SOSIALISME
A. Sejarah Lahirnya Ideologi Sosialisme
Sosialisme (sosialism) secara etimologi berasal dari bahasa Perancis,
sosial yang berarti kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali
muncul di Perancis sekitar 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi
aliran yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang berdasarkan
hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar
produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga
perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba tetapi semata-mata
untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dalam arti tersebut ada empat macam
aliran yang dinamakan sosialisme: (1) sosial demokrat, (2)
komunisme,(3) anarkhisme, dan (4) sinkalisme (Ali Mudhofir, 1988).
Sosialisme ini muncul kira-kira pada awal abad 19, tetapi gerakan ini
belum berarti dalam lapangan politik. Baru sejak pertengahan abad 19
yaitu sejak terbit bukunya Marx, Manifes Komunis (1848), sosialisme itu
(seakan-akan) sebagai faktor yang sangat menentukan jalannya sejarah
umat manusia.
Sosialisme,
seperti telah dikemukakan, mula-mula muncul sebagai sebagai reaksi
terhadap kondisi buruk yang dialami rakyat di bawah sistem kapitalisme
liberal yang tamak dan murtad. Kondisi buruk terutama dialami kaum
pekerja atau buruh yang bekerja di pabrik-pabrik dan pusat-pusat sarana
produksi dan transportasi. Sejumlah kaum cendekiawan muncul untuk
membela hak-hak kaum buruh dan menyerukan persamaan hak bagi semua
lapisan, golongan dan kelas masyarakat dalam menikmati kesejahteraan,
kekayaan dan kemakmuran. Mereka menginginkan pembagian keadilan dalam
ekonomi Di antara tokoh-tokoh awal penganjur sosialisme dapat disebut
antara lain: St. Simon (1769-1873), Fourisee (1770-1837) , Robert Owen
(1771-1858) dan Louise Blane (1813-1882). Setelah itu baru muncul
tokoh-tokoh seperti Proudhon, Marx, Engels, Bakunin dan lain sebagainya.
St.
Simon dipandang sebagai bapak sosialisme karena dialah orang pertama
yang menyerukan perlunya sarana-sarana produksi dimiliki sepenuhnya oleh
pemerintah/negara. Gagasannya merupakan benih awal lahirnya sistem
Kapitalisme Negara (state capitalism).
Fourisee,
tokoh sosialis berikutnya, adalah orang pertama di Eropa yang merasa
prihatin melihat pertarungan tersembunyi antara kaum kapitalis dan
buruh. Dia mengusulkan pada pemerintah Perancis agar membangun kompleks
perumahan yang memisahkan kelompok-kelompok politik dan ekonomi, yang
dapat menampung empat hingga lima ratus kepala keluarga. Ia menganjurkan
hal ini untuk menghentikan pertarungan dan pertentangan ekonomi antara
kaum kapitalis dan buruh. Pandangan ini tidak mendapat tanggapan
positif, sedangkan ajaran St Simon banyak mendapat pengikut serta
mendorong lahirnya Marxisme di kemudian hari.
Robert
Owen, seorang ahli ekonomi yang berpandangan sama dengan Fouriee.
Tetapi pandangan kurang bulat dibanding pandangan para pendahulunya. Ia
mengajarkan pentingnya perbaikan ekonomi seluruh lapisan masyarakat dan
penyelesaian masalah yang timbul antara kaum kapitalis dan buruh.
Caranya melalui berbagai kebijakan yang dapat mengendalikan timbulnya
kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial. Ia sendiri pernah menjadi
manager sebuah pabrik. Pengalamannya sebagai manager sangat mempengaruhi
pemikiran ekonominya. Sekalipun demikian ide-idenya dianut banyak orang
di Inggris. Louis Blanc adalah tokoh yang revolusioner dan ikut
membidani meletusnya Revolusi Perancis. Menurutnya salah satu kewajiban
negara ialah mendirikan pabrik-pabrik yang dilengkapi dengan segala
sarana dan bahan produksi, termasuk peraturan-peraturan yang mengikat.
Selanjutnya jika pabrik itu telah berjalan dengan baik diserahkan
pengurusannya kepada para buruh dan pegawainya untuk mengatur dan
mengembangkannya secara bebas. Organisasi dan managemen pabrik
seluruhnya dibebankan kepada buruh, begitu pula kewenangan memajukan
produksi, mencari pasar dan pembagian keuntungan. Sosialisme yang
dianjurkan Louis Blanc disebut sosialisme kooperatif. Menurutnya
kapitalisme akan hilang dengan sendirinya apabila gagasan-gagasannya itu
diwujudkan. Sayang, apa yang diserukannya itu kurang mendapat tanggapan
khalayak. Bahkan ia ditentang keras oleh para politisi dan ekonom. Pada
tahun 1882 di Inggris berdiri kelompok Fabian Society yang menganjurkan
sosialisme berdasarkan gilde.
Tetapi
pada akhir abad ke-19 sosialisme dan berbagai alirannya yang
berbeda-beda, mulai mendapat penerimaan luas di Eropa. Ini disebabkan
karena mereka tidak hanya melontarkan ide-ide dan mengembangkan wacana
di kalangan intelektual dan kelas menengah, tetapi juga terutama karena
mengorganisir gerakan-gerakan bawah tanah yang radikal dan bahkan
revolusioner.
Pierre
J. Proudhon (1809-1865) adalah penganjur sosialisme generasi kedua di
Perancis setelah generasi St. Simon dan Louis Blanc. Tetapi berbeda
dengan para penganjur sosialisme lain yang cenderung menghapuskan
hak-hak individual atas sarana-sarana produksi, termasuk hak petani
untuk memiliki tanah garapan, Proudhon justru bersikeras memperjuangkan
dipertahankan hak-hak individual secara terbatas, termasuk hak petani
untuk memiliki dan menggarap tanahnya, sebagai juga hak pengusaha kecil
untuk mengembangkan usahanya. Jadi ia menolak ide kolektivisme penuh
dari kaum sosialis radikal seperti Marx. Bagi Marx hak individual harus
dihapus, termasuk hak pemilikan tanah. Di samping itu kaum tani bukan
golongan yang penting dalam masyarakat yang bergerak menuju masyarakat
sosialis sejati.
Marx
berpendapat demikian karena faham dialektika materialismenya, yang
menganggap bahwa sejarah bisa berubah hanya disebabkan oleh
faktor-faktor produksi dan penguasaan sarana produksi oleh kaum proletar
yang selama ini diperas oleh kaum kapitalis. Perbedaan pandangan antara
Prodhoun dan Marx inilah yang membuat gerakan sosialis internasional
mengalami perpecahan pada akhir abad ke-19, dan sosialisme pun pecah ke
dalam berbagai aliran seperti sosialisme demokrat, komunisme ala Marx,
sosialisme anarkis ala Bakunin, Marxisme-Leninisme, sosialisme ala
Kautsky , sosialisme Kristen, dan lain-lain.
Kecuali
itu ketidakberhasilan sosialisme memperoleh pengikut yang signifikan
pada masa awal, tidak pula berhasil melakukan perubahan mendasar dalam
kehidupan masyarakat terutama disebabkan karena para penganjurnya
berkampanye di kalangan kaum elite dan intelektual. Khususnya dengan
cara menggugah sentimen moral mereka, padahal mereka "khususnya kaum
borjuis kapitalis" dengan semangat individualismenya yang tinggi tidak
mengacuhkan masalah-masalah moral dan implikasi moral bagi
tindakan-tindakan merejka. Rasa keadilan jauh dari pandangan hidup
mereka. Yang penting menimbun kekayaan sebanyak-banyaknya dengan
"menghalalkan segala cara".
B. Perkembangan Ideologi Sosialisme Di Dunia
Dalam
perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil mendirikan negara “komunis”.
Istilah “sosialis” lebih disukai daripada “komunis” karena dirasa lebih
terhormat dan tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyebut masa
transisi dari Negara kapitalis ke arah Negara komunis atau “masyarakat
tidak berkelas” sebagai masyarakat sosialis dan masa transisi itu
terjadi dengan dibentuknya “ Negara sosialis”, kendati istilah resmi
yang mereka pakai adalah “negara demokrasi rakyat”. Di pihak lain Negara
di luar “Negara sosialis”, yaitu Negara yang diperintah oleh partai
komunis, tetap memakai sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan
partai sosialis di Negara Barat memakai sebutan “sosialis demokrat”
(Meriam Budiardjo, 1984: 5). Dengan demikian dapat dikemukakan,
sosialisme sebagai idiologi politik adalah suatu keyakinan dan
kepercayaan yang dianggap benar mengenai tatanan politik yang
mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata
melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa
kekerasan.
Di
Rusia sebelum 1917, keadaan lebih parah lagi, Rezim Tsar yang despotis
malahan sama sekali tidak berpura-pura dengan masalah pemerintahan
demokratis. Jadi tidak mungkin ada perubahan sosial dan ekonomi dengan
jalan damai, sehingga apa yang terjadi ialah revolusi oleh kaum komunis.
Kemenangan bangsa-bangsa demokrasi dalam perang dunia I memberikan
dorongan yang kuat bagi partumbuhan partai sosialis di seluruh dunia.
Perang telah dilancarkan untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan dan
keadaan sosial terhadap imperialisme totaliter Jerman dan
Sekutu-sekutunya. Selama peperangan telah dijanjikan kepada
rakyat-rakyat negara demokratis yang ikut berperang, bahwa kemenangan
militer akan disusul dengan suatu penyusunan kehidupan sosial baru
berdasarkan kesempatan dan persamaan yang lebih banyak.
Selama
tahun 1920-an dan 1930-an, kaum sosialis di Eropa dan Amerika melakukan
serangan baru terhadap kelemahan kapitalisme, ungkapan-ungkapan
misalnya : ketimpangan ekonomi, pengangguran kronis, kekayaan privat dan
kemiskinan umum, menjadi slogan-slogan umum. Di Eropa partai sosialis
demokratis dipengaruhi Marxisme revisionis,solidaritas kelas pekerja,
dan pembentukan sosialis yang papa akhirnya melalui cara demokratis
sebagai alat untuk memperbaiki kekurangan system kapitalis. Periode
tersebut merupakan era menggejolaknya aktivitas sosialis.
Di
Inggris dukungan terbesar terhadap gerakan sosialisme muncul dari
Partai Buruh mencerminkan pertumbuhan buruh dan perkembangannya suatu
proses terhadap susunan sosial yang lama. Pada awal pertumbuhan hanya
memperoleh suara (dukungan) yang kecil dalam perwakilannya di parlemen.
Selanjutnya menjadi partai yang lebih bersifat nasional setelah masuknya
bekas anggota partai liberal. Banyak programnya yang berasal dari kaum
sosialis,terutama dari kelompok Febiaan berhasil memperkuat posisi
partai karena dapat memenuhi keinginan masyarakat. Kemajuan yang dapat
dicapaimisalnya dalam bidang (1) pemerataan pendapatan (2)distribusi
pendapatan (3) pendidikan (4) perumahan (Anthony Crosland, 1976:
265-268).Di Negara-negara Eropa lainnya seperti Perancis, Swedia,
Norwegia,
Denmark
dan juga Australia dan Selandia Baru partai-partai sosial berhasil
memegang kekuasaan pemerintahan melalui pemilu-pemilu bebas. Hal
tersebut berarti kalau kita berbicara sosialisme, maka kita
menghubungkan dengan sosialisme demokrasi tipe reformasi liberal. Hal
ini perlu dibedakan dengan sosialisme otoriter atau komunisme seperti
yang terlihat di Soviet dan RRC.
Perang
Dunia (PD) II memberikan gambaran lebih jelas tentang masalah di atas.
Menjelang tahun 1936 partai sosialis di Perancis merupaksn partai yang
terkuat. Selama PD II di bawah kedudukan Jerman, kaum komunis lebih
banyak bergerak di bawah tanah, mengadakan teror dan bertindak di luar
hukum sebagaimana sifatnya dalam keadaan normal pun juga demikian,
memperoleh pengikut yang lebih banyak, sehingga menjadi partai yang
terkuat di
.Setelah
PD II terjadi perubahan besar dalam pemikiran kaum sosialis. Pada
permulaan tahun 1960 banyak diantara partai sosialis demokrat Eropa yang
melepaskan dengan hubungan ikatan-ikatan idiology Marx. Mereka mengubah
sikapnya terhadap hak milik privat dan tujuan mereka yang semula
tentang hak milik kolektif secara total. Perhatian mereka curahkan
terhadap upaya “ menyempurnakan ramuan”pada perekonomian yang sudah
menjadi ekonomi campuran. Akibatnya disfungsi antara sosialis dan negara
kesejahteraan modern (The modern welfare state) kini dianggap orang
sebagai perbedaan yang bersifat gradual.
Di
Negara-negara Eropa lainnya seperti Perancis, Swedia, Norwegia, Denmark
dan juga Australia dan Selandia Baru partai-partai sosial berhasil
memegang kekuasaan pemerintahan melalui pemilu-pemilu bebas. Hal
tersebut berarti kalau kita berbicara sosialisme, maka kita
menghubungkan dengan sosialisme demokrasi tipe reformasi liberal. Hal
ini perlu dibedakan dengan sosialisme otoriter atau komunisme seperti
yang terlihat di Soviet dan RRC.
Berbeda
dengan yang berada di Inggris, kaum sosialis dalam pemilihan umum tahun
1951, memperoleh suara 6 kali pengikut yang lebih banyak jumlahnya
apabila dibandingkan dengan suara yang didapat kaum komunis. Bukti
tersebut tidak hanya diberikan oleh Inggris Raya, tetapi juga oleh
Negara-negara demokratis lainnya yang mempunyai gerakan–gerakan sosialis
yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan sipil yang penuh dapat
menangkal fasisme dan komunisme .
Apabila
orang ingin memberikan tingkat kepada Negara-negara demokratis dewasa
ini, terutama dalam masalah kemerdekaan sipil, maka Inggris, Norwegia,
Denmark, Swedia, Belanda, Belgia, Australia, Selandia Baru dan Israel
akan berada di Puncak daftar. Di Negara itu dalam masa terakhir berada
di bawah pemerintahan sosialis atau kabinet-kabinet koalisi yang di
dalamnya kaum sosialis memperoleh perwakilan yang kuat (William
Ebenstein,1994: 215).
Menurut
Milton H Spencer sosialisme demokrasi modern merupakan suatu gerakan
yang berupaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui
tindakan (1) memperkenalkan adanya hak milik privat atas alat-alat
produksi (2) melaksanakan pemilikan oleh negara (public ounership) hanya
apabila hal tersebut diperlukan demi kepentingan masyarakat (3)
mengandalkan diri secara maksimal atas perekonomian pasar dan
membantunya dengan perencanaan guna mencapai sasaran sosial dan ekonomis
yang diinginkan ( Winardi, 1986: 204).
Negara-negara
miskin berhasrat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari
segi kepentingan dalam negeri pertumbuhan ekonoimi yang tinggi merupakan
satu-satunya cara untuk mencapai srtandart hidup, kesehatan dan
pendidikan yang lebih baik. Ada dua cara untuk mencapai pembangunan
ekonomi yang pesat: Pertama cara yang telah digunakan oleh Negara Barat
(maju), pasar bebas merupakan alat utama untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.Kedua komunisme, dalam metode ini Negara memiliki
alat-alat produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Dalam
menghadapi masalah modernisasi ekonomi Negara-negara berkembang pada
umumnya tidak mau meniru proses pembangunan kapitalis Barat atau jalur
pembangunan komunisme. Mereka menetapkan sendiri cara-cara yang sesuai
dengan kondisi masing-masing Negara. Ketiga jalan ketiga disebut
Sosialisme. Dalam konteks negara terbelakang/berkembang sosialisme
mengandung banyak arti pertama di dunia yang sedang berkembang
sosialisme berarti cita-cita keadilan sosial . Kedua istilah sosialisme
di negara-negara berkembang sering berarti persaudaraan, kemanusiaan dan
perdamaian dunia yang berlandaskan hukum. Arti Ketiga sosialisme di
Negara berkembang ialah komitmen pada perancangan ( Willan
Ebenstein,1994: 248-249).
Melihat
tersebut di atas arti sosialisme pada negara berkembang dengan negara
yang lebih makmur karena perbedaan situasi histories. Di dunia barat
sosialisme tidak diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan negara
yang belum maju, tetapi cara mendistribusikan kekayaan masyarakat secara
lebih merata. Sebaliknya, sosialisme di negara berkembang dimaksudkan
untuk membangun suatu perekonomian industri dengan tujuan menaikkan
tingkat ekonomi dan pendidikan masa rakyat , maka sosialisme di negara
barat pada umumnya berkembang dengan sangat baik dalam kerangka
pemerintahan yang mantap (seperti di Inggris dan Skandinavia) ,
sedangkan di negara berkembang sosialisme sering berjalan dengan beban
tardisi pemerintahan yang otoriter oleh kekuatan imperialism easing atau
oleh penguasa setempat.Karena itu ada dugaan sosialisme di negara
berkembang menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap praktek
otoriter dibandingkan dengan dengan yang terjadi sosialisme di negara
barat. Kalau negara-negara berkembang gagal dalam usahanya mensintesakan
pemerintahan yang konstitusional dan perencanaan ekonomi , maka mereka
menganggap bahwa pemerintahan konstitusional dapat dikorbankan demi
memperjuangkan pembangunan ekonomi yang pesat melalui perencanaan dan
pemilikan industri oleh negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar