SEJARAH PERKEMBANGAN LIBERALISME DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
ABSTRAK
Pemikiran liberal (liberalisme)
adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang
berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya
Abad Pertengahan, liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari
pengawasan gereja dan raja. Berkembang di negara- negara Eropa dan Amerika
dengan paham yang sama. Perkembangan liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi
sektor-sektor berkaitan dengan kolonialisme, yakni dalam bidang ekonomi dan
politik Indonesia.
Kata Kunci: sejarah liberalisme,
perkembangan liberalisme, pengaruh liberalisme terhadap Indonesia
Identitas penulis:
1. Erlinda
Fajar Diana
2. Ika
Kartika
3. Kiki
Risna Ami Fadilah
4. Lutvia
Utami
5. Shindy
Dwi Irawati
Tahun 2014. Sejarah Perkembangan Liberalisme danPengaruhnya Terhadap Indonesia (Artikel). Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: Aditya N Widiadi
Liberalisme
adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu dalam segala
bidang.Menurut paham ini titik pusat dalam hidup ini adalah individu.Karena ada
individu maka masyarakat dapat tersusun dan karena individu pula negara dapat
terbentuk.Oleh karena itu, masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi
kebebasan kemerdekaan individu.Setiap individu harus memiliki
kebebasankemerdekaan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.
Terbentuknya
suatu negara merupakan kehendak dari individu- individu.Oleh karena itu, yang
berhak mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu
tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara
berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya.Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal.Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya.Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal.Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Paham
liberalisme kemudian mulai berkembang di Indonesia ketika masa kolonialisme
yang saat itu Indonesia di jajah oleh Belanda.Banyak hal yang menarik mengenai
perkembangan liberalisme di Indonesia saat itu.Paham-paham baru mulai
bermunculan saat Indonesia di jajah oleh pihak asing.Tergerus dengan budaya dan
perkembangannya.Paham yang di bawa Belanda lambat laun bersatu dengan
Indonesia, walaupun hasilnya merupakan suatu alkulturasi budaya.Paham
liberalisme berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia dalam segi ekonomi dan
politik.
Sejarah Lahirnya Paham
Liberalisme
Liberalisme atau
Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai
politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat
yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama
(Sukarna, 1981). Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam
sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada
kebebasan mayoritas.
Pemikiran liberal
(liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi
Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang
menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara
harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme
menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams,
2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika
gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal yang
mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik
(Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang
bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
·
Kesempatan yang sama.
(Hold the Basic Equality of All Human Being).
Bahwa manusia mempunyai
kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda,
sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung
kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan
kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
·
Treat the Others Reason
Equally (Perlakuan yang sama)
Dengan adanya pengakuan
terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang
dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan
kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan –
dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.
·
Government by the
Consent of The People or The Governed (pemerintahan dengan persetujuan dari
yang diperintah)
Pemerintah harus
mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak
menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
·
Berjalannya hukum (The
Rule of Law).
Fungsi Negara adalah
untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang
merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh
pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk
menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi
(Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
·
Yang menjadi pemusatan
kepentingan adalah individu (The Emphasis of Individual)
·
Negara hanyalah alat
(The State is Instrument).
Negara itu sebagai suatu mekanisme yang
digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri.
Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya
dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu
langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami
kegagalan.
·
Dalam liberalisme tidak
dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat
dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu
didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Sedangkan
menurut Ramlan Subakti (2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan yang lebih baik. Kedua,
anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara
terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat, sehingga rakyat
dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal
yang buruk. Oleh karena itu pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai
sebagai cendarung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan
berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian
besar individu belum tentu maksimal.
Ada dua macam
Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme
Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul
sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern,
Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme
Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada.
Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar, hanya mengubah hal-hal
lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya
ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa
Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir (Sukarna, 1981).
Dalam Liberalisme
Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap
individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham
baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi).
Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah
kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan (Sukarna, 1981). Jadi, tetap ada keteraturan di dalam
ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal
mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang
Kristen. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga
membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada
rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika.
Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di dunia, karena pada hakikatnya
manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya sendiri. Bentuk kebebasan dalam
politik pada zaman dahulu adalah penerapan demokrasi di Athena dan Roma.
Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah paham pada abad akhir abad 17, berhubungan dengan
runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti
dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama
Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak
berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen
sebagai suatu kejahatan (Idris, 1991:74). Menurut Abdulah Nashih Ulwan
(1996:71), pada era awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil
Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar
dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan.” (Matius, 22:21).
Namun kondisi tersebut
berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit Edict of
Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict
of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara
(state-religion) bagi Imperium Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada tahun 476
Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan (Medieval Ages)
atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi
institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh
Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan
dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan,
khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. (Idris, 1991:75-80; Ulwan,
1996:73).
Abad Pertengahan itu
ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan
raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat
pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi
atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya
semisal Marthin Luther (1546), Zwingly (1531), dan John Calvin (1564). Gerakan
ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti
Machiaveli (1528) dan Michael Montaigne (1592), yang menentang dominasi Gereja,
menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era
Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari
kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (1755), Voltaire (1778),
dan Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi
Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari
masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut
berawal dari kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes
terhadap kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan
sejarah masa lampau, di Prancis terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam
sekali antara golongan I dan II yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan
golongan III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis
mengajak seluruh rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak
sewenang-wenang dan kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna
mendapatkan kebebasan berpolitik, berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami
oleh pendapat Voltaire, Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme
akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis.
Perkembangan
Liberalisme di Negara- Negara Maju dan Berkembang
Paham liberalisme
menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme
menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung
usaha pribadi (Private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan
yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Di
zaman pencerahan, kaum intelektual dan politisi Eropa menggunakan istilah
liberal untuk membedakan diri mereka dari kelompok lain. sebagai adjektif kata
liberal dipakai untuk menunjuk sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional,
bebas merdeka (independent), berpikiran luas lagi terbuka (open-minded), dan
oleh karena itu hebat (magnanimous).
Dalam politik,
liberalisme dimaknai sebagai sistem dan kecenderungan yang berlawanan dengan
dan menentang sentralisasi dan absolutisme kekuasaan. Dibidang ekonomi,
liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas dimana intervensi pemerintah dalam
perekonomian dibatasi atau bahkan tidak diperbolehkan sama sekali. Dalam hal
ini dan pada batasan tertentu liberalisme identik dengan kapitalisme. Di
wilayah sosial, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan
megamalkan apa saja sesuai kecenderungan, kehendak dan selera masing-masing.
Bahkan lebih jauh dari itu liberalisme mereduksi agama menjadi menjadi urusan
privat.
Sebagaimana diungkapan
oleh H. Gruber, prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa
tunduk kepada otoritas apapun namanya adalah bertentangan dengan hak asasi,
kebebasan dan harga diri manusia, yakni otoritas yang akarnya, aturannya,
ukurannya, dan ketetapan ada diluar dirinya.
Pada awalnya
liberalisme berkembang di kalangan Protestan saja. Namun belakangan wabah
liberalisme menyebar di kalangan Khatolik juga. Tokoh-tokoh liberal
seperti Benjamin Constant anatar lain
menginginkan agar pola hubungan antara
institusi gereja, pemerintah, dan masyarakat ditinjau ulang dan diatur lagi.
Mereka juga menuntut reformasi terhadap doktrin-doktrin dan disiplin yang
dibuat oleh gereja katholik di roma,
agar disesuaikan dengan semangat zaman yang sedang dan terus berubah, agar
sejalan dengan prinsip-prinsip liberal dan tidak bertentangan dengan sains yang
meskipun anti Tuhan namun dianggap benar.
Dalam liberalisme tidak dapat menerima
ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan
filsafat dari John
Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu
adalah berubah.
I. Amerika
Negara-negara
yang menganut paham liberal di benua Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba,Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay,
dan Venezuela. Sekarang ini Kurang lebih paham Liberalisme dianut oleh
sebagian besar wilayah negara di Amerika.
II. Amerika
Serikat
Paham
liberal di Amerika Serikat (AS) disebut liberalisme modern atau liberalisme
baru. Sekarang para politis di AS mengakui, bahwa paham liberalisme klasik ada
kaitannya dengan kebebasan individu yang bersifat luas. Tetapi mereka
menolak ekonomi yang
bersifat laissez faire atau liberalisme klasik yang menuju ke
pemerintahan interventionism yang berupa penyatuan
persamaan sosial danekonomi.
Umumnya, hal tersebut disepakati pada dekade pertama abad ke-20 yang tujuannya
menuju keberhasilan suatu hegemoni para politis dalam negeri.Tapi, kesuksesan
tersebut mulai merosot dan menghilang pada sekitar tahun1970-an. Pada saat itu
konsensus liberal telah dihadapkan suatu death-blow atau yang
berupa robohnya pemerintahan Bretton Woods System yang dikarenakan
kemenangan Ronald Reagan dalam
pemilihan presiden tahun
1980, yang menjadikan liberalisme suatu arus kuat dalampolitik AS
pada tahun tersebut.
Liberalisme
AS mulai bangkit pada awal abad ke-20 sebagai suatu alternatif ke politik nyata
yang merupakan interaksi internasionalyang
dominan pada waktu itu. Presiden Franklin Roosevelt yang pada saat
itu adalah seorang yang berpaham liberal self-proclaimed,
menawarkan bangsa itu menuju ke suatu kesuksesan baru dengan cara membangun
institusi kolaboratif yang berpendukungan orang-orang Amerika sendiri dan
berjanji akan menarik AS keluar dari tekanan yang besar tersebut. Untuk
mengantisipasi akhir Perang Dunia II,
Roosevelt merancang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
sebagai suatu alat berupa harapan akan kerja sama timbal balik daripada membuat
ancaman dan penggunaan kekuatan perang untuk
memecahkan permasalahan politis internasional tersebut. Roosevelt juga
menggunakan badan tersebut (PBB) untuk memasukan orang-orang Afrika yang
tinggal di Amerika ke dalam militer AS
serta membuat badan pendukungan hak dan kebenaran para wanita-wanita, sebagai
penekanan atas kebebasan individu yang selanjutnya dilanjutkan oleh
Presiden John F Kennedy dengan
pembangunan Patung Liberty (1964) sebagai
simbol kebebasan individu untuk hidup.
Sebenarnya,
liberalisme yang dianut oleh AS, sebagaimana yang ditekankan oleh Wilson dan
Roosevelt adalah dengan menekankan kerja sama serta kolaborasi timbal balik dan
usaha individu, bukan dengan membuat ancaman dan pemaksaan sebagai untuk
pemecahan permasalahan politis baik di dalam maupun luar, sepertinya dianut
oleh Presiden AS saat ini,George W Bush.
Suatu paham liberal di AS itu mungkin seperti institusi dan prosedur politis
yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari agresi oleh yang
kuat, dan kebebasan dari norma-norma sosial bersifat membatasi. Karena sejak
Perang Dunia II, liberalisme di AS telah dihubungkan dengan liberalisme modern,
pengganti paham ideologi liberalisme klasik.
III. Eropa
Sebagai
aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa membuat
suatu paham yang berterminologi politis (termasuk "sosialisme" dan
" demokrasi sosial"). Tapi, mereka tidak bisa memilih AS dengan
pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat itu Eropa belum begitu mengenal
liberalisme yang dianut oleh AS. Tapi beberapa tahun kemudian barulah Eropa
menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong Eropa ke
suatu kebebasan individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki keadaan ekonomi
mereka tersendiri. Liberalisme di Eropa mempunyai suatu tradisi yang kuat. Di
negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung menyebut diri mereka sendiri
sebagai kaum liberal, atau sebagai radical centristsyang democratic.
Negara-negara
penganut paham liberal yakni diantaranya adalah Albania, Armenia, Austria,
Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia,
Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia,
Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Moldova, Belanda, Norwegia, Polandia,
Portugal, Romania, Rusia, Serbia, Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol,
Swedia, Switzerland, Ukraina dan United Kingdom.
IV. ASIA
Negara-negara
yang menganut paham liberal di Asia antara lain adalah India, Iran, Israel,
Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Turki. Saat ini banyak negara-negara
di Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Myanmar, Kamboja, Hong
Kong, Malaysia dan Singapura.
V. Afrika
Sistem ekonomi liberal terbilang masih baru di Afrika. Pada dasarnya, liberalisme hanya dianut oleh mereka yang tinggal di Mesir,Senegal dan Afrika Selatan. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme sudah dipahami oleh negara Aljazair, Angola, Benin, Burkina, Faso, Mantol Verde, Cote D’lvoire, Equatorial, Guinea, Gambia, Ghana, Kenya, Malawi, Maroko, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Tunisia, Zambia Zimbabwe dan Republik Kongo.
Pengaruh
Liberalisme Terhadap Sektor-Sektor di Indonesia
Perkembangan zaman dan
globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan
liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia.
Hal ini memiliki unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme.
Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka
terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan
perang dunia. Kemajuan paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu
bukti pemikiran manusia yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang
telah ada lebih dulu di banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme
merupakan aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang
senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman
dengan adanya peraturan yang mengutamakan agama dan gereja padahal jika di
telaah namanya juga kehidupan dan itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang
baru. Munculnya banyak filsuf juga salah satu bukti akan memunculan paham
liberalisme ini. Liberalisme adalah aliran yang lahir dari tekanan dogma agama
dan geraja. “Liberalisme aliran Adam Smith ialah satu-satunya tugas negara
yakni memelihara ketertiban umum dan menegakkan hukum agar kehidupan ekonomi
bisa berjalan dengan lancar” (Notosusanto. 2010: 374).
Pengaruh liberalisme
juga sedikit banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu terjadi pada masa
kolonialisme. Hal ini terlihat dari beberapa bidang yang dijadikan sentral
dalam masa kolonialisme tersebut. Banyak kegiatan- kegiatan bidang tertentu
yang telah mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang menekankan aliran
liberalisme. Terlebih lagi jika dilihat dari sejarah negara Belanda, Belanda
merupakan salah satu negara yang menerapkan asas liberalisme dalam kehidupannya.Itu yang menjadi
pengaruh besar terhadap perkembangan liberalisme di Indonesia. Perkembangan
liberalisme di mulai sejak masa kolonialisme. Apalagi ditambah dengan politik
baru yang diterapkan di Indonesia yakni demokratis juga memberikan warna baru
dalam berkembangnya liberalisme. Dalam (Notosusanto. 2010: 371) mengatakan
bahwa “sistem ekonomi kolonial antara tahun- tahun 1870 dan 1900 pada umumnya
di sebut sistem liberalisme, maksudnya pada masa tersebut untuk pertama kalinya
sejarah kolonial paham liberalisme di terapkan dalam bidang ekonomi dalam
sektor permodalan dan perkebunan”.
Dalam Bidang Ekonomi
Belanda pertama
datang ke Indonesia pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang
dilakukan oleh Cornelis de Hotman
dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan.Kolonisasi yang
dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal
31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sehingga untuk menjalankan roda
pemerintahan di Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai
Belanda) mengirimkan Deandles di Indonesia dengan tugas:
ü
Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
ü
Memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
Untuk merealisasi tugas tersebut Deandeles melakukan langkah
sebagai berikut:
ü Untuk pertahanan pulau Jawa dibuat jalan
Anyer-Panarukan dengan menggerakkan kerja paksa.
ü Dibangun pabrik persenjataan di Gresik
(Surabaya) dan Semarang.
ü Dibangun pankalan angkatan laut di Ujungkulon.
o Dalam
bidang Ekonomi
ü
Melanjutkan
pelaksanaan contingenten (pajak in natural) dan sistem penyerahan wajib
tanah wajib kopi di Periangan.
ü Penjualan tanah yang luas kepada
partikuler
ü Dikeluarkanya uang kertas
Daendles pada “masa pemerintahannya dikenal sebagai
penguasa pemerintahan yang sangat disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu,
Ia disebut sebagai gubernur jendral bertangan besi.Akan tetapi dalam tugas
perintahnya Daendles melakukan kesalahan, menjual tanah milik negara kepada
pengusaha asing dimana dia tanpa sengaja telah melanggar undang-undang negara.
Oleh karena itu, pemerintah Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri
Belanda. Daendles berkuasa di Indonesia pada tahun 1808-1811”(Suwanto, dkk, 1997: 25).
Dalam paham liberalisme merupakan salah satu aliran yang
dijadikan suatu acuan dalam mengembangkan sektor ekonomi secara individu tanpa
campur tangan atau kaitan dengan pemerintah. “Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik yang utama” (Ensiklopedia bebas). Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern,
liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Liberalisme terlihat jelas dalam masa pemerintahan Belanda terutama pada sektor
ekonomi yang berkembang.
Sesuai dengan tuntutan kaum liberal, maka pemerintah
kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal swasta untuk
sepenuhnya menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha dan kegiatan di
Indonesia, terutama di daerah perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa.“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870,
Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sejak tahun 1870 di Indonesia telah
diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal
swasta asing. Selama periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia terbuka bagi modal
swasta Barat, karena itulah maka masa ini sering disebut zaman liberalisme”
(Marwati Djoened. 1993).
Hal itu berarti Indonesia
dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, anatara lain berikut ini:
Ø Tempat
mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa.
Ø Tempat
mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Ø Menjadi
tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
Ø Menjadi
tempat penanaman modal asing.
Di samping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta
asing lain juga masuk ke Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika,
Jepang, dan Belgia. Modal-modal asing tersebut tertanam pada sector-sektor
pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah
dan minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat
pesat.Misalnya, “perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan
dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa.Demikian pula perkebuunan
teh dan tembakau mengalami perkembangan yang pesat.Sejak semula tembakau telah
ditanam di daerah Yogyakarta dan Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu
diperluas sampai ke daerah Besuki (Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra
Timur).Hasil-hasil bumi penting yang lainnya adalah kina, kakao, kapas, minyak
sawit, gambir, minyak serai, karet, dll.lalu dibuka pula pertambangan mas,
timah, dan minyak” (Pane, Sanusi. 1980)
Selama perang Jawa berlangsung pihak Belanda memikirkan
berbagai rencana. Semuannya memiliki sasaran umum, yaitu bagaimana Belanda
memperoleh keuntungan dari daerah tropis dalam jumlah dan harga yang tepat.
Pemikiran orang Belanda sejak pemikirannya ketika akan melakukan pelayaran.
Dengan sistem azas liberal yang telah di miliki oleh Belanda, dengan mudah
menepatkan koloninya dengan azas yang sama pula. “Pada tahun tahun 1829
Johannes van den Bosch (1780-1844) menyampaikan kepada raja Belanda mengenai
usulan-usulan yang dikenal dengan simten culturestelsel (sistem penanaman).
Bulan Januari 1830 van de Bosch tiba di Jawa sebagi Gubernur Jenderal yang baru.
Rencana van de Bosch bahwa setiap desa harus menyisihkan sebagian dari tanahnya
guna komoditi ekspor untuk dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang
pasti dan menguntungkan bagi kolonial” (Ricklefs. 1981). Dalam teorinya setiap pihak akan memperoleh
keuntungan dari sistem ini. Desa masih memiliki tanah yang cukup luas untuk
kegunaannya sendiri dan akan mendapatkan penghasilan dalam bentuk tunai.
Dampak cultuurstelsel terhadap orang-orang Jawa dan
Sunda di seluruh Jawa sangat beraneka ragam, sedangkan bagi kaum elit bangsawan
di seluruh Jawa zaman ini benar-benar menguntungkan. Kedudukan mereka menjadi
aman dan penggantian secara turun temurun untuk jabatan-jabatan resmi menjadi
norma, tetapi mereka tergantung secara langsung kepada kekuasan Belanda untuk kedudukan
dan penghasilan mereka. Upaya menentang Cultuurstelsel kini muncul di negeri
Belanda.Pemerintah mulai menjadi bimbang apakah sisitem ini masih dapat
dipertahankan lebih lama lagi.Pada tahun 1848 untuk pertama kalinya konstitusi
liberal memberikan parlemen Belanda (Staten-Generaal) peranan yang berpengaruh
dalam urusan-urusan penjajahan. Mereka mendesak di adakannya suatu pembaharuan
liberal: pengurangan peranan pemerintah dalam perekonomian kolonial secara
drastis, pembebasan terhadap pembatasan-pembatasan perusahaan swasta di Jawa
dan Sunda. Pada tahun 1860 Eduard Douwes Dekker menerbitkan buku berjudul Max
Havelaar.Akan tetapi, kaum Liberal menghadapi suatu dilema, mereka ingin
dibebaskan dari cultuurstelsel tetapi bukan dari keuntungan-keuntungan yang di
peroleh bangsa Belanda dari Jawa.Akhirnya diputuskan untuk dihapuskannya
cultuurstelsel dari sedikit demi sedikit.Penghapusan di mulai dari komuditi
yang paling sedikit mendatangkan keuntungan yaitu lada, kemudian cengkih, nila,
teh, dan seterusnya.
Dalam Bidang Politik
Penjajahan merupakan
salah satu awal munculnya aliran atau paham baru yang ada di Indonesia. Hal itu
di bawa secara paksa melalui kolonialisme khususnya oleh pemerintah kolonial
Belanda. “Prinsip negara telah muncul dalam UUD (undang-undang dasar) Belnda
pada taun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral
erhadap agama, artinya tidak memihal satu atau bahkan mencapuri urusan agama
itu sendiri. Hal ini juga di kenal dengan paham sekular yang menjadi akar
kemunculan paham liberalisme” (Noer. 1991). Bahkan prinsip dari sekular itu
dapat dilihat melalui rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial
melalui Islam Politik, yakni
kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah islam di Indonesia.
“Kebijakan ini menindas islam sebagai ekspresi politik, inti islam politik”
(Pieor. 1924 dalam Suhelmi 2007) ialah:
o Dalam
bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya
memberikan kebebasan, sepanjang tidak menganggu kekuasaan pemerintah Belanda
o Dalam
bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat
istiadat atau kebiasaan rakyat agar rakyat bisa mendekati Belanda.
o Dalam
bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus
mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme
Dengan berjalannya
politik etis di Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda
di awal abad XX semakin menekankan liberalisme di Indonesia. “Salah satu bentuk
kebijakan yang di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi, upaya mengikat negeri jajahan atau koloninya dengan
penjajahnya, jadi bisa di pastikan negara koloni itu terikat oleh negara
jajahan dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia.
Pendidikan, sebagaimana menjadi cara yang tepat agar rakyat Indonesia dengan pemikiran penjajah
memiliki perspektif yang cenderung sama” (Noer. 1991: 183). Bahkan dengan kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945 seharusnay menjadi momentum yang tepat untuk
menghapus penjajahan secara total, termasuk mancabut pemikiran sekular-liberal
yang ditanamkan oleh penjajah. Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di
jadikan sebagai pergantian rezim yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau
ideologi penjajah itu sendiri. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi
tetap sekular-liberal.
“Ketersesatan sejarah
Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam sidang
BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjoe dan
M. Yamin telah menangkan kompetensi politik melawan kelompok islam dengan tokoh
Abdul Kahar Muzakhir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim dan Abikoesno
Tjokrosoejoso” (Anshari. 1997: 42). Hal ini yang berdampak terhadap perkembangan
bidang-bidang di Indonesia selanjutnya. Kemenangan yang di ciptakan oleh para
tokoh merupakan awal dari salah satu perkenalan paham liberal setelah Indonesia
selesai di jajah oleh para kolonialisme. Kejadian itu semakin membuat politik
Indonesia lebih bersifat liberal. “Dalam politik, liberalisme ini nampak dalam
sistem demokrasi liberal yang memisahkan agama dari negara sebagai titik tolak
pandangan dan selalu mengagungkan kebebasan individu itu sendiri” (Audi. 2002
dalam Suhelmi 2007).
Akibat Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia
Pelaksanaan politik liberal
membawa akibat sebagai berikut:
o Bagi
Belanda
§ Memberikan
keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda.
§ Hasil-hasil
produksi perkebunan dan pertambangan mangalir ke negeri Belanda.
§ Negeri
Belanda manjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
o
Bagi rakyat Indonesia
§ Kemerosotan
tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20
setiap keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih
dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Penduduk
hidup dalam kemiskinan.
§ Krisis
perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi
penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan
penghematan, misalnya dengan jalan menekan uang sewa tanah dan upah kerja di
perkebunan dan pabrik-pabrik.
§ Sistem
perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
§ Dalam
mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah
Belanda mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak
secara langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk pembiayaan
pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah
tersebut.
§ Adanya
pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah
produksi pertanian menurun.
§ Menurunnya
usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barag-barang impor
dari Eropa.
§ Pengangkutan
dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
§
Rakyat menderita akibat
diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale Sanctie).
Pemikiran liberal
(liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi
Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang
menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara
harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme
menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams,
2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika
gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Terbentuknya suatu
negara merupakan kehendak dari individu-individu. OLeh karena itu, yang berhak
mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut.
Dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di
tangan rakyat (demokrasi). Agar supaya
kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus
dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya. Dengan demikian, yang
dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal. Hal ini seperti
yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Perkembangan zaman dan
globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan
liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia.
Hal ini memiliki unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme.
Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka
terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan
perang dunia. Kemajuan paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu
bukti pemikiran manusia yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang
telah ada lebih dulu di banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme
merupakan aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang
senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu.
Daftar
Rujukan:
Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today), Penerjemah
Ali Noerzaman. Yogyakarta : Penerbit Qalam
Anshar,
Endang Saifuddin. 1997. Piagam Jakarta
Juni 1945 Sebuah Konsesus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesiai
(1945-1949). Jakarta: Gema Insani Press
Budiardjo, Miriam.1992. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Ensiklopedia Bebas
Husaini, Adian & Hidayat, Nuim. 2002. Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi,
Penyimpangan, dan Jawabannya. Jakarta: Gema Insani Press)
Idris, Ahmad. 1991. Sejarah Injil dan Gereja (Tarikh Al-Injil wa Al-Kanisah),
Penerjemah H. Salim Basyarahil. Jakarta : Gema Insani Press
Noer, Deliar. 1998. Pemikiran Politik di Negeri Barat. Jakarta: Mizan
Noer,
Deliar. 1991. Gerakan Modern Islam di
Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES
Notosusanto, Nugroho. 2010. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Balai Pustaka
Pane, Sanusi.1980.
Sejarah Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs, H.C. 1981. Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan
oleh Dharmono Hardjowidjono. Yogyakata: Gajah Mada Univesity Press.
Subakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo
Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sukarna. 1981. Ideologi:
Suatu Studi Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Alumni
Suwanto, dkk.1997. Sejarah
Nasional dan Umum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Semarang: Aneka Ilmu
Ulwan, Abdullah Nashih. 1996. Islam Syariat Abadi (Al-Islam Syar’ah Az-Zaman wa Al-Makan),
Penerjemah Jamaludin Saiz. Jakarta : Gema Insani Press
Wanniski,
Jude (1998). The Way the World
Works. Regnery Gateway.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar