BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Perbedaan
individu penting dibahas dan dipahami oleh pendidik agar para pendidik bisa
memahami perbedaan dari asing-masing peserta didik. Setiap individu mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga sering timbulnya permasalahan akibat
perbedaan itu. Permasalahan ini kita akan mengetahui berbagai macam perbedaan
individu, diantaranya perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan bahasa, perbedaan
kecakapan motorik, perbedaan latar belakang, perbedaan bakat, perbedaan
kesiapan belajar, perbedaan tingkat pencapaian, perbedaaan lingkungan keluarga,
latar belakang budaya dan etnis, dan faktor pendidikan.
Perkembangan
zaman menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan
meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dsb. Akibatnya ialah
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu, misalnya, pengangguran,
syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan kesempatan pendidikan,
perencanaan dan pemilihan pendidikan, masalah hubungan sosial, masalah
keluarga, keuangan, masalah pribadi, dsb. Walaupun pada umumnya masing-masing
individu berhasil mengatasi dengan sempurna, sebagian lain masih perlu
mendapatkan bantuan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian dari Individu ?
1.2.2. Apa saja perbedaan Individu ?
1.2.3. Faktor apa saja yang menyebabkan
terjadinya perbedaan individu ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Individu
dan Karakteristiknya
2.1.1. Pengertian Individu
“Manusia” adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut
pandang. Sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi salah satu
objek filsafat, baik objek formal yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya
manusia dengan berbagia kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai
makhluk yang berpikir atau homo sapiens,
makhluk yang berbuat atau homo faber, makhluk
yang dapat dididik atau homo educandum
dan seterusnya. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa
yang dimaksud dengan manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang
merupakan pengejawantahan manunggalnya berbagai berbagai ciri atau karakter
hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar berbagai segi, yaitu
antara segi (i) individu dan sosial, (ii) jasmani dan rohani, dan (iii) dunia
dan akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan
antara manusia dengan dirinya, manusia dengan sesame manusia, manusia dengan
alam sekitar atau lingkungannya, dan manusi dengan Tuhan.[1]
Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan
hakekat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial. Individu
berasal dari kata latin, “individuum” yang artinya tak terbagi.
Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang
paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai
keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas
yaitu sebagai manusia perseorangan. Dalam
kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual
yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Individu menurut konsep
Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk
ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang
meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.[2]
Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu
masyrakat yang menjadi latar belakang keberadaanya. Individu berusaha mengambil
jarak dan memproses dirinya untuk membentuk perilakunya yang selaras dengan
keadaan dan kebiasaan yang sesuai dengan perilaku yang telah ada pada dirinya. Manusia
sebagai individu salalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang
sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan
lingkungan yang dapat membentuknya pribadinya. Namun tidak semua lingkungan
menjadi faktor pendukung pembentukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi
penghambat proses pembentukan pribadi.[3]
Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap individu dan
khususnya terhadap pembentukan individualitasnya adalah besar, namun sebaliknya
individu pun berkemampuan untuk mempengaruhi masyarakat. Kemampuan individu
merupakan hal yang utama dalam hubungannya dengan manusia.
Manusia sebagai makhluk
individu adalah bahwa manusia itu merupakan keseluruhan atau totalitas yang
tidak dapat dibagi. Maksudnya, manusia tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan
raganya, rohani dan jasmani. Setiap manusia memiliki berbagai potensi
manusiawi, seperti bakat, minat, kebutuhan sosial – emosional - personal, dan
kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi itu perlu dikembangkan melalui proses
pendidikan dan pengajaran, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara utuh
menjadi manusia dewasa atau matang.[4]
Sejak lahir, bahkan
sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikofisis
atau psikosomatis yang tetrus mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan sifat kodrat manusia yang harus
mendapat perhatian secara saksama.
Dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan – kebutuhan. Pada awal
kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang
terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah
terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal
lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman,
keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan
non fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.
2.1.2.
Karakteristik Individu
Karakteristik individu itu sendiri
adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil
dari pembawaan dan lingkungannya. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang
dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial
psikologis. Pada masa lalu,
terdapat keyakinan serta kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan
lingkungan. Hal tersebut merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor yang
terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Akan tetapi, makin
disadari bahwa apa yang dirasakan oleh banyak anak, remaja, atau dewasa
merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor -faktor
biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.[5]
Nature dan Nurture merupakan
istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik - karakteristik
individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Nature (alam,
sifat dasar) adalah karakteristik yang dimiliki setiap individu dari sejak dia
kecil. Nurture (pemeliharaan, pengasuhan) adalah karakteristik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Sejauh mana seseorang
dilahirkan menjadi seorang individu atau sejauh mana seseorang dipengaruhi
subjek penelitian dan diskusi. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan
faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang
berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.[6]
Mengenai karakteristik individu, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.
Karakteristik yang berkenaan dengan
kemampuan awal (prerequisite skills), seperti kemampuan intelektual, berpikir,
dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor.
2.
Karakteristik yang berhubungan
dengan latar belakang dan status sosio - kultural.
3.
Karakteristik yang berkenaan dengan
perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan, minat, dan lainnya.
Pemahaman karakteristik ini sangat penting dalam
proses belajar mengajar, sehingga bagi seorang guru informasi mengenai
karakteristik individu sangat beguna dalam memilih dan menentukan pola-pola
pengajaran yang lebih tepat, yang dapat menjamin kemudahan belajar bagi setiap
peserta didik.[7]
2.2.
Perbedaan
Individu
Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta
yang menonjol, yaitu :
(i) semua diri manusia mempunyai
unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya, dan
(ii) di dalam pola yang bersifat umum
dari apa yang membentuk warisan manusia – secara biologis dan sosial – tiap-tiap
individu mempunyai kecenderungan berbeda.
Perbedaan
- perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan
bukan kualitatif.
Individu
menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.
Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan,
berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang
satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ii disebut perbedaan individu atau
perbedaan individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut
Landgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik
maupun psikologis.[8]
Secara
umum, perbedaan individual yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pengajaran dikelas adalah faktor – faktor yang menyangkut kesiapan anak untuk menerima pengajaran karena perbedaan tersebut
akan menentukan sistem pendidikan secara keseluruhan. Perbedaan - perbedaan
tersebut harus diselesaikan dengan pendekatan individualnya juga, tetapi tetap
disadari bahwa pendidikan tidak semata-mata bertujuan untuk mengembangkan
individu sebagai individu, tetapi juga dalam kaitannya dengan pola kehidupan
masyarakat yang bervariasi.
2.2.1.
Bidang-Bidang Perbedaan
Dalam
kaitannya dengan perbedaan individu hendaknya selalu diingat bahwa perbedaan
dalam kualitas atau ciri – ciri adalah berjenjang. Tidak ada penggolongan anak
– anak ke dalam satu kategori atau sama sekali tidak termasuk dalam suatu
kategori.[9]
Garry
1963 (Oxendine, 1984) mengkategorikan perbedaan individual ke dalam bidang –
bidang berikut:
1.
Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis
kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.
2.
Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan
keluarga, dan suku.
3.
Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan
sikap.
4.
Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.
5.
Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
Dalam
kehidupan setiap manusia berhubungan dengan manusia lain dan lingkungan di luar
dirinya. Tiap manusia berhubungan dengan manusia lain, dengan sesamanya.
Manusia juga berhubungan dengan Sang Pencipta atau dengan Tuhan-nya, maka
manusia beragama. Manusia hidup berkelompok dan berkeluarga, sesuai dengan
sifat dan genetic orang tuanya.[10]
Secara
kodrati, manusia memiliki potensi dasar yang secara esensial membedakan manusia
dengan hewan, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak.
Adapun
bidang – bidang dari perbedaannya, yakni:
a. Perbedaan Kognitif
Menurut
Bloom, proses belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, menghasilkan 3
pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy
bloom, yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan
kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti
pada dirinya terbentu suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan
secara sistematik untuk menjadi miliknya.[11]
Kemampuan
kognitif menggambarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap – tiap
orang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Proses belajr
mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang bernilai positif, diatur dan
direncanakan untuk mengembangkan faktor dasar yang telah dimiliki oleh anak.
Tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes
hasil belajar.
Inteligensi
(kecerdasan) sangat mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Antara
kecerdasan dan nilai kemampuan kognitif berkolerasi tinggi dan positif, semakin
tinggi nilai kecerdasan seseorang semakin tinggi kemampuan kognitifnya.
b. Perbedaan Individual dalam Kecakapan Bahasa
Bahasa
merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan.
Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa
merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk
ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan
berbahasa dangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta
faktor fisik (organ bicara).[12]
Banyak
penelitian eksperimental telah dilakukan dengan tujuan untuk menemukan faktor –
faktor psikologis yang mendasari
keberhasilan atau kegagalan dalam penguasaan bahasa. Individu – individu yang
memasuki kegiatan – kegiatan di sekolah formal, pada dasarnya telah membawa
kebiasaan – kebiasaan sebagai hasil belajar, baik dari lingkungan pendidikan
prasekolah maupun dari latar belakang kehidupan sebelumnya.
c. Perbedaan dalam Kecakapan Motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan
psikomotorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat
motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan. Kegiatan –
kegiatan tersebut terjadi karena kerja saraf yang sistematis.
Dari gambar di atas, saraf pusat (otak) yang melaksanakan
fungsi sentral dalam proses berpikir merupakan factor penting di dalam
koordinasi kecakapan motorik. Ketidaktepatan dalam pembentukan persepsi dan
penyampaian perintah, akan menyebabkan terjadinya kekeliruan respon dan atau
kegiatan – kegiatan yang kurang sesuai dengan tujuan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa inteligensi merupakan faktor dalam bentuk yang lebih tinggi dari
keterampilan motorik. Secara umum koordinasi motorik dan kecakapan untuk
melakukan suatu kegiatan yang kompleks membutuhkan keterampilan motorik yang
lebih kompleks pula.[13]
Kemampuan motorik dipengaruhi oleh kematangan pertumbuhan
fisik dan tingkat kemampuan berpikir. Karena kematangan pertumbuhan fisik dan
kemampuan berpikir setiap orang berbeda-beda, maka hal itu membawa akibat
terhadap kecakapan motorik masing – masing, dan dengan demikian kecakapan
motorik setiap individu akan berbeda -beda pula.[14]
d. Perbedaan dalam Latar Belakang
Dalam
suatu kelompok siswa, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing –
masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi
individu untuk menguasai bahan pelajaran.
Minat
dan sikap individu terhadap sekolah dan mata pelajaran tertentu, kebiasaan –
kebiasaan kerja sama, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan –
bahan pelajaran, dan kebiasaan – kebiasaan belajar semuanya merupakan faktor – faktor perbedaan antara para siswa.[15]
e. Perbedaan dalam Bakat
Bakat
merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan
berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan den pemupukan secara
tepat. Sebaliknya bakat tidak dapat berkembang sama sekali, manakala lingkungan
tidak memberikan kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada ransangan
dan pemupukan yang menyentuhnya.
Perkembangan
bakat dimiliki siswa secara individual. Meskipun inteligensi umum merupakan
faktor dari hamper semua atau bahkan semua bidang penampilan atau performasi,
namun hasil tes inteligensi yang selama ini dilaksanakan beum terkait dengan
beberapa bidang belajar seperti keterampilan motorik, musik, seni, dan olah
raga. Hasil tes inteligensi lebih banyak berhubungan dengan keberhasilan atau kemampuan
bidang akademik.
f.
Perbedaan dalam Kesiapan Belajar
Perbedaan
latar belakang keluarga dan lingkungan, yang meliputi perbedaan sosio-ekonomi
dan sosiokultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya, anak
– anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama
dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas, dalam hal ini pelajaran di
sekolah.[16]
Kondisi
fisik yang sehat, dalam kaitannya dengan kesehatan dan penyesuaian diri ang
memuaskan terhadap pengalaman – pengalaman, disertai dengan rasa ingin tahu
yang amat besar terhadap orang – orang dan benda – benda, membantu
berkembangnya kebiasaan berbahasa dan belajar yang diharapkan. Sikap apatis,
pemalu, dan kurang percaya diri, akibat dari kesehatan yang kurang baik, cacat
tubuh, dan latar belakang yang miskin pengalaman, mempengaruhi perkembangan
pemahaman dan ekspresi diri.
2.3.
Aspek-Aspek
Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
Dalam
pembahasan materi ini, pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan
perubahan – perubahan fisik yang secara kuantitatif semakin besar dan atau
panjang, sedangkan istilah perkembangan diberi makna dan digunakan untuk
menyatakan terjadinya perubahan – perubahan aspek psikologis dan aspek sosial.[17]
Perkembangan - perkembangan dasar
atau esensi dari lingkungan belajar - mengajar yang sehat adalah suasana
belajar yang secara nyata dapat menumbuhkan munculnya perasaan yang terdapat
antara siswa dan guru di dalam kelas. Perasaan - perasaan yang mendasari
transaksi belajar mengajar tersebut tergantung pada peran guru dalam
menciptakan situasi belajar yang kondusif dan sehat adalah situasi belajar yang
dapat menumbuhkan perasaan dekat antara guru dan anak, merasa saling
membutuhkan, saling menghargai, dan sebagainya. Dengan perasaan salaing
memperhatikan yang terdapat antara guru dan anak dalam proses belajar mengajar,
sikap guru yang merupakan cerminan perasaan yang melandasi transaksi belajar
mengajar diantaranya adalah:
ü Penerimaan (acceptance),
sikap ini meliputi pengenalan dan pengakuan terhadap berbagai kemampuan dan
keterbatasan mental, emosi, fisik, dan sosial yang dimiliki anak.
ü Rasa aman,
rasa ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu memperoleh pemenuhan
sehingga dalam proses belajar mengajar diperlukan pula adanya rasa disayangi
dan diterima oleh kelompok dan guru.
ü Pemahaman
akan adanya individualitas (differences), pemahaman pendidik bahwa tidak
ada manusia yang sama serta perilaku siswa selalu bersifat unik menjadikan
diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai perilaku anak.
Setiap individu pada hakikatnya akan
mengalami pertumbuhan dan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek –
aspek intelek, emosi, social, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta
sikap.
2.3.1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik adalah
perubahan - perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan remaja. Perubahan - perubahan ini meliputi: perubahan ukuran tubuh,
perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin yang utama (primer)
dan ciri kelamin kedua (sekunder). Penyebab perubahan pada masa remaja adalah
adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endokrin. Endokrin
adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran untuk mengalirkan hasil sekresi
(pengeluaran hasil kelenjar atau sel secara aktifnya.[18]
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih
besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga
ia dewasa.
a.
Pertumbuhan Sebelum Lahir
Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan
(pertemuan set telur dan sperma) yang membentuk suatu set kehidupan, yang
disebut embrio. Embrio manusia yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar
setengah sentimeter. Pada umur dua bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua
setengah sentimeter dan disebut janin atau "fetus". Baru setelah satu
bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga bulan), janin atau fetus
tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil. Masa sebelum lahir
merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang
sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ - organ
tubuh dan susunan jaringan saraf membentuk sistem yang lengkap. Pertumbuhan dan
perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada dasarnya merupakan
pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing - masing komponen
biologis mampu berfungsi secara mandiri.
b.
Pertumbuhan Setelah Lahir
Pertumbuhan fisik
manusia setelah lahir merupakan lanjutan pertumbuhannya sebelum lahir dan
berlangsung sampai masa dewasa. Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya,
ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan
semula dan berat badannya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak
lahir sampai dengan umur 25 tahun, perbandingan ukuran badan individu, dari
pertumbuhan yang kurang proporsional pada awal terbentuknya manusia sampai
dengan proporsi yang ideal di masa dewasa. Dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar di atas
menunjukkan bahwa setiap bagian fisik seseorang individu akan terus mengalami perubahan
karena pertumbuhan, sehingga masing – masing komponen tubuh akan mencapai
tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya. Jaringan saraf otak atau saraf
sentral akan tumbuh dengan cepat karena saraf pusat itu akan menjadi sentral
dalam menjalankan fungsi jaringan saraf di seluruh tubuh manusia.
Pertumbuhan fisik
manusia berbeda dengan pertumbuhan fisik pada hewan. Pada aal setelah bayi itu
dilahirkan, respon terhadap segala ransangan dari luar dirinya dilakukan secara
refleks dan belum terkoordinasi. Respon yang bersifat refleks ini akan berakhir
atau menjadi lebih terarah apada sasaran saat bayi berumur 4 sampai 5 bulan.[19]
Kapasitas saraf
sensoris seorang bayi sangat berbatas. Bai yang baru lahir pendengarannya amat
baik dan penglihatannya masih lemah. Begitu pula saraf sensoris yang lain
seperti perabaan, penciuman, dan pencernaan berkembang sejalan dengan saraf
penglihatan. Perkembangan fungsi saraf sensoris semakin sempurna dan lengkap,
sehingga anak mampu menginterpretasikan apa yang ia lihat, dengar, sentuh, dan
rasakan. Semua ini merupakan potensi yang berfungsi bagi terbentuknya
pengetahuan seseorang.
Pertumbuhan dan
perkembangan fungsi biologis setiap orang memiliki pola dan urutan yang
teratur. Pola dan urutan pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisik ini di ikuti
oleh perkembangan kemampuan mental spiritual dan perkembangan sosial.
Pertumbuhan fisik anak
di bagi menjadi empat periode utama, dua periode di tandai dengan pertumbuhan
yang cepat dan dua periode lainnya di cirikan oleh pertumbuhan yang lambat.[20]
Menurut Muhammad Syafi,I di kutip dari Prof. Dani Al Hafiz,
secara garis besar tumbuh kembang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
Ø Tumbuh kembang fisik; meliputi
perumahan dalam ukuran besar dan fungsi individu.
Ø Tumbuh kembang intelektual; meliputi
kepandaian komunikasi, bermain, berhitung dan membaca.
Ø Tumbuh kembang emosional; meliputi
kemampuan membentuk ikatan batin, berkasih sayang, menangani kegelisahan,
mengelola sifat agresif/marah.
Perlu diingat bahwa pertumbuhan dan perkembangan setiap
individu bersifat unik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
faktor genetik (faktor bawaan), lingkungan (baik itu biologis ataupun
psikologis) dan perilaku (keadaan/perilaku pada keluarga). Agar pertumbuhan dan
perkembangan anak optimal, harus diperhatikan:
Ø Lingkungan; harus mendukung
kesehatan biologis dan psikologis anak
Ø Gizi; harus cukup dan seimbang
Ø Keteraturan ke pelayanan kesehatan;
meliputi pemberian imunisasi
Ø Istirahat dan tidur; harus cukup,
hindari kelelahan.
2.3.2. Intelek
Menurut Wechler merumuskaan intelektual/intelligensi sebagai
"keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Intelegensi/intelektual bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu
fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan
kemampuan intelektual”.( Dani, 2008) . Perkembangan dapat diartikan ”suatu
proses perubahan pada diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah)
maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis progresif, dan berkesinambungan” (Syamsu
Yusuf: 83). Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan
perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih
maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana
proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin,
2006 : 21-22).
Hubungannya dengan intelektual remaja bahwa inteligensi
bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatui fiksi ilmiah untuk
mendeskripsiskan prilaku induvidu yang berkaitan dengan kemampuan
intelektualnya. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini, para ahli
mempunyai pengertian yang beragam. Diantaranya menurut C.P. Chaplin (1975)
mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri
terhadap situasi baru secara cepat dan efektif (Syamsu Yusuf).
Intelek atau daya pikir berkembang sejalan dengan
pertumbuhan saraf otak. Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak,
maka kemampuan intelektual yang lazim atau kemampuan berpikir, dipengaruhi oleh
kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik.
Perkembangan lebih lanjut tentang perkembangan intelek ini
ditunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan menolak dan memilih sesuatu.
Tindakan itu berarti telah mendapatkan proses mempertimbangkan atau proses
analisis, evaluasi sampai dengan kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan.
Perkembangan kemampuan berpikir ini dikenal sebagai perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif seseorang menurut Piaget (Sarlito, 1991) mengikuti tahap
– tahap sebagai berikut.
1.
Tahap pertama : Masa
sensori motorik ( 0,0 - 2,5 tahun ).
Masa ketika bayi
mempergunakan sistem pengindraan dan aktifitas motorik mengenal lingkungannya.
Bayi memberikan reaks motorik atas rangsangan – rangsangan yang diterimanya
dalam bentuk reflex. Reflex – reflex ini kemudian berkembang lagi menjadi
gerakan – gerakan yang lebih canggi, misalnya berjalan.
2.
Tahap kedua : Masa
pra-operasional (2,0 - 7,0 tahun).
Kemampuan anak
menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Kemampuan simbolik memungkinkan
anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah
lewat.
3.
Tahap ketiga : Masa
konkreto prerasional (7,0 - 11,0 tahun).
Melakukan berbagai macam tugas yang
konkret.
a. Identifikasi
: mengenali sesuatu
b. Negasi : mengingkari sesuatu
c. Reprokasi
: mencari hubungan timbal balik
antara beberapa hal.
4.
Tahap keempat : Masa
operasional (11,0 - dewasa).
Dalam usia remaja dan
seterusnya seseorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotesis, memperkirakan
apa yang mungkin terjadi, dan mengambil kesimpulan.
Menurut Andi Mappiare (1982) hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan intelek itu antara lain:
1. Bertambahnya informasi yang disimpan
(dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.
2. Banyaknya pengalaman dan latihan - latihan
memecahkan masalah sehingga seseorang bisa berpikir proporsional.
3. Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan
keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis - hipotesis yang radikal,
kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak
memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
2.3.3. Emosi
Rasa dan perasaan
merupakan salah satu potensi yang khusus di miliki oleh manusia. Emosi
merupakan gejala perasaan di sertai dengan perubahan atau perilaku fisik.
Seperti marah yang di tunjukan dengan teriakan seorang yang gembira akan
melonjak-lonjak sambil tertawa lebar, dan sebaliknya.[21]
Emosi yang terkait pada hal - hal yang bersifat fisiologis
disebut sebagai emosi primer, biasanya berlangsung sejak bayi lahir hingga usia
6 bulan, dan mulai berkurang pada usia sekitar 1 tahun. Bentuk emosi primer
adalah gembira, sedih, tidak suka, marah, terkejut dan takut. Emosi - emosi
primer ini bisa di tampilkan dalam bentuk yang intens, kuat, atau bisa juga
ditampilkan dalam bentuk yang sedang - sedang saja. Pada usia sekitar 1½ tahun
yaitu setelah bayi mengenali bahwa diri berbeda dari orang lain maka bayi akan
mengembangkan emosi yang sekunder, yaitu emosi yang terkait dengan kesadaran
dirinya, disebut juga emosi yang dikaitkan dengan kehadiran orang lain. Emosi
sekunder ini juga akan mengalami perkembangan. Pada awalnya bayi mengembangkan
rasa empati (kalau melihat teman menangis, bayi ikut menangis), dia juga bisa
merasa iri pada anak lain atau pada adik kalau sudah ada adik, selain itu bayi
sudah bisa menunjukkan rasa malu. Empati, rasa iri dan rasa malu ini mulai
berkembang sekitar usia 1½ hingga usia 2 tahun.
Selanjutnya hingga usia 2½ tahun bayi bisa mengembangkan
rasa bangga akan diri, misalnya “Andi sekarang punya mobil baguuuusss sekali”.
Bersamaan dengan itu ia juga mengembangkan rasa bersalah dan rasa malu. Emosi -
emosi ini terkait dengan penilaian dia terhadap dirinya sendiri, karena disini
anak mulai mengenali aturan aturan sosial yang berlaku dan ia juga mulai bisa
menggunakan standar - standar atau aturan - aturan sosial yang berlaku di
lingkungannya untuk menilai tingkah lakunya secara sederhana.
Contohnya, “Arisman usia 3 tahun, karena tidak bisa
mengendalikan dirinya ketika marah pada teman, dia memukul teman hingga teman
menangis. Orang tua Arisman sudah pernah memberi tahu pada Arisman bahwa
memukul teman akan menyebabkan teman merasa kesakitan, jadi kalau teman
melakukan kekeliruan sebaiknya teman itu diberi tahu ,jangan dipukul. Ketika
melihat teman menangis, Arisman baru sadar bahwa dia melakukan kesalahan,
muncul rasa bersalah pada Arisman”.
Para ahli juga mengungkapkan bahwa rasa aman dan nyaman yang
terbina pada masa usia dini ini kelak akan membuat individu merasa bahwa
lingkungan itu aman dan nyaman, bahwa orang lain bukanlah tokoh yang
menakutkan. Rasa aman ini akan membuat anak lebih berani untuk melakukan
penjelajahan kedalam lingkungannya, dan akan memperkaya khasanah pengalaman
dalam pembentukan pribadi/individu kecilnya.[22]
2.3.4. Sosial
Bayi lahir dalam
keadaan yang sangat lemah. Ia tidak mampu hidup terus tanpa bantuan orang lain,
terutama ibunya, jadi setiap orang membutuhkan orang lain. Dalam proses
pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri. Setiap manusia memerlukan
lingkungan dan senantiasa akan memerlukan manusia lainnya. Akhirnya manusia
mengenal kehidupan bersama, kemudian bermasyarakat atau berkehidupan sosial. Dalam
perkembangannya setiap orang akhirnya mengetahui bahwa manusia itu saling
membantu dan di bantu , memberi dan di beri.
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai
makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato. Namun, untuk mewujudkan potensi
tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain
(ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan
dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
a) Proses sosialisasi dan perkembangan
sosial
Secepat
individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula
menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang
diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi. Perkembangan sosial, dapat diartikan sebagai sequence dari
perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk
sosial yang dewasa.
b) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan
hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5 - 16 tahun bahwa ada tiga pola
kecenderungan sosial pada anak, yakni withdrawal - expansive, reactivity - placidity
dan passivity - dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada
salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
2.3.5. Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana
pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan.
Bahasa merupakan anugerah dari Tuhan Allah, yang dengannya manusia dapat
mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta
mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan
budayanya.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir
individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya
yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik
kesimpulan. Fungsi bahasa adalah sebagai alat
komunikasi. Bicara adalah bahasa suara, bahasa lisan dan perkembangan awal
berbahasa lisan, bayi menyampaikan isi pikiran atau perasannya dengan tangis
atau ocehan. Perkembangan lebih lanjut bayi yang berusia 6 - 9 bulan mulai berkomunikasi dengan satu
kata atau dua kata. Dengan demikian seterusnya anak mulai mampu menyusun
kalimat tiga kata untuk menyatakan maksud atau keinginannya. Perkembangan pikiran itu dimulai
pada usia 1,6 - 2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau
tiga kata.[23]
Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun
pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun
pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat
menyusun pendapat:
1) Kritikan: “ini tidak boleh, ini
tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin,
bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan ke
khilafannya.
3) Menarik kesimpulan analogi, seperti:
anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya
tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.
Dalam
berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan
tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang
lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami
makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami
kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau
gesturenya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan
kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama,
kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia prasekolah dan terus meningkat
setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat,
kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum
usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu
kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara berpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan
hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar
anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan,
pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara
jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru
tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi
suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf - huruf
tertentu.
Ada
dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi ketika
berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya.
Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk:
a) adapted information, di sini terjadi saling tukar
gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari,
b) critism, yang menyangkut penilaian anak
terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain,
c) command (perintah), request
(permintaan) dan threat (ancaman),
d) questions (pertanyaan), dan
e) answers (jawaban).
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
1. Faktor Kesehatan. Kesehatan
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama
pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami
sakit terus - menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan
atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara
perkembangan bahasa anak secara normal, orangtua perlu memper hatikan kondisi
kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI,
makanan yang bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara reguler
memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas.
2. Inteligensi Perkembangan bahasa anak
dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak yang perkembangan bahasanya
cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal atau di atas normal.
3. Status Sosial Ekonomi Keluarga.
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial
ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin
mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang
berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan
oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga
kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya (Hetzer
& Reindorf dalam E. Hurlock. 1956).
4. Jenis kelamin (Sex). Pada
tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria
dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan
yang lebih cepat dari anak pria.
5. Hubungan Keluarga. Hubungan ini
dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan
memberikan contoh berbahasa kepada anak.
2.3.6. Bakat Khusus
Bakat merupakan
kemampuan tertentu yang di miliki oleh seseorang individu yang hanya dengan
rangsangan atau sedikit latihan kemampuan itu dapat berkembang.
Tiga dimensi bakat yang dikemukakan oleh
Guilford :
(i)
dimensi perceptual
(ii) dimensi
psikomotorik
(iii) dimensi
intelektual
Seseorang yang berbakat akan cepat dapat
di amati sebab kemampuan yang di miliki akan berkembang dengan pesat dan
menonjol. Bakat khusus merupakan salah satu kemampuan untuk bidang tertentu
seperti seni, olah raga, atau keterampilan.
Pemberian nama terhadap jenis - jenis
bakat biasanya dilakukan berdasar atas bidang apa bakat tersebut berfungsi,
seperti bakat matematika, bakat bahasa, bakat olah raga, bakat seni, bakat
musik, bakat klerikal, bakat guru, bakat dokter, dan sebagainya. Dengan
demikian, maka macam bakat akan sangat tergantung pada konteks kebudayaan di
mana seseorang individu hidup dan dibesarkan. Kondisi - kondisi
lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis
dan kebebasan psikologis. Anak akan merasa aman secara psikologis apabila:
a. Pendidik
dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan
kelemahannya, serta kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.[24]
b. Pendidik
mengusahakan suasana di mana anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain.
Memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga
menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.[25]
c. Pendidikan
memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan
perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut
pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatnya.
2.3.7.
Sikap, Nilai, dan Moral
Bloom mengemukakan
bahwa tujuan akhir proses belajar di kelompokkan menjadi tiga sasaran yaitu:
a. Penguasaan
pengetahuan (kognitif)
b. Pengiasaan
nilai dan sikap (afektif)
c. Penguasaan
psikomotorik
Masa bayi belum
mengenal moral, karena bayi belum mengenal nilai dan suara hati. Perilakunya belum
di bimbing oleh norma - norma moral. Pada awalnya pengenalan moral, nilai dan
perilaku serta tindakan itu masih bersifat paksaan akan tetapi sejalan dengan
perkembangan inteleknya berangsur - angsur anak mulai mengikuti berbagai
ketentuan yang berlaku di dalam kehidupannya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa :
3.1.1. Individu adalah Kata benda dari
individual yang berarti orang, perorangan, dan oknum (Kamus Echols &
Shadaly)
3.1.2. Perbedaan-Perbedaan Individu antara
lain :
a. Perbedaan Kognitif
b. Perbedaan Kecakapan Bahasa
c. Perbedaan Kecakapan Motorik
d. Perbedaan Latar Belakang
e. Perbedaan Bakat
f. Perbedaan Kesiapan Belajar
g. Perbedaan Tingkat Pencapaian
h. Perbedaan Lingkungan Belajar
3.1.3. Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individu dalam
pendidikan adalah :
a. Jenis Kelamin
b. Pengaruh Keluarga
c. Status Ekonomi
d. Pengalaman Belajar Sebelumnya
e. Kesesuaian bahan yang dipelajari
f. Dan tekhnik-tekhnik belajar
DAFTAR PUSTAKA
Desmita,
M.Si. (2005) "Psikologi Perkembangan Peserta Didik", Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Djaali, (2008), "Psikologi
Pendidikan", Bandung, Bumi Aksara.
Muhammad
Syafi.(2009). "Melihat Tingkah Anak:
Suatu Pendekatan dalam Pendidikan). Semarang: PT. Makmur Jaya.
M. Ngalim
Purwanto, (2004), "Psikologi Pendidikan", Jakarta, Rosda.
Nana Sudjana, (2004) "Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar", Jakarta,
Rosda.
Sudarwan Denim, (2007), "Perkembangan
Peserta Didik", Bandung, Alfabeta.
Syamsu Yusuf ,
Dkk, (2003), "Perkembangan Peserta Didik", Jakarta, Rajawali
Pers.
Sunarto,
Hartono Agung. (2008) ".Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta..
Uyu Wahyudin, (2011), " Penilaian
Perkembangan Anak Usia Dini ", Yogyakarta, Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar