Alhamdulillah, segala Puja dan
Puji Syukur atas Kehadirat Ilahi Rabbi yang mana berkat Hidayah dan Ma’unahnya
kami bisa mnyelesaikan hasil Laporan Praktek Kuliah Lapang ini dengan rampung.
Yang kedua. Shalawat serta
Salamullah semoga tetap tercurah limpahkan atas junjungan Nabi besar kita yakni
Nabi Muhammad SAW yang mana berkat jerih payah beliau kita bisa mneikmati
indahnya ilmu dengan adanya Dinul Islam.
Alhamdulillah, Laporan Praktek
Kuliah Lapang ini dapat kami selesaikan tepat waktu, dalam laporan ini kami
diberi kesempatan untuk meneliti dan mengobservasi Sejarah Biografi Sunan
Bonang.
Dalam hasil laporan ini, kami
membahas mengenai biografi beliau, peninggalan-peninggalan beliau, serta
silsilah dari beliau sampai ke Nabi Muhammad SAW.
Tak ada gading yang tak retak,
mungkin seperti itulah kami menggambarkan makalah hasil Laporan Praktek Kuliah
Lapang ini yang masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang besifat konstruktif dari beragai pihak agar makalah hasil
Laporan selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Kelompok
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
Sunan Bonang nama aslinya adalah
RADEN MAKDUM IBRAHIM. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Dewi Candrawati.
Dewi Candrawati adalah putri Prabu Brawijaya Kertabumi. Dengan demikian Sunan
Bonang masìh ada hubungan dengan Keluarga Besar Majapahit. Raden Makdum Ibrahim
sesudah selesai belajar dengan Sunan Ampel dì Surabaya bersama Raden Paku
beliau meneruskan pelajaranya ke Samudra Pasai.
Disana beliau berguru kepada Syeh
Maulana Ishak(Paman Sunan Ampel)dan beberapa ulama besar ahli tasawwuf dari
Baghdad dan Iran. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam atau tauhid.
Sekembalinya ke tanah jawa Raden
Makdum Ibrahim berdakwah di daerah Tuban. Cara berdakwah beliau sangat unik dan
bijaksana. Beliau dapat mengambil hati rakyat untuk datang ke Masjid dengan
menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat, beliau sangat ahli dalam
membunyikan gending yang disebut bonang, itu sebabnya rakyat Tuban kemudian
mengenlnya sebagai Sunan Bonang.
Sunan Bonang sering berdakwah
keliling, hingga wafatnya beliau sedang berdakwah di daerah di Pulau Bawean.
Oleh murid-muridnya jenazahnya diminta untuk dimakamkan di Tuban namun oleh
murid-muridnya yang di Bawean tidak boleh, hingga malam harinya jenazah Sunan
Bonang dilarikan ke Tuban oleh murid-muridnya yang di Tuban, anehnya di Bawean jenazah
Sunan Bonang masih ada hanya kain kafanya tinggal satu.
Dengan demikian kuburan Sunan
Bonang ada dua yang satu di barat Masjid Sunan Bonang Tuban. Yang satunya lagi
di kampung Tegal Gubuk(Barat Tambak Bawean).
Adapun tujuan dari pembuatan Laporan
Praktek Kuliah Lapang ini adalah sebagai berikut :
A.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia
II Semester II Jurusan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah
B.
Untuk mengetahui sejarah Sunan Bonang dan Tempat Beliau
dimakamkan
Adapun manfaat dari penulisan
makalah hasil Laporan Praktek Kuliah Lapang ini adalah sebagai berikut :
A.
Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menabah
wawasan dan pengetahuan mengenai Sejarah Sunan Bonang yang valid
B.
Bagi Mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat member
pengetahuan baru bagi teman-teman mahasiswa tentang sejarah dan biografi dari
sunan Bonang
C.
Bagi Peneliti Lain, sebagai bahan acuan, refrensi, dan
perbandingan untuk penelitian sejenis terutama penelitian tentang wai songo
terutama biografi Sunan Bonang
Rancangan penelitian ini
merupakan sebuah rangcangan dari keseluruhan penelitian yang akan diaksanakan,
sehingga akan diperoleh sebuah data yang valid sesuai dengan tujuan penelitian.
Menurut Arikunto (2006:45) rancangan penelitian adalah rancangan yang dibuat
oleh peneliti, sebagai sebuah kegiatan yang akan dilakukan. Jadi, rancangan
penelitian merupakan sebuah rencana yang dibuat oleh peneliti sebagai pedoman
dalam kegiatan penelitian agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan.
Penelitian ini bersifat
deskriptif analisis, karena dalam makalah Laporan Praktek Kuiah Lapang ini
menggunakan metode observasi dan wawancara secara langsug di tempat dan kepada
juru kunci di Makam Sunan Bonang di Tuban.
Lokasi penelitian merupakan
tempat peneliti melakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh data yang
diperlukan. Penentuan lokasi dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive
yaitu di Kabupaten Tuban, Tempat Makam Sunan Bonang.
Penelitian ini dilakukan di Tuban
karena memiliki data yang cukup valid tentang sejarah dan biografi Sunan
Bonang, serta memiliki guide yang cukup mumpuni dalam merekonstruksi kembali
sejarah Sunan Bonang.
Jenis data yang digunakan daam
penelitian ini terdiri dari dat primer dan sekunder. Data primer ini dapat
diperoleh dari responden Guide Makam Sunan Bonang di Tuban. Sedangkan Data
Sekunder dapat diperoleh dari pencatatan data yang bersumber dari Buku-Buku dan
Literatur lainya.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dat primer maupn data sekunder
A.
Data Primer
Data merupakan suatu fakta yang
berupa angka, symbol, kode, dan lain-lain. Data ini dapat diperoleh dari
pengamatan. Sehingga seseorang yang telah memperoleh fakta berupa catatn mauun
dalam bentuk lainnya berarti telah memperoleh data. Data primer adalah suatu
data utama yang digunakan sebagai Acuan Analisis dalam penelitian. Data
primer bagi peneliti adalah data yang
diperoleh dari responden penelitian yang biasanya diperoleh melalui wawancara
maupun angket
B.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan informasi
yang dapat mendukung penelitian. Jadi, data sekunder yang dimaksud adalah dari
lembaga yang terkait atau bukan dari responden, data sekunder ini seperti
literature pendukung, informan termasuk Guide di Makam Sunan Bonanng yang
terletak di Tuban, maupun data lain yang mendukung pula sebagai data sekunder
yang berhubungan dengan penelitian ini
Metode observasi adalah metode
pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara sistematis terhadap
suatu subyek yang diteliti atau merupakan salah satu metode yang digunakan
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan tentang gejala, fakta atau data yang
digunakan penelitian. Untuk membantu penelitian dalam bservasi digunakan alat
bantu berupa lembar observasi. Data yang diperoleh melalui metode ini tidak di
analisis melainkan dideskripsikan.
Metode wawancara merupakan metode
dengan cara Tanya jawab dengan subyek penelitian atau dengan informan. Teknik
wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara bebas terpimpin yakn peneliti
terlebih dahulu meyiapkan kerangka wawancara secara garis besar yang nantinya
dapat mengembangkan kerangka wawancara utnuk meperoleh data yang diinginkan
Metode dokumentasi dimaksudkan
untuk memperoleh data yang berasal dari surat-surat atau literature atau
dokumen atau bahkan benda-benda peninggalan yang ada di tempat penelitian,
untuk memperoleh daa tersebut dengan jalan menghubungi pihak yang akan dimintai
keterangan mengenai dokumen tersebut. Dokumen dalam penelitian ini digunakan
untuk memperoleh data Sejarah dan Biografi Sunan Bonang di Kabupaten Tuban
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti
nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Juru Kunci Makam Sunan Bonang. Kabupaten Tuban
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering
diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal,
kabar wafatnya beliau sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura.
Sang murid sangat mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke
Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain
kafan dan pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan
Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang
membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.
Tampak Depan. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban
Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut Sayyid
Kramat merupakan seorang Arab keturunan Nabi Muhammad.
Barang-Barang Peninggalan Sunan Bonang
3.2. Silsilah
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) bin
Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin
Ahmad Jalaludin Khan bin
Abdullah Khan bin
Muhammad Sohib
Mirbath (dari Hadramaut) bin
Ali Kholi' Qosam bin
Alawi Ats-Tsani bin
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
Alawi Awwal bin
Ubaidullah bin
Muhammad Syahril
Ali Zainal 'Abidin bin
Hussain bin
Barang-Barang Peninggalan Sunan Bonang
3.3. Karya Sastra
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al
Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
Gerbang Utama Menuju Makam Sunan Bonan
Jalan
Utama Menuju Makam Sunan Bonang yang Dipenuhi Para Pedagang
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya,
dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.
Tim Peniliti Sejarah Sunan Bonang di Tuban
3.4. Keilmuan
Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya.
Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian beliau
kombinasi dengan kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang
artinya hanya Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga menciptakan
gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Beliau ambil dari seni bentuk huruf
Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf
Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah
dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis
artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan
nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi
Al-Qur'an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak
murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang
ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh
generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia
Kegiatan Tim Peneliti saat melakukan Wawancara dengan Juru
Kunci Makam Sunan Bonang
Tamba Ati Iku Lima
Sak Warnane
Maca Qur'an
Angen-Angen Sak Maknane
Kaping Pindo,
Sholat Wengi Lakonana
Kaping Telu, Wong
Kang Soleh Kencanana
Kaping Papat Kudu
Wetheng Ingkang Luwe
Kaping Lima Dzikir
Wengi Ingkang Suwe
MENURUT tembang ini, ada lima
macam ''penawar hati'', atau pengobat jiwa yang ''sakit''. Yakni membaca
Al-Quran, mengerjakan salat tahajud, bersahabat dengan orang saleh, berzikir,
dan hidup prihatin. Inilah pula yang sering dilantunkan Emha Ainun Nadjib bersama
Kelompok Kyai Kanjeng, dalam sejumlah pergelarannya.
Di luar acara Emha, Tamba Ati
hingga kini masih kerap dinyanyikan sejumlah santri di pesantren dan masjid di
sejumlah desa. Tapi Cak Nun --demikian Emha biasa disapa-- bukan pencipta
''lagu'' itu. Tembang ini adalah peninggalan Raden Maulana Makdum Ibrahim, yang
lebih dikenal sebagai Sunan Bonang.
Makam Sunan Bonang. Banyak Diziarahi oleh Masyarakat
Pada masa hidupnya, Sunan Bonang
menyanyikan Tamba Ati untuk menarik warga masyarakat agar memeluk Islam. Pada
saat berdendang, pria yang diduga berusia 60 tahun itu menabuh gamelan dari
kuningan, yang dibuat oleh sejumlah warga Desa Bonang, Jawa Timur. Nama desa
inilah yang kemudian melekat pada gelar sang Sunan.
Meski terampil,
Sunan Bonang bukan putra penabuh gamelan. Ia justru putra Sunan Ampel, yang
menikah dengan Condrowati, alias Nyai Ageng Manila. Nyai Ageng merupakan anak
angkat Ario Tedjo, Bupati Tuban. Tidak ada catatan mengenai tanggal kelahiran
Raden Makdum. Diduga, ia lahir di daerah Bonang, Tuban, pada 1465.
Makam Sunan Bonang, Di sekitanya terdapat Makam-Makam Para
Habaib dan Para Pejabat Pemerintah
Sunan Ampel semula memberi ia
nama Maulana Makdum. Nama ini diambil dari bahasa Hindi, yang bermakna
cendekiawan Islam yang dihormati karena kedudukannya dalam agama. Semasa kecil,
Sunan Bonang sudah mendapat pelajaran dari ayahnya, Sunan Ampel, dengan disiplin
yang ketat. Tak heran jika dia pun, kemudian, terhisab ke dalam Wali nan
Sembilan.
Sunan Ampel kemudian mengirim
Sunan Bonang ke Negeri Pasai, Aceh masa kini. Di sana Sunan Bonang menuntut
ilmu pada Syekh Awwalul Islam, ayah kandung Raden Paku alias Sunan Giri.
Bersama Raden Paku, ia juga belajar pada sejumlah ulama besar yang banyak
menetap dan mengajar di Pasai, seperti ulama ahli tasawuf dari Baghdad, Mesir,
dan Iran.
Pulang dari menuntut ilmu, Sunan
Bonang diminta Sunan Ampel berdakwah di Tuban, Pati, Pulau Madura, dan Pulau
Bawean di utara Pulau Jawa. Seperti halnya Raden Paku alias Sunan Giri, yang
mendirikan pesantren di Gresik, Sunan Bonang juga mendirikan pesantren di
Tuban.
Dalam berdakwah, Sunan Bonang
kerap menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati masyarakat, antara lain
dengan seperangkat gamelan Bonang. Bila dipukul dengan kayu lunak, bonang itu
melantunkan bunyi yang merdu. Bila Sunan Bonang sendiri yang menabuhnya, gaung
sang bonang sangat menyentuh hati para pendengarnya.
Masyarakat yang mendengarnya
berbondong-bondong datang ke masjid. Sunan Bonang lalu menerjemahkan makna
tembangnya. Karena kekuatan suaranya itu pula, Sunan Bonang juga mendapat
julukan lain: Sang Mahamuni. Tembang itu berisi ajaran Islam, sehingga tanpa sengaja
mereka telah diberi penghayatan baru.
Pada masa itu, daerah Bonang
masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, yang mayoritas --dan
''resmi''-- beragama Hindu. Kebetulan, para penganut Hindu ketika itu sangat
akrab dengan musik gamelan. Pengaruh gendingnya cukup melegenda. Bahkan gamelan
itu telah menjadi bagian dari cerita kesaktian Sunan Bonang.
Misalnya dikisahkan, ia pernah
menaklukkan Kebondanu, seorang pemimpin perampok, dan anak buahnya, hanya
menggunakan tembang dan gending Dharma dan Mocopat. Begitu gending ditabuh,
Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu menggerakkan tubuhnya. ''Ampun...
hentikan bunyi gamelan itu. Kami tak kuat,'' begitu konon kata Kebondanu.
Setelah diminta bertobat,
Kebondanu dan gerombolannya pun menjadi pengikut Sunan Bonang. Tapi, kesaktian
Sunan Bonang tak hanya terletak pada gamelan dan gaungnya. Cerita lain
mengisahkan seorang brahmana, yang berlayar dari India ke Tuban. Tujuannya:
ingin mengadu kesaktian dengan Sunan Bonang.
Namun, sebelum
mendarat di Tuban, kapalnya dihajar ombak. Akibatnya, kitab-kitab kesaktiannya
hanyut terbawa air. Beruntung, sang brahmana berhasil mencapai pantai. Di
tepian laut itu ia berjumpa dengan seorang pria berjubah putih. Kepada pria itu
ia menyatakan ingin berjumpa dengan Sunan Bonang untuk uji kesaktian.
Masjid Agung Tuban, di Belakangnya Terdapat Makam Sunan
Bonang
Tapi, demikian katanya, ia tak
lagi mampu melakukannya, karena semua kitabnya sudah raib di telan ombak. Pria
berjubah itu mencabut tongkatnya yang tertancap di pasir pantai. Air muncrat
dari lobang bekas tongkat itu... bersama semua kitab sang brahmana. Setelah
pria tadi menyebut namanya, yang tiada lain daripada Sunan Bonang, Brahmana itu
berlutut.
Pada masa hidupnya, Sunan Bonang
termasuk penyokong kerajaan Islam Demak, dan ikut membantu mendirikan Masjid
Agung Demak. Oleh masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin bala
tentara Demak. Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai
panglima tentara Islam Demak.
Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan
Bonang pula yang mengangkat Sunan Kudus sebagai panglima perang. Nasihat yang
berharga diberikan pula pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi
Majapahit. Selain itu, Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang
memuaskan banyak orang, melalui sidang-sidang ''pengadilan'' yang dipimpinnya.
Misalnya dalam kisah pengadilan
atas diri Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang. Lokasi ''pengadilan'' itu
sendiri punya dua versi. Satu versi mengatakan, sidang itu dilakukan di Masjid
Agung Kasepuhan, Cirebon. Tapi, versi lain menyebutkan, sidang itu
diselenggarakan di Masjid Agung Demak. Sunan Bonang juga berperan dalam
pengangkatan Raden Patah.
Dalam menyiarkan ajaran Islam,
Sunan Bonang mengandalkan sejumlah kitab, antara lain Ihya Ulumuddin dari
al-Ghazali, dan Al-Anthaki dari Dawud al-Anthaki. Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami
dan Syekh Abdul Qadir Jaelani. Ajaran Sunang Bonang, menurut disertasi JGH
Gunning dan disertasi BJO Schrieke, memuat tiga tiang agama: tasawuf,
ussuludin, dan fikih.
Ajaran tasawuf, misalnya, menurut
versi Sunan Bonang menjadi penting karena menunjukkan bagaimana orang Islam
menjalani kehidupan dengan kesungguhan dan kecintaannya kepada Allah. Para
penganut Islam harus menjalankan, misalnya, salat, berpuasa, dan membayar
zakat. Selain itu, manusia harus menjauhi tiga musuh utama: dunia, hawa nafsu,
dan setan.
Untuk menghindari ketiga
''musuh'' itu, manusia dianjurkan jangan banyak bicara, bersikap rendah hati,
tidak mudah putus asa, dan bersyukur atas nikmat Allah. Sebaliknya, orang harus
menjauhi sikap dengki, sombong, serakah, serta gila pangkat dan kehormatan.
Menurut Gunning dan Schrieke, naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah Wali
Songo yang relatif lebih lengkap.
Ajaran wali yang lain tak
ditemukan naskahnya, dan kalaupun ada, tak begitu lengkap. Di situ disebutkan
pula bahwa ajaran Sunan Bonang berasal dari ajaran Syekh Jumadil Kubro,
ayahanda Maulana Malik Ibrahim, yang menurunkan ajaran kepada Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria.
Sunan Bonang wafat di Pulau
Bawean, pada 1525. Saat akan dimakamkan, ada perebutan antara warga Bawean dan
warga Bonang, Tuban. Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau
mereka, karena sang Sunan sempat berdakwah di pulau utara Jawa itu. Tetapi,
warga Tuban tidak mau terima. Pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid
dari Bonang mengendap ke Bawean, ''mencuri'' jenazah sang Sunan.
Esoknya, dilakukanlah pemakaman.
Anehnya, jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean!
Karena itu, sampai sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat. Satu di Pulau
Bawean, dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja,
Tuban. Kini kuburan itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap
halaman dibatasi tembok berpintu gerbang.
Sunan
Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim.
Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa
di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama
marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Sunan
Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa
Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi
makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat beliau meninggal, kabar wafatnya
beliau sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat
mengagumi beliau sampai ingin membawa jenazah beliau ke Madura. Namun, murid
tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan
pakaian-pakaian beliau. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang
yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa
jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.
Dalam
Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut Sayyid Kramat merupakan seorang Arab
keturunan Nabi Muhammad.
Makam
Sunan Bonang berada di Pusat Kota, tepatnya di belakang Masjid Agung Tuban.
Seperti halnya tempat Wisata religi Walisongo lainnya, memasuki kawasan wisata
Religi makam Sunan Bonang banyak terdapat Deretan Toko dan kios dengan beraneka
barang dagangannya.Pada bagian awal memasuki kawasan ini akan tampak tiruan
Gapura berbentuk paduraksa. Jarak sekitar 100 meter selanjutnya ada gapura
dengan satu pintu masuk di bagian tengah. Gapura itu cukup rendah sehingga
untuk memasuki harus dengan agak menunduk.Gapura yang berwana putih dengan
hiasan tulisan arab di bagian atas dan Ukir-ukiran itu tingginya sekitar 2,5
meter dengan atap terbuat dari kayu dan berbentuk sirap. Melewati gapura ini
sekitar 10 meter berikutnya ada lagi gapura berbentuk paduraksa dan dengan
tinggi sekitar 5 meter.Pada gapura yang pada beberapa bagiannya banyak
ditumbuhi Lumut ini terdapat tiga pintu masuk. Pintu masuk di bagian tengah
tampak lebih tinggi dibanding pintu masuk di sebelah kanan dan kirinya.
Adapun saran-saran yang dapat
kami berikan adalah sebagai berikut :
A.
Untuk Mahasiswa, Belajarlah dari Sejarah Masa Lalu, Untuk
Mempersipakan Diri di Masa Depan.
- B.J.O. Schrieke, 1916, Het Boek van Bonang, Utrecht: Den Boer
- G.W.J. Drewes, 1969, The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese Muslim text attributed to the Saint of Bonang, The Hague: Martinus Nijhoff
- Wawancara dengan Juru Kunci Makam Sunan Bonang
- Http//:www.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar