Rabu, 26 Juni 2013

Guru dan Usaha Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan era globalisasi, batas Negara tak ada lagi sekat, informasi masuk ruangan melalui media elektronik dan media cetak, upaya kerja keras guru dan orang tua dalam membina karakter anak dihadapkan dengan life style gaya hidup pada usia remaja.
Para orang tua berusaha keras untuk mewujudkan kebahagiaan bagi anak-anaknya baik untuk sekarang maupun di masa yang akan datang, tetapi kenyataan situasi kekinian sangat berbeda dengan masa ketika para guru dan orang tua memasuki usia remaja, kemajuan IPTEKS telah membentuk sikap dan pemikiran yang berbeda-beda dengan pengajaran guru dan nasihat orang tua.
Usaha pendidikan dalam mewujudkan karakter ideal murid melalui implementasi pendidikan nilai secara kreatif dan termasuk keteladanan, walaupun berat  usaha ini perlu dilakukan oleh guru, dalam upaya mewujudkan kebahagiaan otentik yang harus dicapai oleh setiap individu.
Perilaku menyimpang, kekerasan, tawuran, dikarenan oleh hilangnya rasa kebahagiaan yang remaja cari-cari selama ini
1.2. Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan dalam makalah ini yang kami jadikan permasalahan, yaitu :
1.2.1.      Apa definisi dari Guru ?
1.2.2.      Apa pengertian dari pendidikan ?
1.2.3.      Apa fungsi dari pendidikan ?
1.2.4.      Apa tujuan dari pendidikan ?
1.3. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, ada beberapa tujuan, yaitu :
1.3.1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
1.3.2.      Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengertian dari guru. Dan hal-hal yang bersangkutan dengan guru.
1.3.3.      Untuk mengetahui lebih dalam lagi pengertian dari pendidikan,  tujuan dan fungsi pendidikan tersebut.
1.4. Manfaat
Ada beberapa manfaat dalam penulisan makalah ini, diantaranya :
1.4.1.      Memberi pengetahuan baru bagi kami tentang hakikat guru, Pendidikan dan fungsi-fungsi dari pendidikan.
1.4.2.      Menambah pengetahuan baru bagi para pembaca tentang definisi guru, pendidikan dan fungsi-fungsinya.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Guru
2.1.1. Pengertian dan Sebutan Istilah Pendidik
Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaa yang lebih tinggi.[1] Pendapat ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. [2] Pendidik adalah orang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai kedewasaan (Langeveld).
Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat memiliki sebutan yang berbeda-beda. Pendidik di lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasanya menyebut dengan sebutan ayah-ibu atau papa-mama. Pada lingkungan pesantren biasanya disebut dengan sebutan Ustadz, Kyai. Pada lingkungan sekolah biasanya disebut guru. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Undang-Undang Dasar nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Ada beberapa istilah tentang guru yang dikemukakan oleh para ahli dan istilah jawa, yaitu :
ü  Pepatah Jawa
Guru Adalah Digugu Dan Ditiru Yang Berarti Bahwa Guru Merupakan Sosok Yang Menjadi Panutan Bagi Siswanya
ü  Zakiyah Daradjat
Guru Adalah Pendidik Profesional Karena Secara Implisit Ia Telah Merelakan Dirinya Menerima Dan Memikul Sebagian Tanggung Jawab Pendidikan Yang Terpikul Di Pundah Paa Orang Tua
ü  Poerwadarminta
Guru Adalah Orang Yang Kerjanya Mengajar
ü  Supriyadi, 1999
Guru Adalah Orang Yang Berilmu, Berakhlak, Jujur Dan Baik Hati, Disegani, Serta Menjadi Teladan Bagi Masyarakat
ü  William
Guru Adalah Pemegang Kendali Dalam "Kendaraan" Pendidikan
ü  Mohamad Surya
Guru Adalah Orang Tua Di Sekolah Dan Orang Tua Adalah Guru Di Rumah.
ü  Syaikh Muhammad
Guru Adalah Tauladan Dalam Akhlaknya Yang Baik Dan Perangainya Yang Mulia
ü  Umar Tirta & La Sula
Guru Adalah Orang Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Dan Sasaran Peserta Didik
ü  M. Ngalim Purwanto
Guru Adalah Seorang Yang Berjiwa Besar Terhadap Masyarakat Dan Negara
ü  Oemar Hamalik
Guru Adalah Orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Merencanakan Dan Menuntun Murid-Murid Untuk Melakukan Kegiatan-Kegiatan Belajar Guna Mencapai Pertumbuhan Dan Perkembangan Yang Diinginkan
ü  Syaiful Bari Djamarah & Aswan Zain
Guru Adalah Seseorang Yang Menjadi Salah Satu Sumber Belajar Yang Erkewajiban Menyediakan Lingkungan Belajar Yang Kreatif Bagi Kegiatan Belajar Anak Didik Di Kelas
2.1.2. Kedudukan Pendidik
            Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas, paling menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian hasil pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa. Oleh karena itu pendidik merupakan sosok yang amat menentukan dalam proses keberlangsungan dan keberhasilan pendidikan dan pembelajaran.
            Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, guru sebagai pendidik mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini. Tentu saja pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga pendidik profesional sebagaimana tadi dimaksud seyogyanya bisa dibuktikan secara obyektif. Untuk itulah pada konteks sekarang ini sejak tahun 2007 di Indonesia dilakukan uji sertifikasi guru untuk selanjutnya bagi yang lulus bisa diberikan sertifikat pendidik. Uji sertifikasi adalah suatu pengujian melalui tes terhadap guru di Indonesia untuk memperoleh sertifikat pendidik. Oleh karena kedudukan guru sebagai pendidik professional yang ditandai dengan kepemilikan sertifikat profesi tersebut maka ia memiliki fungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
2.1.3. Hakikat Tugas dan Tanggung Jawab Guru
            Menurut Raka Joni, hakikat tugas guru pada umumnya berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa. Dengan perkataan lain bahwa guru mempunyai tugas membangun dasar-dasar dari corak kehidupan manusia di masa yang akan datang.[3]
            Dapat dimengerti bahwa bila guru melakukan kesalahan maka dampaknya walaupun tidak secara langsung akan terasa tidak kurang gawatnya dibandingkan dengan dampak negative dari kesalahan medis yang dilakukan oleh dokter. Bila kesalahan yang dilakukan dokter berdampak pada "Kematian" pasien (anak) dalam waktu yang singkat, sedang kesalahan yang dilakukan oleh pendidik akan berakibat "Kematian" anak dalam jangka waktu yang cukup lama (potensi-potensi kemanusiaan "Terbunuh" oleh praktek pendidik yang salah). Praktek pendidikan yang salah ini dalam ilmu pendidikan disebut "Mal-Education" atau "Demagogie".
            Dalam proses pendidikan, pada dasarnya guru mempunyai tugas "mendidik dan mengajar" peserta didik agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan tugas kehidupannya yang selaras dengan kodratnya sebagai manusia yang baik dalam kaitan hubungannya dengan manusia maupun tuhan. Tugas mendidik guru berkaitan dengan transformasi nilai-nilai dan pembentukan pribadi, sedang tugas mengajar berkaitan dengan transformasi pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik. Namun bagi guru di kelas, tugas mendidik dan mengajar merupakan tugas yang terpadu dan saling berkaitan.
            Mengajar merupakan "Aktivitas Intensional" yakni suatu aktivitas yang menimbulkan belajar. Guru mendiskripsikan, menerangkan, member pertanyaan, dan mengevaluasi. Guru juga mendorong, memberikan sanksi hukuman dan ganjaran, dan membujuk; pendek kata ia melakukan banyak hal agar peserta didik mempelajari apa saja yang menurut pemikiran guru yang dipelajari peserta didik dalam cara yang disepakati . guru-guru dibanding pendidik lain adalah lebih profesional, dalam arti bahwa mereka lebih mengetahui :
v  Apa yang mereka ajarkan.
v  Bagaimana mengajarkannya.
v  Siapa yang bisa mereka beri pelajaran.
Suatu tugas pokok guru adalah menjadikan peserta didik mengetahui atau melakukan hal-hal dalam suatu cara yang formal. Ini berarti bahwa ia menstrukturisasi pengetahuan atau keterampilan-keterampilan dalam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan peserta didik tidak hanya mempelajarinya melainkan juga mengingatnya dan melakukan sesuatu dengannya.[4]
Dalam bahasa undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20, maka tugas guru adalah :
A.    Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
B.     Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
C.     Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
D.    Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
E.     Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan hakekat tugas guru yang sedemikian sebagaimana disebut di atas, maka terkait dengan tugas tersebut ada dimensi tanggung jawab. Dalam konteks ini, guru-guru yang baik adalah vital bagi suatu kemajuan dan juga keselamatan bangsa. Guru meiliki tanggung jawab tidak hanya menyampaikan ide-ide, akan tetapi ia menjadi suatu wakil dari suatu cara hidup yang kreatif, suatu symbol kedamaian dan ketenangan dalam suatu dunia yang dicemaskan dan aniaya. Oleh karenanya, guru merupakan penjaga peradaban dan pelindung kemajuan.[5]
Melalui usaha guru, pola kemasyarakatan dapat dilestarikan dan diperbaiki. Ia juga mengenalkan peserta didik dalam nilai-nilai etik, pencapaian-pencapaian budaya, doktrin-doktrin politik, adat istiadat social dan prinsip-prinsip ekonomi yang menentukan watak dan kualitas peradaban. Dalam konteks ini, guru pada hakikatnya ditantang untuk senantiasa mengembang tanggung jawab moral dan tanggung jawab ilmiah agar kebudayaan nasioal kita dapat bertahan identitasnya, disamping dapat berkembang atau progresif dalam kompetisinya dengan perkembangan budaya-budaya asing.
Dengan tanggung jawab moral, guru dituntut untuk dapat mengejawantahkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara dalam diri pribadi, karena nilai-nilai itu harus senantiasa terpadu dengan diri orang yang menanamkan pada nilai agar usaha itu berhasil. Ini sesuai dengan prinsip kesesuian antara apa yang dikatakan (baik) dengan apa yang dilakukan baik. Dalam soal nilai-nilai ada kecenderungan bahwa tindakan guru lebih banyak diikuti oleh peserta didik dari pada apa yang dikatakannya. Sedangkan tanggug jawab ilmiah, berkaitan dengan transformasi  pengetahuan dan keterampilan yang saat itu menuntut guru senantiasa belajar untuk memperluas cakrawala dan perkembangan wawasan pengetahuannya sesuai dengan perkembangan-perkembangan mutakhir, disertai wawasan yang filosofis tentang pendidikan; sehingga pengambilan kebijakan atau keputusan dalam praktek pendidikan tidak meninggalkan makna hakikinya yaitu proses pemanusiaan manusia.
2.2. Pendidikan
2.2.1. Arti Pendidikan
Secara historis, pendidikan dalam arti luas telah mulai dilaksanakan sejak manusia berada di muka bumi ini. Adanya pendidikan adalah setua dengan adanya kehidupan manusia itu sendiri. Dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula isi dan bentuk termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Ini sejalan dengan kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan.
Menurut pendapat Suroso Prawiroharjo, salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak diajarkan di lembaga pendidikan guru adalah yang menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidik untuk membuat peserta didik dewasa,[6] artinya, kegiatan pendidik berhenti, tidak diperlukan lagi apabila kedewasaan yang dimaksud yaitu kemampuan utuk menetapkan pilihan atau keputusan serta mempertanggung jawabkan perbuatan dan perilaku secara mandiri, telah tercapai. Konsep ini kemudian secara operasional diterjemahkan sedemikian rupa sehingga pendidikan disamakan dengan persekolahan, dan terlebih lagi, ia diartikan terutama member bekal pengetahuan kepada peserta didik yang dapat ia pergunakan untuk menhadapi masa depannya. Konsep inilah yang dominan sehingga pembaharuan isi kurikiulum ditambah dikurangi, diubah urutannya, dimutakhirkan dan seterusnya. Bahkan demikian bernafsu kita member bekal hidup peserta didik sehingga bobot kegiatan belajar telah merupakan beban yang tidak tertanggungkan bagi peserta didik maupun bagi guru, untuk diselesaikan di dalam batas waktu yang disediakan.
Konsep tersebut di atas, secara global, menurut Philip H. Coombs, pendidikan secara popular disamakan dengan persekolahan (schooling) yang lazim dikenal dengan pendidikan formal, yang bergerak dan tingkat pertama Sekolah Dasar hingga mencapai tingkat terakhir dan perguruan tinggi.[7] Pendapat yang lebih luas, menurut Philips H Coombs, bahwa pendidikan dalam arti luas disamakan dengan belajar, tanpa memperhatikan dimana, atau pada usia berapa belajar terjadi. Pendidikan sebagai proses sepanjang hayat (Life Long Process), dan seseorang dilahirkan hingga akhir hidupnya.
Menurut George F. Kneller, bahwa yang disebut pendidikan adalah dapat dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (Mind), watak (Character), atau kemampuan fisik (Physical Ability) individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung terus (seumur hidup).[8]
Dalam arti teknis, pendidikan adalah proses di mana masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah, Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi kegenerasi.
Menurut Jhon Dewey, pendidikan adalah rekontrusksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.[9] Dan menurut Frederick Mayer, Pendidikan adalah suatu proses yang menuntun pencerahan umat manusia.[10]
Adapun mengenai unsure-unsur yang secara esensial yang tercakup dalam pengertian pendidikan adalah sebagai berikut :
v  Dalam pendidikan terkandung pembinaan (pembinaan kepribadian), pengembangan (pengembangan kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi yang perlu dikembangkan), peningkatan (misalnya dari tadak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengetahui siapa dirinya, bisa menjadi tahu akan hakikat dirinya), serta tujuan (kea rah mana peserta didik akan diharapkan dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin).
v  Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal dayanya, yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan) yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
v  Pendidikan adalah proses sepanjang hidup dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, sebagai makhluk social dan sebagai makhluk Tuhan.
v  Aktivitas pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, dalam sekolah, dan dalam masyarakat (Lingkungan).
Dari uraian diatas secara implisit terkandung betapa besarnya nilai pendidikan bagi individu, masyarakat, dan suatu bangsa, karena pendidikan sangat berguna untuk :
v  Membentuk pribadi-pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan tanggung jawab, mampu mengungkapkan dirinya melalui media yang ada, mampu melakukan hubungan manusiawi, dan menjadi warga Negara yang baik.
v  Membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan terampil serta dapat meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja.
v  Melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara.
v  Mengmbangkan nilai-nilai baru yang dipandang serasi oleh masyarakat dalam menghadapi tantangan ilmu, tekhnologi dan dunia modern.
v  Merupakan jembatan masa lampau ke masa kini dan ke masa yang akan datang. Apa yang dilakukan pendidikan dewasa ini, selain mengintegrasikan unsure-unsure yang dipandang baik di masa lampau, juga senantiasa berorientasi ke masa depan (Futuristik). Apa yang dilakukan dengan pendidikan di masa lampau akan dirasakan akibatnya di masa kini. Dan apa yang dilakukan dengan pendidikan dewasa ini akan dirasakan hasilnya di masa yang akan datang, pendidikan yang tidak mengantisipasi perkembangan masa depan akan selalu ketinggalan dan kurang berarti.
2.3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
2.3.1. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan  merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan.[11]tugas atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang didik maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat  hidup wajar sebagai manusia. Fungsi pendidikan terhadap masyarakat setidak-tidaknya ada dua bagian besar, yaitu Fungsi Preservative dan Fungsi Direktif, fungsi preservative dilakukan dengan melestarikan tata social dan tata nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan fungsi direktif dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan social, sehingga dapat mengantisipasi masa depan yang buruk.
Selain itu pendidikan mempunyai fungsi :
A.    Menyiapkan sebagai manusia.
B.     Menyiapkan sebagai tenaga kerja.
C.     Menyiapkan sebagai warga Negara yang baik.
Pendidikan untuk menyiapkan manusia sebagai manusia. Peranyataan ini dapat dimengerti jika kita kembali mengingat pendapat Drikarya, bahwa pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia muda. Manusia muda yang belum sempurna, yang masih tumbuh dan berkembang, dipersiapkan ditumbuh kembangkan menjadi manusia, yaitu manusia seutuhnya. Manusia yang utuh mengandung arti utuh dalam potensi dan utuh dalam wawasan.[12] Utuh dalam potensi maksudnya bahwa manusia sebagai subyek yang berkembang, memiliki potensi jasmani dan rohani. Potensi manusia meliputi :
1.      Badan dengan panca indera.
2.      Potensi berfikir.
3.      Potensi rasa.
4.      Potensi cipta, meliputi daya cipta, kreativitas, fantasi, hayalan, dan imajinasi.
5.      Potensi karya.
6.      Potensi budi nurani, yaitu kesadaran budi, hati nurani, dan kata hati.
Utuh dalam wawasan, dalam arti sebagai manusia yang sadar akan nilai :
1.      Wawasan dunia dan akhirat.
2.      Wawasan jasmani dan rohani.
3.      Wawasan individu dan social.
4.      Wawasan akan waktu, yaitu masa lalu, sekarang dan yang akan dating.
Menurut Jeane H. Balantine, fungsi pendidikan bagi masyarakat meliputi beberapa hal, yaitu :[13]
1.      Fungsi sosalisasi.
2.      Fungsi seleksi, latihan, dan alokasi.
3.      Fungsi inovasi dan perubahan social
Menurut Alex Inkeles, fungsi pendidikan itu adalah sebagai berikut :[14]
1.      Memindahkan nilai-nilai budaya.
2.      Fungsi nilai pengajaran.
3.      Fungsi meningkatkan mobilitas social.
4.      Fungsi stratifikasi.
5.      Fungsi latihan jabatan.
6.      Fungsi mengembangkan dan memantapkan hubungan-hubungan social.
7.      Fungsi membentuk semangat kebangsaan.
8.      Fungsi mengasuh bayi.
Bagi bangsa Indonesia, fungsi pendidikan diatur dalam pasal 2 UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu "Untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa".
Dari bermacam-macam fungsi tersebutlah, jelaslah bahwa pendidikan mengemban fungsi yang sangat luas karena menyentuh segala segi kehidupan manusia.
2.3.2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan tujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Tanpa ada tujuan, maka dalam praktek pendidikan tidak ada artinya.[15]
Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. M.J. Langeveld mengemukakan ada enam macam tujuan pendidikan yaitu:
1.      Tujuan Umum, total atau akhir.
2.      Tujuan Khusus.
3.      Tujuan tak lengkap.
4.      Tujuan sementara.
5.      Tujuan intermedier.
6.      Tujuan incidental.
Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi Lengeveld tujuan umum atau tujuan akhir akhirnya adalah kedewasaan, yang salah satu cirinya adalah telah hidup dengan pribadi yang mandiri. Untuk orang atau ahli lain, tujuan umum atau akhir ini dapat saja berbeda. Menurut Hoogveld, mendidik itu berarti membantu manusia muda agar ia mampu menunaikan tugas hidupnya secara mandiri. Yang dikejar adalah kemampuan tertentu dan manusia muda itu agar kelak mempunya kesempurnaan tertentu.[16] Menurut Notonagoro, tujuan akhir pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna. Kebahagiaan sempurna menurut Notonagoro adalah :[17]
1.      Kepuasan sepuas-puasnya hingga,
2.      Tidak menimbulkan keinginan lagi, dan,
3.      Kekal atau abadi.
Tujuan Khusus adalah penghususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, misalnya : usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan social budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan lain sebagainya.
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia, misalnya, Aspek psikologis, misalnya hanya pada aspek emosi atau pikirannya saja.
Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan sementara itu sudah tercapai, maka tujuan sementara tersebut akan ditinggalkan dan akan diganti dengan tujuan baru. Misalnya orang tua ingin agar anaknya berhenti merokok , dengan cara dikurangi uang sakunya, kalau sudah tidak merokok, lalu ditinggalkan dan diganti dengan tujuan lainnya, misalnya agar tidak suka bergadang.
Tujuan intermedier, yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya anak dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab pada lingkungan.
Tujuan incidental, yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika, spontan. Misalnya guru menegur anak yang bermain kasar pada waktu bermain sepak bola, orang tua meminta anaknya agar duduk dengan sopan, dan sebagainya. Semuanya itu adalah tujuan incidental atau seketika.
Di samping klasifikasi tujuan menurut langeveld, di Indonesia pernah dikenalkan adanya tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional yang terdiri atas Tujuan Instruksional Umum (TIU). Tujuan umum adalah tujuan akhir atau tertinggi yang berlaku di semua lembaga dan kegiatan pendidikan. Bagi bangsa Indonesia, tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pendidikan seperti UU No. 20 tahun 2003, adalah tujuan umum atau tujuan pendidikan nasional bagi kegiatan pendidikan di Indonesia. Menurut Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional yaitu "untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menajdi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".






















BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
3.1.1.      Guru/Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaa yang lebih tinggi.
3.1.2.      Pendidikan adalah proses di mana masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah, Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, dari generasi kegenerasi.
3.1.3.      Fungsi Pendidikan adalah sebagai berikut :
ü  Menyiapkan sebagai manusia.
ü  Menyiapkan sebagai tenaga kerja.
ü  Menyiapkan sebagai warga Negara yang baik.
3.1.4.      Tujuan dari Pendidikan adalah sebagai berikut :
ü  Tujuan Umum, total atau akhir.
ü  Tujuan Khusus.
ü  Tujuan tak lengkap.
ü  Tujuan sementara.
ü  Tujuan intermedier.
ü  Tujuan incidental.








DAFTAR PUSTAKA
1        Coombs, Philips H, (1985), "The World Crisis In Education", New York, Oxford University Press.
2        Conny R. Semiawan dan Soedijarto, (1991), "Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI", Jakarta, Gramedia.
3        Dewey, John, (1950), "Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education", New York, The Mac Millan Company.
4        Dirto H. Suryati S. dan Dwi S. (1995), "Pengantar Ilmu Pendidikan", Yogyakarta, FKIP-UNY Press.
5        Driyarkarya, (1980), "Driyarkarya Tentang Pendidikan", Yogyakarta, Yayasan Kanisius.
6        Imam Barnadib, (1988), "Ke arah Perspektif Baru Pendidikan ", Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
7        Kneller, George F, (1967) "Philosophy and Education", New York, John Wiley Sons, Inc.
8        Knight, George R. (1982), "Issues and Alternatives in Educational Philosophy" Michigan : Andrews University Press.
9        Mayer, Frederick, (1963), "Foundation of Education" Ohio : Charles E. Merril Books, Inc.
10    Moore, T.W. (1974), "Educational Theory An Introduction" London : Routledge & Kegan Paul.
11    Notonagoro, (1973), "Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila", Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
12    Parsono, Dkk, (1990), "Landasan Pendidikan" Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta Press.
13    Raka Joki, Dkk, (1984), "wawasan Kependidikan  Guru", Jakarta, PPLPTK.
14    Sutari Imam Barnadib, (1995), "Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis", Yogyakarta, Andi Offset.


1.       Sutari Imam Barnadib, (1995), "Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis", Hal : 15
2.       Umar Tirtarahardja dan La Sulo, (1994) "Pengantar Pendidikan", Hal 14
3.       Conny R. Semiawan dan Soedijarto, (1991), "Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI", Hal : 35
4.       Dirto H. Suryati S. dan Dwi S. (1995), "Pengantar Ilmu Pendidikan" Hal : 25
5.       Ibid, Hal :27
6.       Raka Joki, Dkk, (1984), "wawasan Kependidikan  Guru", PPLPTK (Artikel)
7.       Coombs, Philips H, (1985), "The World Crisis In Education", Hal : 154
8.       Kneller, George F, (1967) "Philosophy and Education", Hal : 135
9.       Dewey, John, (1950), "Democracy and Education", Hal : 235
10.    Mayer, Frederick, (1963), "Foundation of Education" Hal : 121
11.    Dirto H. Suryati S. dan Dwi S. (1995), "Pengantar Ilmu Pendidikan" Hal : 57
12.    Driyarkarya, (1980), "Driyarkarya Tentang Pendidikan", Hal : 89
13.    Imam Barnadib, (1988), "Kea rah Perspektif Baru Pendidikan ",Hal : 76
14.    Parsono, Dkk, (1990), "Landasan Pendidikan" Hal : 94
15.    Moore, T.W. (1974), "Educational Theory An Introduction" Hal : 302
16.    Knight, George R. (1982), "Issues and Alternatives in Educational Philosophy" Hal : 137
17.    Notonagoro, (1973), "Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila", Hal : 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar