BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan era globalisasi, batas Negara tak ada lagi sekat, informasi masuk
ruangan melalui media elektronik dan media cetak, upaya kerja keras guru dan
orang tua dalam membina karakter anak dihadapkan dengan life style gaya hidup
pada usia remaja.
Para orang tua berusaha keras untuk mewujudkan kebahagiaan bagi
anak-anaknya baik untuk sekarang maupun di masa yang akan datang, tetapi
kenyataan situasi kekinian sangat berbeda dengan masa ketika para guru dan
orang tua memasuki usia remaja, kemajuan IPTEKS telah membentuk sikap dan
pemikiran yang berbeda-beda dengan pengajaran guru dan nasihat orang tua.
Usaha pendidikan dalam mewujudkan karakter ideal murid melalui
implementasi pendidikan nilai secara kreatif dan termasuk keteladanan, walaupun
berat usaha ini perlu dilakukan oleh
guru, dalam upaya mewujudkan kebahagiaan otentik yang harus dicapai oleh setiap
individu.
Perilaku menyimpang, kekerasan, tawuran, dikarenan oleh hilangnya rasa
kebahagiaan yang remaja cari-cari selama ini
1.2. Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan dalam makalah ini yang kami jadikan permasalahan,
yaitu :
1.2.1. Apa definisi dari Guru ?
1.2.2. Apa pengertian dari pendidikan ?
1.2.3. Apa fungsi dari pendidikan ?
1.2.4. Apa tujuan dari pendidikan ?
1.3. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, ada beberapa tujuan, yaitu :
1.3.1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pengantar Ilmu Pendidikan.
1.3.2. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
pengertian dari guru. Dan hal-hal yang bersangkutan dengan guru.
1.3.3. Untuk mengetahui lebih dalam lagi
pengertian dari pendidikan, tujuan dan
fungsi pendidikan tersebut.
1.4. Manfaat
Ada beberapa manfaat dalam penulisan makalah ini, diantaranya :
1.4.1. Memberi pengetahuan baru bagi kami tentang
hakikat guru, Pendidikan dan fungsi-fungsi dari pendidikan.
1.4.2. Menambah pengetahuan baru bagi para pembaca
tentang definisi guru, pendidikan dan fungsi-fungsinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Guru
2.1.1. Pengertian dan Sebutan Istilah
Pendidik
Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain
untuk mencapai tingkat kemanusiaa yang lebih tinggi.[1]
Pendapat ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. [2]
Pendidik adalah orang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai
kedewasaan (Langeveld).
Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat memiliki sebutan yang
berbeda-beda. Pendidik di lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak
yang biasanya menyebut dengan sebutan ayah-ibu atau papa-mama. Pada lingkungan
pesantren biasanya disebut dengan sebutan Ustadz, Kyai. Pada lingkungan sekolah
biasanya disebut guru. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah.
Undang-Undang Dasar nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru
adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Ada beberapa istilah tentang guru yang dikemukakan oleh para ahli dan
istilah jawa, yaitu :
ü Pepatah Jawa
Guru
Adalah Digugu Dan Ditiru Yang Berarti Bahwa Guru Merupakan Sosok Yang Menjadi
Panutan Bagi Siswanya
ü Zakiyah Daradjat
Guru
Adalah Pendidik Profesional Karena Secara Implisit Ia Telah Merelakan Dirinya
Menerima Dan Memikul Sebagian Tanggung Jawab Pendidikan Yang Terpikul Di Pundah
Paa Orang Tua
ü Poerwadarminta
Guru
Adalah Orang Yang Kerjanya Mengajar
ü Supriyadi, 1999
Guru
Adalah Orang Yang Berilmu, Berakhlak, Jujur Dan Baik Hati, Disegani, Serta
Menjadi Teladan Bagi Masyarakat
ü William
Guru
Adalah Pemegang Kendali Dalam "Kendaraan" Pendidikan
ü Mohamad Surya
Guru
Adalah Orang Tua Di Sekolah Dan Orang Tua Adalah Guru Di Rumah.
ü Syaikh Muhammad
Guru
Adalah Tauladan Dalam Akhlaknya Yang Baik Dan Perangainya Yang Mulia
ü Umar Tirta & La Sula
Guru
Adalah Orang Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Dan Sasaran
Peserta Didik
ü M. Ngalim Purwanto
Guru
Adalah Seorang Yang Berjiwa Besar Terhadap Masyarakat Dan Negara
ü Oemar Hamalik
Guru
Adalah Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Merencanakan Dan Menuntun Murid-Murid
Untuk Melakukan Kegiatan-Kegiatan Belajar Guna Mencapai Pertumbuhan Dan
Perkembangan Yang Diinginkan
ü Syaiful Bari Djamarah & Aswan
Zain
Guru
Adalah Seseorang Yang Menjadi Salah Satu Sumber Belajar Yang Erkewajiban
Menyediakan Lingkungan Belajar Yang Kreatif Bagi Kegiatan Belajar Anak Didik Di
Kelas
2.1.2. Kedudukan Pendidik
Pendidik
merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan
segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam
perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas, paling
menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, pun pula dalam
penilaian hasil pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa. Oleh karena itu
pendidik merupakan sosok yang amat menentukan dalam proses keberlangsungan dan
keberhasilan pendidikan dan pembelajaran.
Dalam
konteks pendidikan formal di sekolah, guru sebagai pendidik mempunyai kedudukan
sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan anak usia dini. Tentu saja pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga pendidik profesional sebagaimana tadi dimaksud seyogyanya bisa
dibuktikan secara obyektif. Untuk itulah pada konteks sekarang ini sejak tahun
2007 di Indonesia dilakukan uji sertifikasi guru untuk selanjutnya bagi yang
lulus bisa diberikan sertifikat pendidik. Uji sertifikasi adalah suatu
pengujian melalui tes terhadap guru di Indonesia untuk memperoleh sertifikat
pendidik. Oleh karena kedudukan guru sebagai pendidik professional yang
ditandai dengan kepemilikan sertifikat profesi tersebut maka ia memiliki fungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
2.1.3. Hakikat Tugas dan Tanggung
Jawab Guru
Menurut
Raka Joni, hakikat tugas guru pada umumnya berhubungan dengan pengembangan sumber
daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan
kehidupan bangsa. Dengan perkataan lain bahwa guru mempunyai tugas membangun
dasar-dasar dari corak kehidupan manusia di masa yang akan datang.[3]
Dapat
dimengerti bahwa bila guru melakukan kesalahan maka dampaknya walaupun tidak
secara langsung akan terasa tidak kurang gawatnya dibandingkan dengan dampak
negative dari kesalahan medis yang dilakukan oleh dokter. Bila kesalahan yang
dilakukan dokter berdampak pada "Kematian" pasien (anak) dalam
waktu yang singkat, sedang kesalahan yang dilakukan oleh pendidik akan berakibat
"Kematian" anak dalam jangka waktu yang cukup lama
(potensi-potensi kemanusiaan "Terbunuh" oleh praktek pendidik
yang salah). Praktek pendidikan yang salah ini dalam ilmu pendidikan disebut
"Mal-Education" atau "Demagogie".
Dalam
proses pendidikan, pada dasarnya guru mempunyai tugas "mendidik dan
mengajar" peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan
tugas kehidupannya yang selaras dengan kodratnya sebagai manusia yang baik
dalam kaitan hubungannya dengan manusia maupun tuhan. Tugas mendidik guru
berkaitan dengan transformasi nilai-nilai dan pembentukan pribadi, sedang tugas
mengajar berkaitan dengan transformasi pengetahuan dan keterampilan kepada
peserta didik. Namun bagi guru di kelas, tugas mendidik dan mengajar merupakan
tugas yang terpadu dan saling berkaitan.
Mengajar
merupakan "Aktivitas Intensional" yakni suatu aktivitas yang
menimbulkan belajar. Guru mendiskripsikan, menerangkan, member pertanyaan, dan
mengevaluasi. Guru juga mendorong, memberikan sanksi hukuman dan ganjaran, dan
membujuk; pendek kata ia melakukan banyak hal agar peserta didik mempelajari
apa saja yang menurut pemikiran guru yang dipelajari peserta didik dalam cara
yang disepakati . guru-guru dibanding pendidik lain adalah lebih profesional,
dalam arti bahwa mereka lebih mengetahui :
v Apa yang mereka ajarkan.
v Bagaimana mengajarkannya.
v Siapa yang bisa mereka beri pelajaran.
Suatu
tugas pokok guru adalah menjadikan peserta didik mengetahui atau melakukan
hal-hal dalam suatu cara yang formal. Ini berarti bahwa ia menstrukturisasi
pengetahuan atau keterampilan-keterampilan dalam suatu cara yang sedemikian
rupa sehingga menyebabkan peserta didik tidak hanya mempelajarinya melainkan
juga mengingatnya dan melakukan sesuatu dengannya.[4]
Dalam
bahasa undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20, maka
tugas guru adalah :
A. Merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran.
B. Meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
C. Bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran.
D. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,
hokum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
E. Memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa.
Dengan
hakekat tugas guru yang sedemikian sebagaimana disebut di atas, maka terkait
dengan tugas tersebut ada dimensi tanggung jawab. Dalam konteks ini, guru-guru
yang baik adalah vital bagi suatu kemajuan dan juga keselamatan bangsa. Guru
meiliki tanggung jawab tidak hanya menyampaikan ide-ide, akan tetapi ia menjadi
suatu wakil dari suatu cara hidup yang kreatif, suatu symbol kedamaian dan
ketenangan dalam suatu dunia yang dicemaskan dan aniaya. Oleh karenanya, guru
merupakan penjaga peradaban dan pelindung kemajuan.[5]
Melalui
usaha guru, pola kemasyarakatan dapat dilestarikan dan diperbaiki. Ia juga
mengenalkan peserta didik dalam nilai-nilai etik, pencapaian-pencapaian budaya,
doktrin-doktrin politik, adat istiadat social dan prinsip-prinsip ekonomi yang
menentukan watak dan kualitas peradaban. Dalam konteks ini, guru pada
hakikatnya ditantang untuk senantiasa mengembang tanggung jawab moral dan
tanggung jawab ilmiah agar kebudayaan nasioal kita dapat bertahan identitasnya,
disamping dapat berkembang atau progresif dalam kompetisinya dengan
perkembangan budaya-budaya asing.
Dengan
tanggung jawab moral, guru dituntut untuk dapat mengejawantahkan nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara dalam diri pribadi,
karena nilai-nilai itu harus senantiasa terpadu dengan diri orang yang
menanamkan pada nilai agar usaha itu berhasil. Ini sesuai dengan prinsip
kesesuian antara apa yang dikatakan (baik) dengan apa yang dilakukan baik.
Dalam soal nilai-nilai ada kecenderungan bahwa tindakan guru lebih banyak
diikuti oleh peserta didik dari pada apa yang dikatakannya. Sedangkan tanggug
jawab ilmiah, berkaitan dengan transformasi pengetahuan dan keterampilan yang saat itu
menuntut guru senantiasa belajar untuk memperluas cakrawala dan perkembangan
wawasan pengetahuannya sesuai dengan perkembangan-perkembangan mutakhir,
disertai wawasan yang filosofis tentang pendidikan; sehingga pengambilan
kebijakan atau keputusan dalam praktek pendidikan tidak meninggalkan makna
hakikinya yaitu proses pemanusiaan manusia.
2.2. Pendidikan
2.2.1. Arti Pendidikan
Secara
historis, pendidikan dalam arti luas telah mulai dilaksanakan sejak manusia
berada di muka bumi ini. Adanya pendidikan adalah setua dengan adanya kehidupan
manusia itu sendiri. Dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula isi
dan bentuk termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Ini sejalan dengan
kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan.
Menurut
pendapat Suroso Prawiroharjo, salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak
diajarkan di lembaga pendidikan guru adalah yang menggambarkan pendidikan
sebagai bantuan pendidik untuk membuat peserta didik dewasa,[6]
artinya, kegiatan pendidik berhenti, tidak diperlukan lagi apabila kedewasaan
yang dimaksud yaitu kemampuan utuk menetapkan pilihan atau keputusan serta
mempertanggung jawabkan perbuatan dan perilaku secara mandiri, telah tercapai.
Konsep ini kemudian secara operasional diterjemahkan sedemikian rupa sehingga
pendidikan disamakan dengan persekolahan, dan terlebih lagi, ia diartikan
terutama member bekal pengetahuan kepada peserta didik yang dapat ia pergunakan
untuk menhadapi masa depannya. Konsep inilah yang dominan sehingga pembaharuan
isi kurikiulum ditambah dikurangi, diubah urutannya, dimutakhirkan dan
seterusnya. Bahkan demikian bernafsu kita member bekal hidup peserta didik
sehingga bobot kegiatan belajar telah merupakan beban yang tidak tertanggungkan
bagi peserta didik maupun bagi guru, untuk diselesaikan di dalam batas waktu
yang disediakan.
Konsep
tersebut di atas, secara global, menurut Philip H. Coombs, pendidikan secara
popular disamakan dengan persekolahan (schooling) yang lazim dikenal dengan
pendidikan formal, yang bergerak dan tingkat pertama Sekolah Dasar hingga
mencapai tingkat terakhir dan perguruan tinggi.[7]
Pendapat yang lebih luas, menurut Philips H Coombs, bahwa pendidikan dalam arti
luas disamakan dengan belajar, tanpa memperhatikan dimana, atau pada usia
berapa belajar terjadi. Pendidikan sebagai proses sepanjang hayat (Life Long
Process), dan seseorang dilahirkan hingga akhir hidupnya.
Menurut
George F. Kneller, bahwa yang disebut pendidikan adalah dapat dipandang dalam
arti luas dan dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses.
Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman
yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan
jiwa (Mind), watak (Character), atau kemampuan fisik (Physical
Ability) individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung terus (seumur
hidup).[8]
Dalam
arti teknis, pendidikan adalah proses di mana masyarakat melalui
lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah, Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga
lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan,
nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi kegenerasi.
Menurut
Jhon Dewey, pendidikan adalah rekontrusksi atau reorganisasi pengalaman yang
menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan
pengalaman selanjutnya.[9]
Dan menurut Frederick Mayer, Pendidikan adalah suatu proses yang menuntun
pencerahan umat manusia.[10]
Adapun
mengenai unsure-unsur yang secara esensial yang tercakup dalam pengertian
pendidikan adalah sebagai berikut :
v Dalam pendidikan terkandung
pembinaan (pembinaan kepribadian), pengembangan (pengembangan kemampuan-kemampuan
atau potensi-potensi yang perlu dikembangkan), peningkatan (misalnya dari tadak
tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengetahui siapa dirinya, bisa menjadi tahu
akan hakikat dirinya), serta tujuan (kea rah mana peserta didik akan diharapkan
dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin).
v Dalam pendidikan, secara implicit terjalin
hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di
dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi
sama dalam hal dayanya, yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses
pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan
keterampilan-keterampilan) yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
v Pendidikan adalah proses sepanjang
hidup dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan
segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu,
sebagai makhluk social dan sebagai makhluk Tuhan.
v Aktivitas pendidikan dapat
berlangsung dalam keluarga, dalam sekolah, dan dalam masyarakat (Lingkungan).
Dari
uraian diatas secara implisit terkandung betapa besarnya nilai pendidikan bagi
individu, masyarakat, dan suatu bangsa, karena pendidikan sangat berguna untuk
:
v Membentuk pribadi-pribadi yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan
tanggung jawab, mampu mengungkapkan dirinya melalui media yang ada, mampu
melakukan hubungan manusiawi, dan menjadi warga Negara yang baik.
v Membentuk tenaga pembangunan yang
ahli dan terampil serta dapat meningkatkan produktivitas, kualitas dan
efisiensi kerja.
v Melestarikan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara.
v Mengmbangkan nilai-nilai baru yang
dipandang serasi oleh masyarakat dalam menghadapi tantangan ilmu, tekhnologi
dan dunia modern.
v Merupakan jembatan masa lampau ke
masa kini dan ke masa yang akan datang. Apa yang dilakukan pendidikan dewasa
ini, selain mengintegrasikan unsure-unsure yang dipandang baik di masa lampau,
juga senantiasa berorientasi ke masa depan (Futuristik). Apa yang
dilakukan dengan pendidikan di masa lampau akan dirasakan akibatnya di masa
kini. Dan apa yang dilakukan dengan pendidikan dewasa ini akan dirasakan
hasilnya di masa yang akan datang, pendidikan yang tidak mengantisipasi
perkembangan masa depan akan selalu ketinggalan dan kurang berarti.
2.3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
2.3.1. Fungsi Pendidikan
Fungsi
pendidikan merupakan serangkaian tugas
atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan.[11]tugas
atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang didik maupun
kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri, pendidikan
berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia
dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Fungsi pendidikan
terhadap masyarakat setidak-tidaknya ada dua bagian besar, yaitu Fungsi
Preservative dan Fungsi Direktif, fungsi preservative dilakukan
dengan melestarikan tata social dan tata nilai yang ada dalam masyarakat,
sedangkan fungsi direktif dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan
social, sehingga dapat mengantisipasi masa depan yang buruk.
Selain
itu pendidikan mempunyai fungsi :
A. Menyiapkan sebagai manusia.
B. Menyiapkan sebagai tenaga kerja.
C. Menyiapkan sebagai warga Negara yang
baik.
Pendidikan
untuk menyiapkan manusia sebagai manusia. Peranyataan ini dapat dimengerti jika
kita kembali mengingat pendapat Drikarya, bahwa pendidikan adalah usaha
memanusiakan manusia muda. Manusia muda yang belum sempurna, yang masih tumbuh
dan berkembang, dipersiapkan ditumbuh kembangkan menjadi manusia, yaitu manusia
seutuhnya. Manusia yang utuh mengandung arti utuh dalam potensi dan utuh dalam
wawasan.[12]
Utuh dalam potensi maksudnya bahwa manusia sebagai subyek yang berkembang,
memiliki potensi jasmani dan rohani. Potensi manusia meliputi :
1. Badan dengan panca indera.
2. Potensi berfikir.
3. Potensi rasa.
4. Potensi cipta, meliputi daya cipta,
kreativitas, fantasi, hayalan, dan imajinasi.
5. Potensi karya.
6. Potensi budi nurani, yaitu kesadaran
budi, hati nurani, dan kata hati.
Utuh
dalam wawasan, dalam arti sebagai manusia yang sadar akan nilai :
1. Wawasan dunia dan akhirat.
2. Wawasan jasmani dan rohani.
3. Wawasan individu dan social.
4. Wawasan akan waktu, yaitu masa lalu,
sekarang dan yang akan dating.
Menurut
Jeane H. Balantine, fungsi pendidikan bagi masyarakat meliputi beberapa hal,
yaitu :[13]
1. Fungsi sosalisasi.
2. Fungsi seleksi, latihan, dan
alokasi.
3. Fungsi inovasi dan perubahan social
Menurut
Alex Inkeles, fungsi pendidikan itu adalah sebagai berikut :[14]
1. Memindahkan nilai-nilai budaya.
2. Fungsi nilai pengajaran.
3. Fungsi meningkatkan mobilitas
social.
4. Fungsi stratifikasi.
5. Fungsi latihan jabatan.
6. Fungsi mengembangkan dan memantapkan
hubungan-hubungan social.
7. Fungsi membentuk semangat
kebangsaan.
8. Fungsi mengasuh bayi.
Bagi
bangsa Indonesia, fungsi pendidikan diatur dalam pasal 2 UU No. 20 Tahun 2003
Pasal 3, yaitu "Untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa".
Dari
bermacam-macam fungsi tersebutlah, jelaslah bahwa pendidikan mengemban fungsi
yang sangat luas karena menyentuh segala segi kehidupan manusia.
2.3.2. Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan.
Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan tujuan, yang
diasumsikan sebagai nilai. Tanpa ada tujuan, maka dalam praktek pendidikan
tidak ada artinya.[15]
Ada
bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. M.J. Langeveld mengemukakan
ada enam macam tujuan pendidikan yaitu:
1. Tujuan Umum, total atau akhir.
2. Tujuan Khusus.
3. Tujuan tak lengkap.
4. Tujuan sementara.
5. Tujuan intermedier.
6. Tujuan incidental.
Tujuan
umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang
ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi Lengeveld tujuan umum atau tujuan akhir
akhirnya adalah kedewasaan, yang salah satu cirinya adalah telah hidup dengan
pribadi yang mandiri. Untuk orang atau ahli lain, tujuan umum atau akhir ini
dapat saja berbeda. Menurut Hoogveld, mendidik itu berarti membantu manusia
muda agar ia mampu menunaikan tugas hidupnya secara mandiri. Yang dikejar
adalah kemampuan tertentu dan manusia muda itu agar kelak mempunya kesempurnaan
tertentu.[16]
Menurut Notonagoro, tujuan akhir pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan
sempurna. Kebahagiaan sempurna menurut Notonagoro adalah :[17]
1. Kepuasan sepuas-puasnya hingga,
2. Tidak menimbulkan keinginan lagi,
dan,
3. Kekal atau abadi.
Tujuan
Khusus adalah penghususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, misalnya : usia,
jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan social budaya, tahap-tahap
perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan lain sebagainya.
Tujuan
tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan
manusia, misalnya, Aspek psikologis, misalnya hanya pada aspek emosi atau
pikirannya saja.
Tujuan
sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan
kalau tujuan sementara itu sudah tercapai, maka tujuan sementara tersebut akan
ditinggalkan dan akan diganti dengan tujuan baru. Misalnya orang tua ingin agar
anaknya berhenti merokok , dengan cara dikurangi uang sakunya, kalau sudah
tidak merokok, lalu ditinggalkan dan diganti dengan tujuan lainnya, misalnya
agar tidak suka bergadang.
Tujuan
intermedier, yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya
anak dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa
tanggung jawab pada lingkungan.
Tujuan
incidental, yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika,
spontan. Misalnya guru menegur anak yang bermain kasar pada waktu bermain sepak
bola, orang tua meminta anaknya agar duduk dengan sopan, dan sebagainya.
Semuanya itu adalah tujuan incidental atau seketika.
Di
samping klasifikasi tujuan menurut langeveld, di Indonesia pernah dikenalkan
adanya tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional yang terdiri atas Tujuan Instruksional Umum (TIU). Tujuan umum
adalah tujuan akhir atau tertinggi yang berlaku di semua lembaga dan kegiatan
pendidikan. Bagi bangsa Indonesia, tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Pendidikan seperti UU No. 20 tahun 2003, adalah tujuan umum atau
tujuan pendidikan nasional bagi kegiatan pendidikan di Indonesia. Menurut Pasal
3 UU No. 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional yaitu "untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menajdi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab".
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
3.1.1. Guru/Pendidik adalah setiap orang yang
dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaa yang
lebih tinggi.
3.1.2. Pendidikan adalah proses di mana
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah, Perguruan Tinggi atau
lembaga-lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya,
yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi
kegenerasi.
3.1.3. Fungsi Pendidikan adalah sebagai
berikut :
ü Menyiapkan sebagai manusia.
ü Menyiapkan sebagai tenaga kerja.
ü Menyiapkan sebagai warga Negara yang
baik.
3.1.4. Tujuan dari Pendidikan adalah
sebagai berikut :
ü Tujuan Umum, total atau akhir.
ü Tujuan Khusus.
ü Tujuan tak lengkap.
ü Tujuan sementara.
ü Tujuan intermedier.
ü Tujuan incidental.
DAFTAR PUSTAKA
1
Coombs, Philips H,
(1985), "The World Crisis In Education", New York, Oxford University Press.
2
Conny R. Semiawan dan Soedijarto, (1991), "Mencari
Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI", Jakarta, Gramedia.
3
Dewey, John, (1950), "Democracy and Education:
An Introduction to the Philosophy of Education", New York, The Mac
Millan Company.
4
Dirto H. Suryati S. dan Dwi S. (1995), "Pengantar
Ilmu Pendidikan", Yogyakarta, FKIP-UNY Press.
5
Driyarkarya, (1980), "Driyarkarya Tentang
Pendidikan", Yogyakarta, Yayasan Kanisius.
6
Imam Barnadib, (1988), "Ke arah Perspektif
Baru Pendidikan ", Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
7
Kneller, George F, (1967) "Philosophy and
Education",
New York, John Wiley Sons, Inc.
8
Knight, George R. (1982), "Issues and
Alternatives in Educational Philosophy" Michigan : Andrews University
Press.
9
Mayer, Frederick, (1963), "Foundation of
Education"
Ohio : Charles E. Merril Books, Inc.
10 Moore, T.W. (1974), "Educational Theory An
Introduction" London : Routledge & Kegan Paul.
11 Notonagoro, (1973), "Filsafat
Pendidikan Nasional Pancasila", Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
12 Parsono, Dkk, (1990), "Landasan
Pendidikan"
Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
13 Raka Joki, Dkk, (1984), "wawasan
Kependidikan Guru", Jakarta, PPLPTK.
14 Sutari Imam Barnadib, (1995), "Pengantar
Ilmu Pendidikan Sistematis", Yogyakarta, Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar