tampaklah nilai-nilai baik yang tidak mendehumanisasikan manusia. Lebih dari itu, teori ini merupakan titik pijak dari berkembangnya pengetahuan manusia tentang sejarah kehidupan manusia.
Terasa dan memang sangat sulit untuk menerima akan keterbukaan teori ini sebagai sebuah pengetahuan yang terbuka. Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan antara ranah agama dan pengetahuan ilmiah (sains). Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan kedua ranah ini dan menyetujui bahwa menerima pemisahan agama dan ilmu pengetahuan adalah sebuah jalan menuju kemaksiatan dan kemurtadaan. Tetapi lebih dari itu, pemisahan ilmu pengetahuan dan agama merupakan sebuah jalan dari pengagungan yang lebih dari Sang Kholik.
Mereka yang menyetujui teori evolusi sebagai sebuah pengetahuan mengemukakan bahwa teori evolusi adalah sebuah bentuk pengetahuan yang layak untuk disajikan. Hal ini bukanlah tanpa anggapan yang tidak ilmiah. Sebagai ilmuwan, mereka mengemukakan gagasan yang relevan dan masuk diakal untuk diberikan pada masyarakat. Sebagai contoh mengapa teori evolusi merupakan serangkaian seleksi alam dalam keidupan.
Selain dalam bidang ilmiah, teori evolusi inipun dikembangkan dalam bidang sosial. Karl Marx adalah salah satu contoh dari pengembang dibidang sosial. Teori evolusi merupakan bentuk dari sebuah proses yang membebaskan penganiayaan manusia berdasarkan seleksi alam. Penyimpulan ini dikarenakan banyaknya masyarakat kelas pekerja yang akan tunduk pada kaum borjuis. Tetapi lagi-lagi dengan melalui sebuah proses yang lama namun pasti (evolusi), kaum proletar akan mendapatkan hak-hak hidupnya. Oleh sebab itu dalam pembahasan makalah kami ini akan membahas teori evolusi dalam bidang ilmu sosial.
Dari  mukadimah diatas, sekiranya terdapat beberapa point yang akan dijadikan perumusan masalah. Diantaranya:
  • Apakah teori evolusi itu ?
  • Bagaimanakah macam-macam teori evolusionis?
  • Bagaimanakah pandangan tokoh sosial tentang teori evolusionis?
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi
2.      Memberikan pengetahuan baru bagi kami sebagai penulis dan juga teman-teman prodi sejarah


Spencer lahir sebagai anak tunggal seorang guru sekolah di kota kecil Derbyshire, Midland, Inggris pada 27 April 1820 dan meninggal pada 8 Desember 1903. Dia sebenarnya tidak terlahir tunggal, melainkan sembilan bersaudara. Cuma saja, dia menjadi satu-satunya anak pasangan William dan Haerriet Spencer yang bertahan hidup.  Karena alasan kesehatan, Spencer kecil menjalani pendidikan di rumah. Dia tidak belajar seni dan humaniora, melainkan teknik dan bidang utilitarian (Ritzer dan Goodman, 2007).
Potret keluarga Spencer yang bergelut melawan penyakit menjadi semacam mozaik dari kehidupan Inggris zaman Victorian abad ke-19. Inggris yang memasuki Revolusi Industri terperosok ke dalam problem negara industri yang sangat suram sekaligus mengkhawatirkan. Kala itu, bangunan pabrik biasanya menyatu dengan kawasan pemukiman. Bangunannya tua dan tidak terawat, ventilasi minim, kotor, penuh jelaga hitam, sempit, dan sumpek. Selain mengepung kota dengan asap hitam, limbah pabrik juga menimbulkan pencemaran, sanitasi yang tidak terawat, jalanan yang buruk, dan tentu saja polusi.
Dalam usia relatif muda, 17 tahun, Spencer muda terjun ke dunia kerja sebagai insinyur sipil di sebuah perusahaan kereta api London dan Birmingham. Karirnya terbilang bagus hingga akhirnya dia dipercaya menjadi wakil kepala bagian mesin di perusahaan tersebut. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri.
Spencer memiliki kemampuan sangat baik dalam mekanika. Kemampuan itulah yang memengaruhi imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, terutama tentang biologi, masyarakat, dan ilmu sosial. Pada saat menjadi insinyur inilah Spencer mulai belajar menulis artikel secara serius. Tulisan pertamanya di bidang sosial dengan judul On the Proper Sphere of Government pada 1842 dimuat di majalah Non Conformist. Enam tahun kemudian, 1848, tulisan yang sama dimuat The Economist, majalah ekonomi terkemuka yang berbasis di London.
Tulisan Spencer mendapat sambutan hangat penggemarnya sehingga mereka rela membayar lebih dulu tulisan-tulisan Spencer sebelum tulisan itu diterbitkan. Kondisi inilah yang mendorong Spencer untuk berpikir alih profesi menjadi penulis ilmu pengetahuan bidang pengetahuan sosial, khususnya sosiologi. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, saat usianya menginjak 28 tahun dia pindah menjadi wakil editor majalah The Economist, berita mingguan yang berbasis di London. Majalah ini merupakan oposisi pemerintah dan pendukung perdagangan bebas. Melalui majalah ini Spencer banyak bertemu dengan orang terkenal pada saat itu, seperti Thomas Huxley dan George Eliot.
Saat usianya memasuki 30 tahun, Spencer telah mampu menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Social Statics. Tiga tahun kemudian, pamannya (Thomas Spencer) meninggal dunia dan mewariskan harta cukup banyak kepada Spencer. Berbekal warisan itulah Spencer berani memutuskan untuk berhenti bekerja dan mencurahkan seluruh kegiatannya untuk menulis. Keberhasilan Spencer menulis banyak buku karena selain gemar membaca, Spencer adalah kolektor yang tekun mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini, seorang yang rajin mengumpulkan informasi, membuat sistematika atau klasifikasi data. Spencer memang sejak kecil mempunyai hasrat dan keinginan yang besar untuk menambah dan mengumpulkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan memahami keseluruhannya.
Spencer juga mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme Jeremy Bentham yang memelopori aliran gerakan reformasi. Jeremy Bentham berpendapat bahwa logika ilmiah harus didasarkan pada pengetahuan yang cukup mengenai kondisi kehidupan sosial yang aktual. Konsep ini mendahului konsep-konsep Charles Darwin (Sukanto: 1982: 36).
Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya Social Statics yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner. Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan kependudukan,  An Essay on the Principle of Population (1798). sinya  konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang terpadu.
Sembilan tahun kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit. Spencer dan Darwin melihat adanya persamaan antara evolusi organisme dengan evolusi sosial. Evolusi sosial adalah serangkaian perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam waktu lama yang berawal  dari kelompok suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen kemudian secara bertahap menjadi kelompok suku atau masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang kompleks (Horton dan Hunt, 1989:208).
2.2. Spencer Tentang Sosiologi
Bagi Spencer, Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam bentuk yang paling kompleks. Dia menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis dalam tiga jilid The Prinsiples of Sociology. Menurutnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara inkorporatif dengan pendekatan makro yang berpusat pada manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala gejala yang muncul dari perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam Soekanto (1990: 444-447), objek pokok sosiologi adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri. Tambahannya antara lain asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Dia mengingatkan bahwa sosiologi juga harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tetap dan harmonis, serta merupakan suatu integrasi, seperti pengaruh norma-norma tersebut di atas terhadap kehidupan keluarga serta hubungan antara lembaga politik dengan lembaga keagamaan. Oleh karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi adalah psikologi yang dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan peradaban yang terdapat dalam masyarakat.
Haryanto (tt: 14) menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer tentang sosiologi mendapat pengaruh biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu disiplin ilmu sosiologi dan biologi telah menarik perhatian baru terhadap faktor-faktor biologis di dalam perilaku manusia. Oleh para pendukungnya, sosiologi didefinisikan sebagai “suatu studi sistematik mengenai dasar-dasar biologis dari perilaku manusia”. Interaksi  biologi dan kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia yang dimulai dengan perkembangan masyarakat manusia. Banyak ahli masyarakat abad pertengahan menganalogikan manusia dengan organisme.
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala yang ada serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial. Berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan dengan metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru yaitu pendekatan empiris dengan data konkret yang memisahkan antara agama dan metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh siapa saja dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan pemuka agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya yang terbit kemudian, yaitu yang berjudul First Prinsciple. Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok, yaitu fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui dianggap merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia, sedang fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer terus berusaha mencari sumber-sumber asli dan menganalisis perkembangan aneka ragam ide yang tersirat di dalamnya. Dia memulai dengan tiga garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat dirusak; 2) Kesinambungan gerak; dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus. Selain itu, Spencer menyebutkan adanya empat dalil dari kebenaran universal sebagaimana disebutkan di bawah ini:
  1. Kesatuan hukum dan kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia dan abadi.
  2. Kekuatan ini tidak musnah akan tetapi ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
  3. Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain .
  4. Ada sesuatu irama dari gerakan atau gerakan alternatif.
Spencer lebih lanjut mengatakan, evolusi dalam bentuk yang sederhana hanyalah merupakan suatu gerak yang hilang dan redistribusi dari keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana dalam bentuk inorganik seperti astronomi dan geologi, dan dalam kehidupan organik seperti biologi dan psikologi serta kehidupan superorganik seperti sosiologi. Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer (Siahaan, 1986:119-133) meliputi:
  1. Ketidakstabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin berubah dan membesar serta akan kehilangan homogenitasnya karena kejadian setiap insiden tidak sama besar;
  2. Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam rasio geometris. Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari suatu keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan seimbang yang berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain;
  3. Kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi.
  4. Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Giddings (1890) meringkas ajaran sistem sosial Spencer seperti di bawah ini (Haryanto, tt).
  1. Masyarakat adalah organisme atau mereka adalah superorganis yang hidup berpencar-pencar.
  2. Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial yang lain.
  3. Keseimbangan antara masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat dan lingkungan mereka, berjuang satu sama lain demi eksistensi mereka di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
  4. Di dalam perjuangan ini kemudian timbulah rasa takut di dalam hidup bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati adalah pangkal kontrol terhadap agama.
  5. Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dari agama menjadi militerisme. Militerisme pada umumnya membentuk sifat dan tingkah laku serta membentuk organisasi sosial dalam peperangan.
  6. Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil menjadi kelompok sosial yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini memperluas medan integrasi sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa perdamaian antar sesamanya serta rasa kegotongroyongan.
  7. Kebiasaan  berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan penuh dengan rasa setia kawan.
  8. Dalam tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, kekuatannya akan berkurang namun rasa spontanitas serta inisiatif semakin bertambah. Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang anggota masyarakat dapat dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka mengubah hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi sosial yang telah ada. Kesemuanya ini merupakan elemen di mana rasa simpati dan seluruh pengetahuan yang ada di dalam kelompok sosial merupakan kekuatan tersendiri bagi masyarakat primitif.
  9. Perubahan dari semangat militerisme menjadi semangat industrialisme. Semangat kerja keras tergantung pada luasnya tenaga antara kelompok masyarakat yang ada serta kelompok masyarakat tetangganya, antara ras dalam suatu masyarakat yang ada serta masyarakat yang lain, antara masyarakat pada umumnya serta lingkungan fisis yang ada. Akhirnya semangat kerja keras yang disertai dengan penuh rasa perdamaian tak dapat dicapai sampai keseimbangan bangsa-bangsa serta ras-ras yang ada tercapai lebih dahulu.
Di dalam masyarakat, seperti pada kelompok masyarakat lain tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah kompleksitas segenap proses evolusi tergantung pada nilai proses integrasi. Semakin lambat nilai integrasinya, semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi itu.
Soekanto (1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang  terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini tidak harus sejalan dengan rentetan  peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Soekanto (1990:345-347), teori tentang evolusi dapat dikategorikan dalam  tiga kategori.
  1. Unilinear theories of evolution. Teori ini berpendapat bahwa manusia  dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi sempurna (industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah August Comte dan  Herbert Spencer. Variasi teori ini adalah Cyclical theories yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran yang pada tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang. Pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Menurut Sorokin, masyarakat berkembang melalui tahap kepercayaan, tahap kedua dasarnya adalah indera manusia, dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
  2. Universal theory of evolution. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap perkembangan tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya yaitu antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan sifat maupun  susunannya dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen.
  3. Multilined theories of evolution. Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian kekeluargaan dalam masyarakat.
Sementara itu, perspektif evolusioner adalah sudut pandang teoretis paling awal dalam sosiologi.  Hal tersebut berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya menaruh perhatian pada perkembangan masyarakat secara evolusioner dari keseluruhan atau kesatuan yang utuh. Horton dan Hunt (1989:16-17) menjelaskan, perspektif evolusioner adalah perspektif yang aktif, sekali pun bukan merupakan perspektif utama dalam sosiologi.
Dalam bukunya, Positive Philosophy (1851-1854), Comte menulis tentang tiga tingkatan yang pasti dilalui pemikiran manusia yaitu: teologis, metafisik (atau filosofis), dan akhirnya positif (atau ilmiah). Comte berpendapat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan yang dominan terhadap pribadi.
Sebaliknya, Spencer berpendapat bahwa pribadi mempunyai kedudukan dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan.  Oleh karena itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat modern, Spencer menilai  masyarakat bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut sebagai seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi pada ilmu biologi ke institusi sosial.
Lebih jauh Spencer mengungkapkan bahwa perubahan alamiah dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat. Kumpulan pribadi dalam masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi. Bagi Spencer, masyarakat  merupakan material yang tunduk pada hukum universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat, terutama dalam organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia dan bentuknya sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).
Diakui atau tidak, Spencer terpikat Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859), sembilan tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya. Spencer memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen. Horton dan Hunt (1989:59-61) menilai adanya suatu optimisme di masyarakat. Kemajuan masyarakat yang terus meningkat pesat pasti akan mengakhiri kesengsaraan dan meningkatkan kebahagiaan manusia.
Menurut Haryanto (tt:25), semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui semua masyarakat. Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen) yang sering digambarkan dalam arti diferensiasi struktural, perubahan dalam arti dari yang paling sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks. Masyarakat sederhana tidak terpadu yang tidak pasti (indefinite, incoherent homogenity), memiliki karakteristik, tidak ada pembagian tugas atau peran yang rinci dan lebih banyak bersifat informal. Sedang masyarakat yang lebih kompleks (definite, coherent heterogenity) memiliki karakteristik terspesialisasi dan formal.
Evolusi terjadi pada tingkat organis dan pada tingkat anorganis. Pada tingkat organis, perubahan terjadi dari sel homogen sederhana menuju organisme terpadu yang lebih tinggi dan kompleks. Evolusi anorganis prosesnya adalah proses yang bermula dari bulatan gas yang tidak menentu, tidak terpadu dan homogen, kemudian menggumpal menjadi bintang, planet, matahari, bulan yang berbeda yang kemudian diintegrasikan menjadi satu keseluruhan dalam gerakan yang mengikuti hukum-hukum tertentu. Selain evolusi organis dan anorganis, ada evolusi yang disebut evolusi superorganis. Evolusi superorganis ini hanya terjadi pada masyarakat. Evolusi superorganis di kemudian hari lebih dikenal sebagai evolusi sosial dan evolusi produksi yang sekarang kita kenal sebagai evolusi kebudayaan.
Seperti halnya sel pada organisme yang mempunyai cara dan sifat masing-masing, Spencer menilai watak dan sifat manusia itulah yang membawa perbaikan bagi masyarakat. Watak yang baik mudah menjadi teladan mengalami kemajuan karena rintangan yang muncul dapat terkikis dengan sendirinya pada saat terjadi proses menyelaraskan diri dengan masyarakat dan kemajuan. Hal ini juga berarti perjuangan hidup (struggle for life) dapat diatasi sehingga terbentuk masyarakat terbaik. Perjuangan hidup dan survival of the fittest adalah suatu wujud tenaga evolusi dalam masyarakat. Hal ini membuat manusia dalam masyarakatnya selaras dengan kehidupan politik, industri, dan sebagainya di sekitarnya. Di sini Spencer melihat kehidupan dalam masyarakat selalu mendorong anggotanya bersikap menyesuaikan diri dengan panggilan hidup yang lebih maju.
Peraturan negara harus menjaga agar supaya rakyat dan masyarakat dapat hidup merdeka dan memperjuangkan hidupnya. Spencer tidak setuju dengan peraturan yang melindungi pihak yang lemah, yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap kemajuan masyarakat. Spencer berpendapat bahwa pihak yang lemah hendaknya binasa saja atau harus berusaha belajar keterampilan dan keuletan sehingga nantinya yang akan tinggal hanya mereka yang terkuat (the fittest).
Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah (enerjik) yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang yang malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang berhasil dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Spencer berpendapat, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti ada organisme yang mempunyai fungsi yang lebih matang di antara bagian-bagian lain dari organisme sehingga dapat berintegrasi dengan lebih sempurna. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme mempunyai kriteria yang dapat diterapkan pada setiap masyarakat yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan perkembangan sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
Dalam bukunya Principles of Sociology, Spencer berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah terjadi diferensiasi dengan mantap, akan ada  stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai. Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam masyarakat sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan kemajuan.
Pusat perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang dipandang sebagai suatu tenaga yang menggerakkan proses pemisahan (diferensiasi, membedabedakan) dan proses mengikat (integrasi, persatuan). Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan ketidakpastian dalam evolusi sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku bangsa, bangsa, dan negara. Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju kesempurnaan, tetapi ada juga yang sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Seperti telah disinggung di atas, pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa di antaranya adalah:
  1. Pelajaran tentang sifat keturunan (descension), Lamarck (1909) yang  menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak cucunya sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan  sifat bangsa itu. Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan yang bertulang punggung bisa menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan kebutuhannya kepada keturunannya.
  2. Teori seleksi dari Darwin (1859) mengatakan bahwa alam akan membuang segala sesuatu yang tidak terpakai dan memperkuat segala sesuatu yang berguna, seperti yang terjadi pada binatang, yang kuat akan mampu bertahan hidup dan yang lemah akan binasa.
  3. Teori tentang penemuan sel. Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan terdiri dari organisme kecil-kecil yang disebut sel. Sel ini mempunyai sifat dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi sifat binatang atau tumbuhan berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
Teori-teori Spencer sangat dipengaruhi oleh pelajaran tentang sifat keturunan Lamarck yang menyamakan masyarakat dengan suatu organisme, dengan sel-selnya, dan selanjutnya ia membandingkannya seperti itu. Pendapat tentang biologi mempengaruhi dunia filsafat, psikologi dan lain sebagainya sehingga terjalin pertalian yang erat antara ilmu pengetahuan itu dengan sosiologi.
Membandingkan masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detail pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada tiga kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme, yaitu: 1) Pertumbuhan dalam ukurannya;  2) Meningkatnya kompleksitas struktur; 3) Diferensiasi fungsi.
Spencer berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang semakin baik. Karena itu, kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang mungkin akan memperburuk keadaan. Spencer menerima pandangan bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Ia juga menerima sudut pandang Darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittest”, juga terjadi dalam kehidupan sosial (istilah survival of the fittest justru diciptakan oleh Spencer beberapa tahun sebelum karya Darwin mengenai seleksi alam muncul). Jika tidak diganggu intervensi dari luar, individu yang layak akan bertahan hidup dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak akhirnya punah. Spencer memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unsur yang lebih besar seperti keluarga.
Ritzer dan Goodman (2007) merangkum teori evolusi Spencer ke dalam dua perspektif. Pertama, teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran (size) masyarakat. Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Kedua, masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan tiga kali lipat.
Di bagian lain, Spencer menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat industri. Pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat terstruktur guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif. Sejalan dengan tumbuhnya masyarakat industri, fungsi perang sebagai perubahan berakhir. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois, dan penghargaan terhadap prestasi.
Dalam  tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral yang ideal atau sempurna. DI sisi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (survive), sedangkan masyarakat yang tak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.
Jadi, Spencer mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet. Mula-mula gagasannya menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak selama beberapa tahun, dan baru belakangan ini hidup kembali dengan munculnya teori sosiologi neoevolusi.
2.4. Pandangan Paul B. Horton dan Chester L. Hunt Tentang Teori Evolusi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
A.    Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.
B.     Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori ini.
C.     Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap urutan tahapan perubahan akan mencapai titik akhir.
Teori evolusi dalam ilmu sosial pada dasarnya digolongkan kedalam Teori Perubahan sosial,sehingga Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono Soekanto (1982,315), perubahasan sosial evolusi adalah perubahan- perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan- perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan- perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.
Berdasarkan penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan evolusi adalah:
1.      Perubahan terjadi dengan sendirinya (perubahan alami)
2.      Perubahan  membutuhkan rentan waktu yang lama
3.      Perubahan  terjadi karena usaha manusia untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi yang ada disekitar kehidupan manusia (kondisi-kondisi baru).
4.      Penggerak perubahan bukan tergantung institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan kondisi riil yang ada.
Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang memiliki struktur sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh, masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat modern (open society). Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.
Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi  sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan sebaliknya telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu Soerjono Soekanto mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang masyarakat.
Inti dari evolusi bukanlah sebuah ilmu yang bisa dijadikan tolak ukur dalam mencari kebenaran tentang alam raya maupun manusia yang berada didalamnya. Maka untuk alasan apapun evolusi tidak dapat dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam memandang manusia dan alam semesta. Evolusi hanya bersifat hipotesis dan kebenarnnya terbatas pada dunia empiris. Implikasi etis yang seharusnya ialah evolusi mampu untuk menghantarkan manusia pada peradaban baru yang lebih maju dan mensejarah, Karena manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial yang selalu hidup bersama dan terus menerus berubah. Mahluk yang bebas untuk menentukan dirinya serta terikat oleh nilai-nilai Norma sosial.
Sehingga dapat kamisimpulkan bahwa dalam teori evolusionis lebih menitik beratkan pada bagaiman perubahan-perubahan dalam masyarakat memiliki mekanisme tertentu sehingga dalam proses perubahanya akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
            Adapun saran-saran yang dapat kami berikan adalah :
1.      Kembangkanlah teori-teori dalam sosiologi demi kepentingan masyarakat.
2.      Terapkanlah teori-teori dalam sosiologi dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam interaksi sosial
1.      Haryanto. (tt). Herbert Spencer (Modul Pembelajaran Universitas Terbuka). Jakarta: Universitas Terbuka.
2.      Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L.1989. Sosiologi, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
3.      Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern (Edisi VI). Jakarta: Kencana.
4.      Siahaan, Hotman M. (1986). Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
5.      Spencer, Herbert. 1897. The Principles of Sociology Vol. 1 (Edisi III). New Yrok: A. Appleton and Company.
6.      Sukanto, Soerjono. (1982). Teori Sosiologi tentang Pribadi dan Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.
7.      ———–. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

1 komentar: