BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah
Seorang muslim yang paripurna adalah
yang nalar dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir
dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama
manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu berperan kejujuran
jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter
Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal
dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta,
karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal
sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.
Pilar akal dan rasionalitas dalam
akidah Islam tecermin dalam aturan muamalat dan dalam memberikan solusi
serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah agama
ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi
dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme,
dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan
spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan
ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang
yang sedang berjalan..
Tuhan, merupakan objek kajian yang
tidak pernah tuntas untuk dikaji lebih dalam lagi, sudah dari zaman dahulu
hingga sekarang, kajian tentang tuhan menjadi perbincangan para cendekiawan
yang tidak pernah habis. Oleh karena itu, dalam makalah kali ini, kami berusaha
untuk mengkaji dan mencari arti dari "Tuhan" itu sendiri. Serta
memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembaca.
1.2. Rumusan
Masalah
1.2.1.
Apa pengertian Tuhan menurut Islam ?
1.2.2.
Apa Bukti dari adanya Tuhan ?
1.2.3.
Apa Pengertian dari Tauhid ?
1.2.4.
Ada berapakah Tauhid itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Hakikat Tuhan
Perkataan ilah,
yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai
obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45
(Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah
kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai
oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
“Dan Fir’aun
berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa
perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu
atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi
dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk
dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
"Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan
(dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan
dirinya dikuasai oleh-Nya."
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan
secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk
pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah
sebagai berikut:
"Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan
hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya" (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa
saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak
mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada
sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada
hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan
(utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa
Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada
Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu
berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan
terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu
Allah.
2.2. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
2.2.1.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran
manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman
lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun
pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana,
lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock
dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
- Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah
mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh
pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera
dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius.
Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
- Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh
dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu
hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh
tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai
dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
- Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.
Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab
terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan
lain sebagainya.
- Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan
manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya
mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui
Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
- Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan
terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
ü Deisme :yaitu suatu
paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada di luar alam.
Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka alam
bergerak menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak
tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi
diperlukan manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan hidupnya.
ü Panteisme berpendapat
bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana adal alam di situ
ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada
di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
ü Teisme
(eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pencipta alam berada di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada
di alam. Namun Tuhan selalu dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap
alam sebagai ciptaan-Nya. Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran
alam terlepas dari control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi
gerak alam diatur oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan
sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh
Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif.
Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada
wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak
mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka
berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya
sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa
ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau
wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam
kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam
penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat
primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu
Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.2.2.
Pemikiran Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu Tauhid,
Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya
Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal,
tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Ketiga corak
pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa masih-masing
menggunakan akal pikiran atau logika dalam mempertahankan pendapat mereka. Hal
ini perlu ditekankan, sebab satu hal pokok yang menyebabkan kemunduran umat
Islam ialah kurangnya penggunaan kemampuan akal pikirannya dalam mengkaji
nilai-nilai yang menurut pemikiran manusia atau nilai yang murni bersumber dari
ajaran Islam yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Di antara aliran pemikiran
tentang Tuhan adalah :
- Aliran Mu’tazilah yang merupakan kum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajarandan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah
muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu
pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan
kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawariji.
- Qadariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak atau berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
- Berbeda dengan Qadariah, kelompok Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
- Kelompok yang tidak sependapat dengan Mu’tazilah mendirikan kelompok sendiri, yakni kelompok Asy’ariyah dan Maturidiniayah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah.
Semua kelompok itu mewarnai kehidupan pemikiran
ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, tiada lain bagi kita untuk
mengadakan koreksi yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnag Rasul, tanpa
dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang
nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan
etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
2.3.
Pembuktian Adanya Tuhan
2.3.1.
Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan
zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode
ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan
(agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan
menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya
sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara
empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu
yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini
disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu
percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu
dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap
salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya
berada pada tingkat yang sama.
Percobaan
dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak
terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara
empiris saja. Teori yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang
tidak punya jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan
modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya
merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba
secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang
tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah
lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force),
“Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang
sarjana pun yang mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”.
Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut
secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan
penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada
sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan
demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun
ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya
saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan
hakikat” terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada
pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan
hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah
menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang
lain.
Para sarjana
masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang
nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan:
Kenyataan yang diamati adalah satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di
luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang
disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada
hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta,
tetapi justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang tidak
dapat diamati oleh para sarjana.
2.3.2.
Keberadaan Alam Membuktikan Adanya
Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan
rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada
sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada
batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula
bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani
setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara
logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan:
<<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq>> adalah
suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya,
pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam
semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?
2.3.3.
Pembuktian Adanya Tuhan dengan
Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam
menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya.
Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua termodinamika” (Second law of
Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan
energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya
alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi
panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang
kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari
keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan
oleh keseimbangan antara “energi yang ada” dengan “energi yang tidak ada”.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia
dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu
membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini
azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum
tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti
ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
2.3.4.
Pembuktian Adanya Tuhan dengan
Pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan,
yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi
dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada
porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang
190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan
planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan
luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu,
tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi
garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada
ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada
garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar pada
sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar
biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya
ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya
itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar
biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil
ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil
inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman
dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat,
1996:78-80).
2.4.
Pengertian Tauhid
Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep monoteisme Islam yang
mempercayai bahawa Tuhan itu hanya
satu. Tauhid ialah asas Aqidah. Dalam
bahasa Arab, "Tauhid" bermaksud "penyatuan", sedangkan dalam
Islam, "Tauhid" bermaksud "menegaskan penyatuan dengan Allah". Lawan untuk Tauhid ialah "mengelak
daripada membuat", dan dalam bahasa Arab bermaksud "pembagian"
dan merujuk kepada "penyembahan berhala".
Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan
sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang
membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib,
mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan
sifat-sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah
terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam’iyat, yaitu perkara
yang diambil dari Al-Quran dan Hadis dengan yakin.
Sebagian ulama mendefinisikan ilmu tauhid sebagai
berikut:
"Ilmu tauhid ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara; dalam bidang i’tiqad yang diperoleh dari dalil-dalil yang qat’i (pasti)
yang berdasarkan ketetapan akal, Al-Quran dan Hadis."
Persoalan ‘Apa itu tauhid?’ seringkali dijawab dengan
ayat-ayat yang bermaksud bahwa puncak kenyataan tauhid adalah ucapan kalimat
syahadat, dan sering juga berlaku apabila jawaban itu diungkap tanpa sedikit
pun mengetahui makna ucapan itu. Jika yang ditanya mempunyai lebih pengetahuan,
maka padanya, Tuhan itu ialah yang menciptakan sendiri kerajaan-Nya, dan jawaban
yang diberi akan berkait rapat dengan tauhid rububiyah saja.
Kalimat ‘laa ilaha illallah’ bermaksud tidak
ada Tuhan selain Allah. Kalimat ini menunjukkan bahawa manusia tidak ada tempat
bersandar, berlindung dan berharap kecuali Allah. Tidak ada yang menghidupkan
dan mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah. Zahirnya syariat
menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikatnya syariat melarang kita
menyandarkan diri pada amal usaha itu supaya tetap bersandar pada karunia
Allah. Konsep ini melahirkan konsep tawakkal, dimana selepas kita berusaha,
tetap kita perlu kepada Allah.
Tauhid bukanlah sekadar ucapan ‘laa ilaha
illallah’, walaupun ucapan tersebut merupakan sebagian daripadanya. Tetapi
tauhid itu adalah nama untuk pengertian yang agung dan ucapan yang mempunyai arti
yang besar, lebih besar dari semua pengertian. Tauhid ialah pembebasan terhadap
penyembahan kepada semua yang bukan kepada Allah dan penerimaan dengan hati
serta pengibadahan kepada Allah semata.
Allah berfirman
“Sedangkan Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa, tidak
ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS 2:163)
Dan Allah berfirman lagi
“Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu
kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku kepada neraka? Kenapa kamu
menyeruku supaya kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya dengan apa yang tidak
aku ketahui, padahal aku menyeru kamu beriman kepada Yang Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun?” (QS 40:41-42)
Ayat-ayat seperti ini banyak dalam Al-Quran dan
menerangkan bahawa arti dua kalimat syahadat adalah bebas dari penyembahan
kepada selain Allah, dan mengkhususkan Allah saja untuk penyembahan itu. Inilah
petunjuk dalam beragama dan untuk perkara inilah Allah mengutus para rasul-Nya
dan untuk perkara inilah juga Allah menurunkan semua kitab-Nya.
Orang-orang musyrik sebenarnya percaya dengan
kewujudan Allah, dan mereka mencari perantara untuk mendekatkan diri mereka
kepada Allah lalu diharapkan kepada rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya. Ibn
Abbas berpendapat bawa yang mereka seru dengan doa ialah Isa, Maryam dan Uzair.
Athaa’ dan ad-Dhahhaq pula berpendapat mereka menyeru pada para malaikat.
Yang dibenarkan dalam Islam bukanlah berdoa kepada
malaikat atau nabi atau perantara lainnya. Islam menuntut kita agar hanya rasa
takut dan berharap kepada Allah kerana itu hak Allah kepada hambanya. Suatu
kisah terjadi dizaman Rasulullah s.a.w, dimana seorang pencuri telah dipotong
tangannya, lalu dia berkata kepada Nabi, “Allahumma Ya Allah! Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Allah dan aku tidak bertaubat kepada Muhammad.” Nabi s.a.w
langsung bersabda, “Dia mengetahui yang hak bagi yang berhak.” Perkara ini
menunjukkan bahawa yang patut ditakuti, dikagumi,, diharapkan dan dipanjatkan
doa ialah Allah, dan Allah semata.
Demikianlah para ahli tafsir, dengan bukti-bukti
seperti di atas, menyatakan:
"Maka teranglah bahwa arti tauhid dan syahadat
laa ilaha illallah ialah meninggalkan perbuatan orang-orang musyrik, yaitu
berdoa kepada orang-orang saleh, atau malaikat atau jin dalam meminta
pertolongan Allah untuk menghilangkan bahaya atau mendapatkan rahmat."
Orang Islam mempercayai bahawa Allah tidak boleh
disamakan dengan makhluk atau konsep yang lain. Monoteisme Islam adalah
mutlak, bukannya relatif atau majmuk dalam semua arti kata perkataan ini. Oleh
itu, orang Islam menolak konsep Triniti yang
dipegang oleh kebanyakan orang Kristian yang memerihalkan Tuhan sebagai
tiga makhluk.
Tauhid dalam islam ada dua, yaitu, Tauhid
Rububiyah, Dan Tauhid Uluhiyah.
2.4.1.
Tauhid Rubibiyah
Rububiyah berasal dari perkataan rabb. Kalimat ini
mempunyai beberapa pengertian seperti pemimpin, pemilik, penguasa dan
pemelihara. Namun pengertian rububiyah tidak mencakupi semua yang di atas, dan
sifat yang sempurna hanyalah milik Allah s.w.t. Rububiyah ialah tuhan yang
mengatur segala sesuatu. Maka tauhid rububiyah berkisar mengenai cara-cara
seorang hamba mengesakan Allah sebagai tuhan yang satu dalam konteks Tuhan yang
menguruskan keperluan-keperluannya.
Tauhid Rububiyah bermaksud Allah ialah Tuhan
pengatur segala sesuatu, Dia pemiliknya, Dia pencipta aturannya dan pemberi
rezekinya. Sesungguhnya Dia yang menghidupkan, yang mematikan, yang memberi
manfaat, yang mendatangkan hukum mudarat dan Dia menerima doa terutama dalam
kesukaran. Semua perkara adalah bagi-Nya, ditangan-Nya terletak seluruh
kebaikan, Dia berkuasa atas apa saja yang Dia kehendaki dan tidak ada sekutu
bagi-Nya dalam hal ini, termasuklah qada’ dan qadar seseorang. Semua hamba-Nya
berhajat kepada Allah saja.
Allah berfirman
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah;
dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.”
(QS 35:15)
Namun tauhid ini saja tidak cukup untuk menjamin
seseorang hamba bahawa dia ialah seorang Muslim, tetapi perlu disusuli dengan
tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dalam ketuhanan-Nya, kerana orang
musyrik juga mempercayai Allah dalam tauhid rububiyah, namun tidak mengabdikan
diri kepada-Nya.
Allah berfirman
“Tanyakanlah: siapakah yang memberi rezeki kepada kamu
dari langit dan bumi? Atau siapakah yang berkuasa sanggup menciptakan
pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang
mati dan yang mati dari yang hidup? Dan siapakah yang mengatur segala urusan?
Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak
bertakwa?” (QS 10:31)
Dan firman Allah
“Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka:
Siapakah yang menciptakan mereka? Nescaya mereka menjawab: Allah” (QS 43:87)
Allah berfirman lagi
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:
Siapakah yang menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu
sesudah matinya? Tentu mereka akan menjawab: Allah” (QS 29:63)
Ketiga-tiga ayat diatas merupakan antara ayat-ayat
yang menunjukkan bahawa orang musyrik mengakui kewujudan Allah, namun
menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain.
2.4.2.
Tauhid Uluhiyah
Jika rububiyah berasal dari perkataan rabb yang
bermaksud Tuhan yang mengatur alam dan segala isi-isinya, uluhiyah pula berasal
dari perkataan ilah yang bermaksud Tuhan yang patut disembah. Maka dari
itu terbitlah pengertian bahawa tauhid uluhiyah ialah mengesakan Allah sebagai
tuhan yang satu dalam konteks ikhlas beribadah kepada-Nya.
Tauhid Uluhiyah adalah peng-Esaan Allah dalam
ketuhanan. Ketauhidan ini dibina atas dasar ikhlas kerana Allah semata-mata,
bersama rasa cinta, takut, mengharap, tawakal, gemar dan hormat secara
menyeluruh hanya kepada Allah. Tauhid uluhiyah itu mengesakan Allah dalam ketuhanan,
kerana dasar aqidahnya dibangun atas keikhlasan bertuhan. Dan dalam mendapatkan
keikhlasan itu perlu pula kepada cinta yang amat sangat kepada Rabbul Izzah
Allah Maha Esa.
Allah berfirman
“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada
Engkau kami memohon pertolongan” (QS 1:4)
Dan Allah berfirman
“Jika mereka berpaling dari keimanan maka
katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia, hanya kepada-Nya
aku bertawakal, sedang Dia adalah Tuhan pemilik Arasy yang agung” (QS 9:129)
Serta firman Allah
“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup kekal yang
tiada mati dan bertasbihlah memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui
dosa-dosa hamba-Nya” (QS 25:58)
Tauhid uluhiyah juga dipanggil tauhid ubudiyah kerana
ubudiyah berasal dari perkataan abd yang bermaksud hamba. Oleh kerana ilah
bermaksud tuhan yang patut disembah, maka yang paling sesuai menyembah-Nya
pastilah hamba-Nya sendiri. Tauhid ini juga digelar tauhid iradah atau
tauhid kehendak, karena setiap hamba itu berkehendak kepada beribadah terhadap
tuhan. Sifat ‘berkehendak kepada tuhan’ ini merupakan sifat yang memang
semula jadi wujud dalam diri manusia, dan Maha Bijaksana Allah apabila Dia
menurunkan nabi-nabi dan rasul-rasul untuk menunjukkan manusia cara yang betul
untuk beribadah. Pendek kata, tauhid ini dibina atas rasa ikhlas beramal
semata-mata kerana Allah.
Allah berfirman
“…maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya” (QS 39:2)
Dan Allah berfirman
“…katakanlah:Maka terangkanlah kepadaku tentang apa
yang kamu seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan
kepadaku, adakah mampu berhala-berhala kamu menghilangkan mudarat itu? Atau
jika Allah mahu menurunkan rahmat-Nya kepadaku, adakah dapat berhala kamu
menahan turunnya rahmat-Nya?...” (QS 39:38)
Serta firman-Nya
“Katakanlah: Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain
Allah hai orang-orang yang tidak berpengetahuan? Dan sesungguhnya telah
diwahyukan kepada kamu dan kepada nabi-nabi sebelum kamu, jika kamu
menyekutukan Allah, nescaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk golongan
yang merugi. Kerana itu maka hendaklah Allah sahaja yang kamu sembah dan
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS 39:64-66)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat diambil beberapa kesimpulan, bahwa :
3.1.1. Tuhan menurut islam adalah "Tuhan
(ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya."
3.1.2. Bukti adanya tuhan adalah Alam semesta ini
dengan segala penghuninya.
3.1.3. Tauhid
adalah Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep monoteisme Islam yang
mempercayai bahawa Tuhan itu hanya
satu. Tauhid ialah asas Aqidah.
3.1.4. Tauhid
ada 2, yaitu Tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar