Puja dan Puji syukur kami haturkan
kepada Allah SWT,yang mana berkat Hidayah, dan Maunahnya kami bia menyelesaikan
makalah ini dengan rampung.
Yang kedua, shalawat serta salamullah
semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mana berkat
jerih payah beliau kita bias menikmai indahnya hidup dengan adanya Dinul Islam.
Dalam pnulisan makalah kali ini, kami
mempunyai kesempatan untuk mengangkat tema “Zaman Mesolithikum”, yang mana
dengan tema kali ini, kami berusaha untuk menggali lebih dalam lagi akan ilmu
pengetahuan yang masih beum kami ketahui sebelumnya, terutama masalah zaman
meolithikum.
Dalam makalah ini, ada beberapa
pembahasan, yaitu mengenai zaman mesolithikum, benda-benda peninggalannya, dan
kebudayaannya.
Dalam penulisan makalah ini, masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat konstruktif, agar pada penulisan makalah yang selanjutnya bias lebih
baik lagi.
Kelompok
II
Daftar Pustaka .................................................................................................................
13
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka:
tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di mana
catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan bermula
pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di mana terdapat kehidupan di muka Bumi dimana manusia mulai hidup.
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa
prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah
zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya
zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban
bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada
saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di
Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari
zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang
seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti pra-sejarah hanya didapat dari
barang-barang dan tulang-tulang di daerah penggalian situs sejarah.
Ada beberapa rumusan yang kami jadikan
permasalahan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Apa yang disebut dengan Zaman Mesolithikum,?
2.
Apa Saja cirri-ciri dari Zaman Mesolithikum,?
Ada beberapa tujuan dari penulisan makalah ini,
yaitu :
1.
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Indonesia 1.
2.
Untuk menjadi bahan latihan bagi kami sebagai
kelompok II dalam mengidentifikasi sejarah masa lampau.
Ada beberapa manfaat dalam penulisa makalah
ini, yaitu :
1.
Untuk memberikan pengetahuan baru bagi para
pembaca tentang Zaman Mesolithikum
2.
Untuk memberikan pengetahuan baru bagi kami sebagai
kelompok II dalam mengidentifikasi Zaman Mesolithikum
Mesolitikum (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) atau "Zaman
Batu Pertengahan" adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi
manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.
Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya "Jaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Pre-historic
Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu
sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe.
Ciri zaman Mesolithikum:
v Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
v Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni
masih merupakan alat-alat batu kasar.
v Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken
Mondinger (sampah dapur)
v Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak
pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu
kali yang dibelah.
v Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Flores.
v Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa
Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung
mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.
Empat bagian penting kebudayaan
Mesolithikum:
v Pebble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam dari Kjoken Mondinger)
v Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)
v Flakes Culture (kebudayaan alat serpih dari Abris Saus Roche)
v Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Manusia pendukung
kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua--Melanosoid
Kjokkenmoddinger
adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan
modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah
dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit
kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera
yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan
bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr.
P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan
hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper
(kapak genggam Palaeolithikum).
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein
Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan
kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut
dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan
lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak
tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga
ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang
disebut dengan hachecourt/kapak pendek.
Selain kapak-kapak yang ditemukan
dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta
landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga
dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah
merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.
2.2.2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
Berdasarkan
alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo -
Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung
panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan
juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari
alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung
Bone Culture.
Abris
Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada
zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan
binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr.
Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa
Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari
batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang
berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di
antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah
alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone
Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan
Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum.
Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro
Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh
Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche
terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan
flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa
tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin
dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai
keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu
kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan
Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun
3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche
juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut
dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata
panah yang terbuat dari batu indah.
Kebudayaan
ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam,
Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali,
seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang
meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya
diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna
merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup.
Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini
banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah
bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi
pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke
Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh,
yakni:
v Kebudayaan pebble dan alat-alat dari
tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.
v Kebudayaan flakes yang datang ke
Indonesia melalui jalur timur.
Dengan
adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai
pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian
terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin
daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka
ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan
daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan
flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di
pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes
berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan
Filipina.
Kebudayaan Toala dan yang serumpun
dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari
batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis,
obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam
gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada
keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan
tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat
lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat
merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda berkabung.
Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau
Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.
Dari
uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa :
1.
Mesolitikum (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) atau "Zaman
Batu Pertengahan" adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi
manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.
2.
Ciri-Ciri dai Zaman Mesolithikum Adalah Sebagai
Berikut :
v Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
v Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni
masih merupakan alat-alat batu kasar.
v Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken
Mondinger (sampah dapur)
v Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak
pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu
kali yang dibelah.
v Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Flores.
v Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa
Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung
mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Supriyatna, 1998, "Sejarah Dunia",
Jakarta, Kurnika.
2.
Umam, Hadi, 1994, "Pra-Sejarah di
Dunia", Bandung, PT. Kranz Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar