Rabu, 17 Juli 2013

Praktek Kuliah Lapang



Alhamdulillah, segala Puja dan Puji Syukur atas Kehadirat Ilahi Rabbi yang mana berkat Hidayah dan Ma’unahnya kami bisa mnyelesaikan hasil Laporan Praktek Kuliah Lapang ini dengan rampung.
Yang kedua. Shalawat serta Salamullah semoga tetap tercurah limpahkan atas junjungan Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW yang mana berkat jerih payah beliau kita bisa mneikmati indahnya ilmu dengan adanya Dinul Islam.
Alhamdulillah, Laporan Praktek Kuliah Lapang ini dapat kami selesaikan tepat waktu, dalam laporan ini kami diberi kesempatan untuk meneliti dan mengobservasi Sejarah Biografi Sunan Bonang.
Dalam hasil laporan ini, kami membahas mengenai biografi beliau, peninggalan-peninggalan beliau, serta silsilah dari beliau sampai ke Nabi Muhammad SAW.
Tak ada gading yang tak retak, mungkin seperti itulah kami menggambarkan makalah hasil Laporan Praktek Kuliah Lapang ini yang masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang besifat konstruktif dari beragai pihak agar makalah hasil Laporan selanjutnya bisa lebih baik lagi.




                                                                        Kelompok



1.2. Tujuan. 1
1.3. Manfaat 2



Sunan Bonang nama aslinya adalah RADEN MAKDUM IBRAHIM. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Dewi Candrawati. Dewi Candrawati adalah putri Prabu Brawijaya Kertabumi. Dengan demikian Sunan Bonang masìh ada hubungan dengan Keluarga Besar Majapahit. Raden Makdum Ibrahim sesudah selesai belajar dengan Sunan Ampel dì Surabaya bersama Raden Paku beliau meneruskan pelajaranya ke Samudra Pasai.
Disana beliau berguru kepada Syeh Maulana Ishak(Paman Sunan Ampel)dan beberapa ulama besar ahli tasawwuf dari Baghdad dan Iran. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam atau tauhid.
Sekembalinya ke tanah jawa Raden Makdum Ibrahim berdakwah di daerah Tuban. Cara berdakwah beliau sangat unik dan bijaksana. Beliau dapat mengambil hati rakyat untuk datang ke Masjid dengan menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat, beliau sangat ahli dalam membunyikan gending yang disebut bonang, itu sebabnya rakyat Tuban kemudian mengenlnya sebagai Sunan Bonang.
Sunan Bonang sering berdakwah keliling, hingga wafatnya beliau sedang berdakwah di daerah di Pulau Bawean. Oleh murid-muridnya jenazahnya diminta untuk dimakamkan di Tuban namun oleh murid-muridnya yang di Bawean tidak boleh, hingga malam harinya jenazah Sunan Bonang dilarikan ke Tuban oleh murid-muridnya yang di Tuban, anehnya di Bawean jenazah Sunan Bonang masih ada hanya kain kafanya tinggal satu.
Dengan demikian kuburan Sunan Bonang ada dua yang satu di barat Masjid Sunan Bonang Tuban. Yang satunya lagi di kampung Tegal Gubuk(Barat Tambak Bawean).

Adapun tujuan dari pembuatan Laporan Praktek Kuliah Lapang ini adalah sebagai berikut :
A.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia II Semester II Jurusan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah
B.     Untuk mengetahui sejarah Sunan Bonang dan Tempat Beliau dimakamkan

Adapun manfaat dari penulisan makalah hasil Laporan Praktek Kuliah Lapang ini adalah sebagai berikut :
A.    Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menabah wawasan dan pengetahuan mengenai Sejarah Sunan Bonang yang valid
B.     Bagi Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat member pengetahuan baru bagi teman-teman mahasiswa tentang sejarah dan biografi dari sunan Bonang
C.     Bagi Peneliti Lain, sebagai bahan acuan, refrensi, dan perbandingan untuk penelitian sejenis terutama penelitian tentang wai songo terutama biografi Sunan Bonang




Rancangan penelitian ini merupakan sebuah rangcangan dari keseluruhan penelitian yang akan diaksanakan, sehingga akan diperoleh sebuah data yang valid sesuai dengan tujuan penelitian. Menurut Arikunto (2006:45) rancangan penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai sebuah kegiatan yang akan dilakukan. Jadi, rancangan penelitian merupakan sebuah rencana yang dibuat oleh peneliti sebagai pedoman dalam kegiatan penelitian agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, karena dalam makalah Laporan Praktek Kuiah Lapang ini menggunakan metode observasi dan wawancara secara langsug di tempat dan kepada juru kunci di Makam Sunan Bonang di Tuban.

Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti melakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan. Penentuan lokasi dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive yaitu di Kabupaten Tuban, Tempat Makam Sunan Bonang.
Penelitian ini dilakukan di Tuban karena memiliki data yang cukup valid tentang sejarah dan biografi Sunan Bonang, serta memiliki guide yang cukup mumpuni dalam merekonstruksi kembali sejarah Sunan Bonang.

            2.3.1. Sumber Data
Jenis data yang digunakan daam penelitian ini terdiri dari dat primer dan sekunder. Data primer ini dapat diperoleh dari responden Guide Makam Sunan Bonang di Tuban. Sedangkan Data Sekunder dapat diperoleh dari pencatatan data yang bersumber dari Buku-Buku dan Literatur lainya.
           

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dat primer maupn data sekunder
A.    Data Primer
Data merupakan suatu fakta yang berupa angka, symbol, kode, dan lain-lain. Data ini dapat diperoleh dari pengamatan. Sehingga seseorang yang telah memperoleh fakta berupa catatn mauun dalam bentuk lainnya berarti telah memperoleh data. Data primer adalah suatu data utama yang digunakan sebagai Acuan Analisis dalam penelitian. Data primer  bagi peneliti adalah data yang diperoleh dari responden penelitian yang biasanya diperoleh melalui wawancara maupun angket
B.     Data Sekunder
Data sekunder merupakan informasi yang dapat mendukung penelitian. Jadi, data sekunder yang dimaksud adalah dari lembaga yang terkait atau bukan dari responden, data sekunder ini seperti literature pendukung, informan termasuk Guide di Makam Sunan Bonanng yang terletak di Tuban, maupun data lain yang mendukung pula sebagai data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini

            2.4.1. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara sistematis terhadap suatu subyek yang diteliti atau merupakan salah satu metode yang digunakan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan tentang gejala, fakta atau data yang digunakan penelitian. Untuk membantu penelitian dalam bservasi digunakan alat bantu berupa lembar observasi. Data yang diperoleh melalui metode ini tidak di analisis melainkan dideskripsikan.
            2.4.2. Metode Wawancara
Metode wawancara merupakan metode dengan cara Tanya jawab dengan subyek penelitian atau dengan informan. Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara bebas terpimpin yakn peneliti terlebih dahulu meyiapkan kerangka wawancara secara garis besar yang nantinya dapat mengembangkan kerangka wawancara utnuk meperoleh data yang diinginkan
            2.4.3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang berasal dari surat-surat atau literature atau dokumen atau bahkan benda-benda peninggalan yang ada di tempat penelitian, untuk memperoleh daa tersebut dengan jalan menghubungi pihak yang akan dimintai keterangan mengenai dokumen tersebut. Dokumen dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data Sejarah dan Biografi Sunan Bonang di Kabupaten Tuban


Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.


100_8653.JPG
 





















Juru Kunci Makam Sunan Bonang. Kabupaten Tuban
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal, kabar wafatnya beliau sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.


100_8642.JPG
 















Tampak Depan. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban


Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut Sayyid Kramat merupakan seorang Arab keturunan Nabi Muhammad.
100_8641.JPG 















Barang-Barang Peninggalan Sunan Bonang

3.2. Silsilah
Terdapat silsilah yang menghubungkan Sunan Bonang dan Nabi Muhammad:
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) bin
Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin
Ahmad Jalaludin Khan bin
Abdullah Khan bin
Abdul Malik Al-Muhajir (dari Nasrabad,India) bin
Alawi Ammil Faqih (dari Hadramaut) bin
Muhammad Sohib Mirbath (dari Hadramaut) bin
Ali Kholi' Qosam bin
Alawi Ats-Tsani bin
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
Alawi Awwal bin
Ubaidullah bin
Muhammad Syahril
Ali Zainal 'Abidin bin
Hussain bin















Barang-Barang Peninggalan Sunan Bonang

3.3. Karya Sastra
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
100_8662.JPG 















100_8661.JPGGerbang Utama Menuju Makam Sunan Bonan














Jalan Utama Menuju Makam Sunan Bonang yang Dipenuhi Para Pedagang
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.
100_8655.JPG 















Tim Peniliti Sejarah Sunan Bonang di Tuban

3.4. Keilmuan
Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Beliau ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur'an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia

100_8648.JPG 















Kegiatan Tim Peneliti saat melakukan Wawancara dengan Juru Kunci Makam Sunan Bonang



Tamba Ati Iku Lima Sak Warnane
Maca Qur'an Angen-Angen Sak Maknane
Kaping Pindo, Sholat Wengi Lakonana
Kaping Telu, Wong Kang Soleh Kencanana
Kaping Papat Kudu Wetheng Ingkang Luwe
Kaping Lima Dzikir Wengi Ingkang Suwe
MENURUT tembang ini, ada lima macam ''penawar hati'', atau pengobat jiwa yang ''sakit''. Yakni membaca Al-Quran, mengerjakan salat tahajud, bersahabat dengan orang saleh, berzikir, dan hidup prihatin. Inilah pula yang sering dilantunkan Emha Ainun Nadjib bersama Kelompok Kyai Kanjeng, dalam sejumlah pergelarannya.
Di luar acara Emha, Tamba Ati hingga kini masih kerap dinyanyikan sejumlah santri di pesantren dan masjid di sejumlah desa. Tapi Cak Nun --demikian Emha biasa disapa-- bukan pencipta ''lagu'' itu. Tembang ini adalah peninggalan Raden Maulana Makdum Ibrahim, yang lebih dikenal sebagai Sunan Bonang.


100_8652.JPG
 













Makam Sunan Bonang. Banyak Diziarahi oleh Masyarakat
Pada masa hidupnya, Sunan Bonang menyanyikan Tamba Ati untuk menarik warga masyarakat agar memeluk Islam. Pada saat berdendang, pria yang diduga berusia 60 tahun itu menabuh gamelan dari kuningan, yang dibuat oleh sejumlah warga Desa Bonang, Jawa Timur. Nama desa inilah yang kemudian melekat pada gelar sang Sunan.
100_8643.JPGMeski terampil, Sunan Bonang bukan putra penabuh gamelan. Ia justru putra Sunan Ampel, yang menikah dengan Condrowati, alias Nyai Ageng Manila. Nyai Ageng merupakan anak angkat Ario Tedjo, Bupati Tuban. Tidak ada catatan mengenai tanggal kelahiran Raden Makdum. Diduga, ia lahir di daerah Bonang, Tuban, pada 1465.















Makam Sunan Bonang, Di sekitanya terdapat Makam-Makam Para Habaib dan Para Pejabat Pemerintah

Sunan Ampel semula memberi ia nama Maulana Makdum. Nama ini diambil dari bahasa Hindi, yang bermakna cendekiawan Islam yang dihormati karena kedudukannya dalam agama. Semasa kecil, Sunan Bonang sudah mendapat pelajaran dari ayahnya, Sunan Ampel, dengan disiplin yang ketat. Tak heran jika dia pun, kemudian, terhisab ke dalam Wali nan Sembilan.
Sunan Ampel kemudian mengirim Sunan Bonang ke Negeri Pasai, Aceh masa kini. Di sana Sunan Bonang menuntut ilmu pada Syekh Awwalul Islam, ayah kandung Raden Paku alias Sunan Giri. Bersama Raden Paku, ia juga belajar pada sejumlah ulama besar yang banyak menetap dan mengajar di Pasai, seperti ulama ahli tasawuf dari Baghdad, Mesir, dan Iran.
Pulang dari menuntut ilmu, Sunan Bonang diminta Sunan Ampel berdakwah di Tuban, Pati, Pulau Madura, dan Pulau Bawean di utara Pulau Jawa. Seperti halnya Raden Paku alias Sunan Giri, yang mendirikan pesantren di Gresik, Sunan Bonang juga mendirikan pesantren di Tuban.
Dalam berdakwah, Sunan Bonang kerap menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati masyarakat, antara lain dengan seperangkat gamelan Bonang. Bila dipukul dengan kayu lunak, bonang itu melantunkan bunyi yang merdu. Bila Sunan Bonang sendiri yang menabuhnya, gaung sang bonang sangat menyentuh hati para pendengarnya.
Masyarakat yang mendengarnya berbondong-bondong datang ke masjid. Sunan Bonang lalu menerjemahkan makna tembangnya. Karena kekuatan suaranya itu pula, Sunan Bonang juga mendapat julukan lain: Sang Mahamuni. Tembang itu berisi ajaran Islam, sehingga tanpa sengaja mereka telah diberi penghayatan baru.
Pada masa itu, daerah Bonang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, yang mayoritas --dan ''resmi''-- beragama Hindu. Kebetulan, para penganut Hindu ketika itu sangat akrab dengan musik gamelan. Pengaruh gendingnya cukup melegenda. Bahkan gamelan itu telah menjadi bagian dari cerita kesaktian Sunan Bonang.
Misalnya dikisahkan, ia pernah menaklukkan Kebondanu, seorang pemimpin perampok, dan anak buahnya, hanya menggunakan tembang dan gending Dharma dan Mocopat. Begitu gending ditabuh, Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu menggerakkan tubuhnya. ''Ampun... hentikan bunyi gamelan itu. Kami tak kuat,'' begitu konon kata Kebondanu.
Setelah diminta bertobat, Kebondanu dan gerombolannya pun menjadi pengikut Sunan Bonang. Tapi, kesaktian Sunan Bonang tak hanya terletak pada gamelan dan gaungnya. Cerita lain mengisahkan seorang brahmana, yang berlayar dari India ke Tuban. Tujuannya: ingin mengadu kesaktian dengan Sunan Bonang.
100_8663.JPGNamun, sebelum mendarat di Tuban, kapalnya dihajar ombak. Akibatnya, kitab-kitab kesaktiannya hanyut terbawa air. Beruntung, sang brahmana berhasil mencapai pantai. Di tepian laut itu ia berjumpa dengan seorang pria berjubah putih. Kepada pria itu ia menyatakan ingin berjumpa dengan Sunan Bonang untuk uji kesaktian.















Masjid Agung Tuban, di Belakangnya Terdapat Makam Sunan Bonang

Tapi, demikian katanya, ia tak lagi mampu melakukannya, karena semua kitabnya sudah raib di telan ombak. Pria berjubah itu mencabut tongkatnya yang tertancap di pasir pantai. Air muncrat dari lobang bekas tongkat itu... bersama semua kitab sang brahmana. Setelah pria tadi menyebut namanya, yang tiada lain daripada Sunan Bonang, Brahmana itu berlutut.
Pada masa hidupnya, Sunan Bonang termasuk penyokong kerajaan Islam Demak, dan ikut membantu mendirikan Masjid Agung Demak. Oleh masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin bala tentara Demak. Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima tentara Islam Demak.
Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang. Nasihat yang berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit. Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan banyak orang, melalui sidang-sidang ''pengadilan'' yang dipimpinnya.
Misalnya dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang. Lokasi ''pengadilan'' itu sendiri punya dua versi. Satu versi mengatakan, sidang itu dilakukan di Masjid Agung Kasepuhan, Cirebon. Tapi, versi lain menyebutkan, sidang itu diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Sunan Bonang juga berperan dalam pengangkatan Raden Patah.
Dalam menyiarkan ajaran Islam, Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab, antara lain Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali, dan Al-Anthaki dari Dawud al-Anthaki. Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Ajaran Sunang Bonang, menurut disertasi JGH Gunning dan disertasi BJO Schrieke, memuat tiga tiang agama: tasawuf, ussuludin, dan fikih.
Ajaran tasawuf, misalnya, menurut versi Sunan Bonang menjadi penting karena menunjukkan bagaimana orang Islam menjalani kehidupan dengan kesungguhan dan kecintaannya kepada Allah. Para penganut Islam harus menjalankan, misalnya, salat, berpuasa, dan membayar zakat. Selain itu, manusia harus menjauhi tiga musuh utama: dunia, hawa nafsu, dan setan.
Untuk menghindari ketiga ''musuh'' itu, manusia dianjurkan jangan banyak bicara, bersikap rendah hati, tidak mudah putus asa, dan bersyukur atas nikmat Allah. Sebaliknya, orang harus menjauhi sikap dengki, sombong, serakah, serta gila pangkat dan kehormatan. Menurut Gunning dan Schrieke, naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah Wali Songo yang relatif lebih lengkap.
Ajaran wali yang lain tak ditemukan naskahnya, dan kalaupun ada, tak begitu lengkap. Di situ disebutkan pula bahwa ajaran Sunan Bonang berasal dari ajaran Syekh Jumadil Kubro, ayahanda Maulana Malik Ibrahim, yang menurunkan ajaran kepada Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria.
Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean, pada 1525. Saat akan dimakamkan, ada perebutan antara warga Bawean dan warga Bonang, Tuban. Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka, karena sang Sunan sempat berdakwah di pulau utara Jawa itu. Tetapi, warga Tuban tidak mau terima. Pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid dari Bonang mengendap ke Bawean, ''mencuri'' jenazah sang Sunan.
Esoknya, dilakukanlah pemakaman. Anehnya, jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean! Karena itu, sampai sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat. Satu di Pulau Bawean, dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja, Tuban. Kini kuburan itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap halaman dibatasi tembok berpintu gerbang.


Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal, kabar wafatnya beliau sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.
Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut Sayyid Kramat merupakan seorang Arab keturunan Nabi Muhammad.
Makam Sunan Bonang berada di Pusat Kota, tepatnya di belakang Masjid Agung Tuban. Seperti halnya tempat Wisata religi Walisongo lainnya, memasuki kawasan wisata Religi makam Sunan Bonang banyak terdapat Deretan Toko dan kios dengan beraneka barang dagangannya.Pada bagian awal memasuki kawasan ini akan tampak tiruan Gapura berbentuk paduraksa. Jarak sekitar 100 meter selanjutnya ada gapura dengan satu pintu masuk di bagian tengah. Gapura itu cukup rendah sehingga untuk memasuki harus dengan agak menunduk.Gapura yang berwana putih dengan hiasan tulisan arab di bagian atas dan Ukir-ukiran itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan atap terbuat dari kayu dan berbentuk sirap. Melewati gapura ini sekitar 10 meter berikutnya ada lagi gapura berbentuk paduraksa dan dengan tinggi sekitar 5 meter.Pada gapura yang pada beberapa bagiannya banyak ditumbuhi Lumut ini terdapat tiga pintu masuk. Pintu masuk di bagian tengah tampak lebih tinggi dibanding pintu masuk di sebelah kanan dan kirinya.

Adapun saran-saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut :
A.    Untuk Mahasiswa, Belajarlah dari Sejarah Masa Lalu, Untuk Mempersipakan Diri di Masa Depan.



  • B.J.O. Schrieke, 1916, Het Boek van Bonang, Utrecht: Den Boer
  • G.W.J. Drewes, 1969, The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese Muslim text attributed to the Saint of Bonang, The Hague: Martinus Nijhoff
  • Wawancara dengan Juru Kunci Makam Sunan Bonang
  • Http//:www.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar