Rabu, 26 Juni 2013

Konsep Ketuhanan Dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.
Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tecermin dalam aturan muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan..
Tuhan, merupakan objek kajian yang tidak pernah tuntas untuk dikaji lebih dalam lagi, sudah dari zaman dahulu hingga sekarang, kajian tentang tuhan menjadi perbincangan para cendekiawan yang tidak pernah habis. Oleh karena itu, dalam makalah kali ini, kami berusaha untuk mengkaji dan mencari arti dari "Tuhan" itu sendiri. Serta memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembaca.


1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.      Apa pengertian Tuhan menurut Islam ?
1.2.2.      Apa Bukti dari adanya Tuhan ?
1.2.3.      Apa Pengertian dari Tauhid ?
1.2.4.      Ada berapakah Tauhid itu ?
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Hakikat Tuhan
            Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
"Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya."
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
"Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya" (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
2.2.  Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
2.2.1.      Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
  • Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
  • Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
  • Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
  • Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
  • Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
ü  Deisme :yaitu suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada di luar alam. Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka alam bergerak menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi diperlukan manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan hidupnya.
ü  Panteisme berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana adal alam di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
ü  Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam berada di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan selalu dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya. Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam terlepas dari control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak alam diatur oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.2.2.      Pemikiran Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa masih-masing menggunakan akal pikiran atau logika dalam mempertahankan pendapat mereka. Hal ini perlu ditekankan, sebab satu hal pokok yang menyebabkan kemunduran umat Islam ialah kurangnya penggunaan kemampuan akal pikirannya dalam mengkaji nilai-nilai yang menurut pemikiran manusia atau nilai yang murni bersumber dari ajaran Islam yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Di antara aliran pemikiran tentang Tuhan adalah :
  1. Aliran Mu’tazilah yang merupakan kum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajarandan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawariji.
  1. Qadariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak atau berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
  2. Berbeda dengan Qadariah, kelompok Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
  3. Kelompok yang tidak sependapat dengan Mu’tazilah mendirikan kelompok sendiri, yakni kelompok Asy’ariyah dan Maturidiniayah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah.
Semua kelompok itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, tiada lain bagi kita untuk mengadakan koreksi yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnag Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
2.3.      Pembuktian Adanya Tuhan
2.3.1.      Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang sama.
Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force), “Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.
Para sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan:  Kenyataan yang diamati adalah satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para sarjana.
2.3.2.      Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?
2.3.3.      Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua termodinamika”  (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara “energi yang ada” dengan “energi yang tidak ada”.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
2.3.4.      Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).
2.4.      Pengertian Tauhid
Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep monoteisme Islam yang mempercayai bahawa Tuhan itu hanya satu. Tauhid ialah asas Aqidah. Dalam bahasa Arab, "Tauhid" bermaksud "penyatuan", sedangkan dalam Islam, "Tauhid" bermaksud "menegaskan penyatuan dengan Allah". Lawan untuk Tauhid ialah "mengelak daripada membuat", dan dalam bahasa Arab bermaksud "pembagian" dan merujuk kepada "penyembahan berhala".
Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam’iyat, yaitu perkara yang diambil dari Al-Quran dan Hadis dengan yakin.
Sebagian ulama mendefinisikan ilmu tauhid sebagai berikut:
"Ilmu tauhid ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara; dalam bidang i’tiqad yang diperoleh dari dalil-dalil yang qat’i (pasti) yang berdasarkan ketetapan akal, Al-Quran dan Hadis."
Persoalan ‘Apa itu tauhid?’ seringkali dijawab dengan ayat-ayat yang bermaksud bahwa puncak kenyataan tauhid adalah ucapan kalimat syahadat, dan sering juga berlaku apabila jawaban itu diungkap tanpa sedikit pun mengetahui makna ucapan itu. Jika yang ditanya mempunyai lebih pengetahuan, maka padanya, Tuhan itu ialah yang menciptakan sendiri kerajaan-Nya, dan jawaban yang diberi akan berkait rapat dengan tauhid rububiyah saja.
Kalimat ‘laa ilaha illallah’ bermaksud tidak ada Tuhan selain Allah. Kalimat ini menunjukkan bahawa manusia tidak ada tempat bersandar, berlindung dan berharap kecuali Allah. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah. Zahirnya syariat menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikatnya syariat melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu supaya tetap bersandar pada karunia Allah. Konsep ini melahirkan konsep tawakkal, dimana selepas kita berusaha, tetap kita perlu kepada Allah.
Tauhid bukanlah sekadar ucapan ‘laa ilaha illallah’, walaupun ucapan tersebut merupakan sebagian daripadanya. Tetapi tauhid itu adalah nama untuk pengertian yang agung dan ucapan yang mempunyai arti yang besar, lebih besar dari semua pengertian. Tauhid ialah pembebasan terhadap penyembahan kepada semua yang bukan kepada Allah dan penerimaan dengan hati serta pengibadahan kepada Allah semata.
Allah berfirman 
“Sedangkan Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS 2:163)
Dan Allah berfirman lagi 
“Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku kepada neraka? Kenapa kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui, padahal aku menyeru kamu beriman kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?” (QS 40:41-42)
Ayat-ayat seperti ini banyak dalam Al-Quran dan menerangkan bahawa arti dua kalimat syahadat adalah bebas dari penyembahan kepada selain Allah, dan mengkhususkan Allah saja untuk penyembahan itu. Inilah petunjuk dalam beragama dan untuk perkara inilah Allah mengutus para rasul-Nya dan untuk perkara inilah juga Allah menurunkan semua kitab-Nya.
Orang-orang musyrik sebenarnya percaya dengan kewujudan Allah, dan mereka mencari perantara untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah lalu diharapkan kepada rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya. Ibn Abbas berpendapat bawa yang mereka seru dengan doa ialah Isa, Maryam dan Uzair. Athaa’ dan ad-Dhahhaq pula berpendapat mereka menyeru pada para malaikat.
Yang dibenarkan dalam Islam bukanlah berdoa kepada malaikat atau nabi atau perantara lainnya. Islam menuntut kita agar hanya rasa takut dan berharap kepada Allah kerana itu hak Allah kepada hambanya. Suatu kisah terjadi dizaman Rasulullah s.a.w, dimana seorang pencuri telah dipotong tangannya, lalu dia berkata kepada Nabi, “Allahumma Ya Allah! Sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dan aku tidak bertaubat kepada Muhammad.” Nabi s.a.w langsung bersabda, “Dia mengetahui yang hak bagi yang berhak.” Perkara ini menunjukkan bahawa yang patut ditakuti, dikagumi,, diharapkan dan dipanjatkan doa ialah Allah, dan Allah semata.
Demikianlah para ahli tafsir, dengan bukti-bukti seperti di atas, menyatakan:
"Maka teranglah bahwa arti tauhid dan syahadat laa ilaha illallah ialah meninggalkan perbuatan orang-orang musyrik, yaitu berdoa kepada orang-orang saleh, atau malaikat atau jin dalam meminta pertolongan Allah untuk menghilangkan bahaya atau mendapatkan rahmat."
Orang Islam mempercayai bahawa Allah tidak boleh disamakan dengan makhluk atau konsep yang lain. Monoteisme Islam adalah mutlak, bukannya relatif atau majmuk dalam semua arti kata perkataan ini. Oleh itu, orang Islam menolak konsep Triniti yang dipegang oleh kebanyakan orang Kristian yang memerihalkan Tuhan sebagai tiga makhluk.
Tauhid dalam islam ada dua, yaitu, Tauhid Rububiyah, Dan Tauhid Uluhiyah.
2.4.1.      Tauhid Rubibiyah
Rububiyah berasal dari perkataan rabb. Kalimat ini mempunyai beberapa pengertian seperti pemimpin, pemilik, penguasa dan pemelihara. Namun pengertian rububiyah tidak mencakupi semua yang di atas, dan sifat yang sempurna hanyalah milik Allah s.w.t. Rububiyah ialah tuhan yang mengatur segala sesuatu. Maka tauhid rububiyah berkisar mengenai cara-cara seorang hamba mengesakan Allah sebagai tuhan yang satu dalam konteks Tuhan yang menguruskan keperluan-keperluannya.
Tauhid Rububiyah bermaksud Allah ialah Tuhan pengatur segala sesuatu, Dia pemiliknya, Dia pencipta aturannya dan pemberi rezekinya. Sesungguhnya Dia yang menghidupkan, yang mematikan, yang memberi manfaat, yang mendatangkan hukum mudarat dan Dia menerima doa terutama dalam kesukaran. Semua perkara adalah bagi-Nya, ditangan-Nya terletak seluruh kebaikan, Dia berkuasa atas apa saja yang Dia kehendaki dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal ini, termasuklah qada’ dan qadar seseorang. Semua hamba-Nya berhajat kepada Allah saja.
Allah berfirman 
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS 35:15)
Namun tauhid ini saja tidak cukup untuk menjamin seseorang hamba bahawa dia ialah seorang Muslim, tetapi perlu disusuli dengan tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dalam ketuhanan-Nya, kerana orang musyrik juga mempercayai Allah dalam tauhid rububiyah, namun tidak mengabdikan diri kepada-Nya.
Allah berfirman 
“Tanyakanlah: siapakah yang memberi rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Atau siapakah yang berkuasa sanggup menciptakan pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mati dari yang hidup? Dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa?” (QS 10:31)
Dan firman Allah 
“Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan mereka? Nescaya mereka menjawab: Allah” (QS 43:87)
Allah berfirman lagi 
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: Siapakah yang menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya? Tentu mereka akan menjawab: Allah” (QS 29:63)
Ketiga-tiga ayat diatas merupakan antara ayat-ayat yang menunjukkan bahawa orang musyrik mengakui kewujudan Allah, namun menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain.
2.4.2.      Tauhid Uluhiyah
Jika rububiyah berasal dari perkataan rabb yang bermaksud Tuhan yang mengatur alam dan segala isi-isinya, uluhiyah pula berasal dari perkataan ilah yang bermaksud Tuhan yang patut disembah. Maka dari itu terbitlah pengertian bahawa tauhid uluhiyah ialah mengesakan Allah sebagai tuhan yang satu dalam konteks ikhlas beribadah kepada-Nya.
Tauhid Uluhiyah adalah peng-Esaan Allah dalam ketuhanan. Ketauhidan ini dibina atas dasar ikhlas kerana Allah semata-mata, bersama rasa cinta, takut, mengharap, tawakal, gemar dan hormat secara menyeluruh hanya kepada Allah. Tauhid uluhiyah itu mengesakan Allah dalam ketuhanan, kerana dasar aqidahnya dibangun atas keikhlasan bertuhan. Dan dalam mendapatkan keikhlasan itu perlu pula kepada cinta yang amat sangat kepada Rabbul Izzah Allah Maha Esa.
Allah berfirman 
“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan” (QS 1:4)
Dan Allah berfirman 
Jika mereka berpaling dari keimanan maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal, sedang Dia adalah Tuhan pemilik Arasy yang agung” (QS 9:129)
Serta firman Allah 
“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup kekal yang tiada mati dan bertasbihlah memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-Nya” (QS 25:58)
Tauhid uluhiyah juga dipanggil tauhid ubudiyah kerana ubudiyah berasal dari perkataan abd yang bermaksud hamba. Oleh kerana ilah bermaksud tuhan yang patut disembah, maka yang paling sesuai menyembah-Nya pastilah hamba-Nya sendiri. Tauhid ini juga digelar tauhid iradah atau tauhid kehendak, karena setiap hamba itu berkehendak kepada beribadah terhadap tuhan. Sifat ‘berkehendak kepada tuhan’ ini merupakan sifat yang memang semula jadi wujud dalam diri manusia, dan Maha Bijaksana Allah apabila Dia menurunkan nabi-nabi dan rasul-rasul untuk menunjukkan manusia cara yang betul untuk beribadah. Pendek kata, tauhid ini dibina atas rasa ikhlas beramal semata-mata kerana Allah.
Allah berfirman 
“…maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS 39:2)
Dan Allah berfirman 
“…katakanlah:Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, adakah mampu berhala-berhala kamu menghilangkan mudarat itu? Atau jika Allah mahu menurunkan rahmat-Nya kepadaku, adakah dapat berhala kamu menahan turunnya rahmat-Nya?...” (QS 39:38)
Serta firman-Nya 
“Katakanlah: Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah hai orang-orang yang tidak berpengetahuan? Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu dan kepada nabi-nabi sebelum kamu, jika kamu menyekutukan Allah, nescaya hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk golongan yang merugi. Kerana itu maka hendaklah Allah sahaja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS 39:64-66)





























BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, bahwa :
3.1.1. Tuhan menurut islam adalah "Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya."
3.1.2. Bukti adanya tuhan adalah Alam semesta ini dengan segala penghuninya.
3.1.3.   Tauhid adalah Tauhid (bahasa Arab: توحيد) merupakan konsep monoteisme Islam yang mempercayai bahawa Tuhan itu hanya satu. Tauhid ialah asas Aqidah.
3.1.4.   Tauhid ada 2, yaitu Tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah


















DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar