Sabtu, 20 Desember 2014

Kolonialisme Indonesia

Sejarah Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia

Bahan belajar Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA )Klas XI Smester II
Kompetensi Dasar (KD) : Menganalisis perkembangan pengaruh barat dan perubahan ekonomi, demografi dan kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia pada masa colonial.
Materi : Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia dan pengaruhnya terhadap perubahan ekonomi, demografi dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
URAIAN
Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Ekonomi, Demografi dan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia
1. Masa VOC
Latar Belakang
Pada awalnya pedagang-pedagang Belanda yang berpusat di Rotterdam membeli rempah-rempah dari Lisabon, Portugis. Pada tahun 1580 Raja Philip dari Spanyol naik tahta. Ia berhasil mempersatukan Spanyol dan Portugis, akibatnya Belanda tidak dapat lagi mengambil rempah-rempah dari Lisabon yang sedang dikuasai Spanyol (Belanda pernah di jajah Spanyol). Hal ini lah yang mendorong Belanda mulai melakukan penjelajahan samudra untuk mendapatkan daerah asal rempah-rempah.
Pada tahun 1595, ekspedisi Belanda yang pertama berlayar ke Hindia Timur di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, sebanyak 4 buah kapal dengan 249 awak dan 64 pucuk meriam. Pada bulan Juni 1596, kapal-kapal de Houtman tiba di Banten (pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat). Kepemimpinan yang kurang cakap menyebabkan terjadinya banyak perselisihan di dalam ekspedisi tersebut, seperti melakukan penghinaan, pembunuhan seorang penguasa lokal saat menaiki perahu yang mendekati kapal Belanda untuk berbicara dengan mereka(di lepas pantai Madura). Setelah mengalami banyak penderitaan dan wabah penyakit, akhirnya pada tahun 1597, sisa-sisa ekspedisi itu kembali ke negeri Belanda hanya tinggal 3 buah kapal beserta 89 awak dengan membawa cukup banyak rempah-rempah untuk menunjukkan bahwa mereka mendapat keuntungan. Walaupun demikian, de Houtman disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat Belanda. Ia dianggap sebagai pelopor pelayaran menemukan jalan laut ke Nusantara.
Sejak saat itu, mulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran-pelayaran liar (tidak teratur) yaitu ketika perusahaan-perusahan ekspedisi Belanda yang saling bersaing untuk memperoleh rempah-rempah di Hindia Timur (Indonesia). Pada tahun 1598, 22 buah kapal milik lima perusahaan yang berbeda mengadakan pelayaran. Armada yang berada dibawah pimpinan Jacob van Necklah yang pertama tiba di kepulauan rempah-rempah Maluku pada bulan Maret 1599, di mana rombongannya diterima dengan baik dan kapal-kapalnya kembali ke Belanda pada tahun 1599-1600 dengan mengangkut cukup banyak rempah-rempah yang menghasilkan keuntungan 400 persen. Di tahun 1601 14 ekspedisi yang berbeda diberangkatkan lagi dari Belanda. Pada waktu itu ada 4 perwakilan dagang Belanda yang bersaing di Banten, persaingan itu menyebabkan naiknya harga, sementara meningkatnya pasokan ke Eropa menyebabkan turunnya keuntungan yang diperoleh.
Pada Tahun 1598, parlemen Belanda (Pangeran Maurits, Johan van Olden Barnevelt) mengajukan sebuah usulan supaya persereoan-perseroan yang bersaing itu menggabungkan kepentingan mereka masing-masing ke dalam satu kesatuan. Sehingga pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan yang saling bersaing itu bergabung membentuk perserikatan maskapai Hindia Timur, Vereening de Oost-Indische Compagnie (VOC) yang bermarkas di Amsterdam. Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di kepalai oleh Francois Wittert.
Adapun tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai berikut :
1. Menghindari persaingan tidak sehat diantara sesama pedagang Belanda untuk keuntungan maksimal.
2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan baik dengan bangsa Eropa lainnya maupun dengan bangsa lainnya.
3. Membantu dana pemerintahan Belanda yang sedang berjuang menghadap Spanyol.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa, VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda yang dikenal sebagai hak Octroi. Yang meliputi sebagai berikut :
1. Monopoli perdagangan.
2. Mencetak dan mengedarkan uang.
3. Mengangkat dan menberhentikan pegawai.
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja.
5. Memiliki tentara untuk pertahan diri.
6. Mendirikan benteng.
7. Menyatakan perang dan damai.
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa pegawai setempat.
Pada Tahun 1610 VOC untuk pertama kalinya mengangkat seorang gubernur jenderal, yaitu, Piter Both (1610-1614) yang berkedudukan di Ambon. VOC beranggapan bahwa Ambon letaknya terlalu jauh dari Selat Malaka sehigga kurang strategis untuk dijadikan pangkalan dagang yang kuat. Oleh karena itu, perhatian VOC tertuju ke Jayakarta untuk dijadikan pangkalan dagang utamanya. Pangeran Wijayatkrama sebagai pemimpin Jayakarta saat itu sedang berselisih dengan negeri induknya yaitu Banten yang dipimpin oleh Ranamanggala. Pertentangan tersebut dimanfaatkan oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sehingga berhasil merebut Jayakarta. Pada tanggal 30 Mei 1619 J. P. Coen mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia yang kemudian dijadikan markas besar VOC.
Kebijakan-Kebijakan Pemerintahan VOC
Guna mendapatkan keuntungan yang besar, VOC menerapkan monopoli perdagangan, bahkan pelaksanaan monopoli di Maluku lebih keras dari pada pelaksanaan monopoli bangsa Portugis. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain sebagai berikut :
1) Verplichte Leverantie, yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan VOC. Peraturan ini melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
2) Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
3) Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
4) Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yang dapat menyebabkan harga rempah-rempah merosot.
5) Pelayaran Hongi yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak pelanggarannya.
Sistem Birokrasi VOC
Guna memerintah wilayah-wilayah di Nusantara yang telah dikuasai, VOC mengangkat Gubernur Jendral yang dibantu oleh 4 orang anggota yang disebut Raad van Indie (Dewan India). Dibawah Gubernur Jendral diangkat beberapa gubernur yang memimpin suatu daerah. Dibawah Gubernur terdapt beberapa residen yang dibantu oleh asisten residen. Pemerintahan dibawahnya lagi diserahkan kepada pemerintahan tradisional, seperti raja dan bupati.
Dalam melaksanakan pemerintahan, VOC menerapkan system tidak langsung dengan memanfaatkan system Feodalisme yang sudah berkembang di Nusantara. Cirri khas Feodalisme adalah ketaatan mutlak dari lapisan bawah kepada atasannya. Susunan semacam itu dipertahankan terus sehingga VOC dapat melaksanakan monopoli perdagangannya dan menarik pajak melalui raja dan bupati. Oleh karena itu VOC selalu ikut campur tentang masalah perganian Raja bupati. Dalam melaksanakan tugas-tugas dari VOC, raja dan bupati selalu mendapat pengawasan oleh residen dan asisten residen. Dalam birokrasi seperti itu desa-desa serta rakyatnya menanggung beban paling berat atas tindakan-tindakan bupati dan rajanya.
Kemunduran VOC
Kemunduran dan kebangkrutan VOC disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Banyak korupsi yang dilakukan oleh pegawai VOC.
2. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat makin luasnya wilayah kekuasaan VOC.
3. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat sangat besar.
4. Persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain misalnya kongsi dagang portugis (compagnie des indies) dan kongsi dagang inggris (east Indian compagnie)
5. Utang VOC yang sangat besar.
6. Pemberian deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya mengalami kemunduran.
7. Berkembangnya paham liberalism sehingga monopoli perdagangan yang ditetapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
8. Pendudukan Perancis terhadap negeri Belanda pada tahun 1795. Perancis memiliki musuh utama yaitu Inggris yang berada di India dan meluaskan jajahannya ke Asia Tenggara. Badan seperti VOC tidak dapat diharapkan terlalu banyak dalam menghadapi Inggris sehingga VOC harus dbubarkan.
VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan saldo kerugian sebesar 134,7 Golden. Selanjutnya semua utang dan kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda.
Perubahan yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke-18 besar pengaruhnya terhadap jajahan Belanda (Nusantara). Pada tahun 1795, Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas bantuan Perancis berhasil merebut kekuasaan dan membentuk pemerintahan baru yang disebut Republik Bataaf. Republik ini menjadi bawahan Perancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Raja Belanda Villiem V, melarikan diri dan membentuk pemerintah peralihan di Inggris (yang pada waktu itu menjadi musuh Perancis).
Setelah VOC dibubarkan tanah jajahan diurus oleh suatu badan yang disebut Aziatische Raad (Dewan Asia). Kekuasaan pemerintah Belanda di Nusantara dipegang oleh Gubernur Jendral Johannes Siberg (1801-1804), yang kemudian diteruskan oleh Gubernur Jendral Wiesel (1804-1808) hanya melajutkan politik lama VOC yaitu monopoli perdagangan dalam mencari keuntungan.
2. Masa pemerintahan Herman W. Daendels
Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada tahun 1806 Perancis (Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Kerajaan Belanda. Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja Belanda. Beraarti pada saat itu pemerintah yang berkuasa di Nusantara adalah Pemerintah Belanda-Perancis.
Oleh karena Nusantara berada di bawah ancaman Inggris yang berkuasa di India, Napoleon membutuhkan orang yang kuat dan berpengalaman militer untuk mempertahankan jajahannya di Nusantara. Oleh karena Louis Napoleon mengangkat Herman Wiliiem Daeadels sebagai gubernur jendral di Nusantara yang mulai pemerintahanya mulai berjalan tahun 1808 dengaan tugas utama mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
Dibidang birokrasi, para bupati dijadikan pegawai pemerintah belanda dan diberi pangkat sesuai dengan ketentuan kepegawaian Pemerintah Belanda. Mereka mendapat penghasilan dari tanah dan tenaga sesuai dengan hokum adat.
Dibidang hukum dan peradilan Daendels membentuk tiga jenis peradilan yang didasarkan pada warna kulit yaitu : a) Peradilan untuk orang Eropa b) Peradilan untuk orang pribumi c) Peradilan untuk orang Timur Asing. Pengadilan untuk pribumi ada di setiap prefectuur dengan prefect sebagai ketua dan para bupati sebagai anggota. Hukum ini diterapkan di wilayah kabupaten, sedangkan diwilayah prefectuur seperti Batavia, Semarang dan Surabaya diberlakukan hukum Eropa. Pemberantasan korupsi menjadi perhatian Daendels, walaupun ia sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta.
Dalam melaksanakan tugas utamanya, untuk mempertahankan pulau Jwa dari serangan Inggris Daendels mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a. Membangun jalan antara Anyer-Panarukan baik sebagai lalu lintas pertahanan maupun perekonomian. Dalam hal ini rakyat dipaksa untuk melakukan kerja Rodi (perbudakan dibiarkan berkembang).
b. Menambah jumlah angkatan perang dari 3000 orang menjadi 20.000 orang.
c. Membangun pabrik senjata di Gresik dan Semarang. Hal itu karena ia tidak dapat mengharapkan lagi bantuan dari Eropa. Akibat blockade Inggris di lautan.
d. Membangun pangkalan angkatan laut di ujung Kulon dan Surabaya.
e. Membangun benteng-benteng pertahanan.
f. Meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Akhir Kekuasaan Herman W. Daendels
Kejatuhan Daendels antara lain disebabkan oleh;
1. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, dan Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan.
2. Penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak suwasta dan manipulasi penjualan istana Bogor.
3. Keburukan dalam system administrasi pemerintah.
Louis Bonaparte sebagai raja Belanda akhirnya menarik kembali Daendels dengan pertimbangan Deandels sudah berbuat optimal. Apabila diteruskan dikhawatirkan akan memperburuk citra Belanda di Nusantara.penggantinya diutislah Gubernur Jendral Jansen. Ketika akhirnya Inggris menyerbu pula Jawa gubernur jenderal Jansen tidak mampu bertahan dan akhirnya menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Prancis itu ditantadai dengan Kapitulasi Tuntang yang isisnya sebagai berikut :
a. Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris
b. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c. Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
d. Semua utang pemerintah Belanda yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab Inggris.
3. Massa Pemerintahan Raffles
Sejak tahun 1806 Inggris berusaha melemahkan kekuasaaan Belanda si Nusantara. Usaha itu memuncak pada tahun 1810 dan serangan yang menentukan terjadi pada tahun 1811, sejak saat itu Nusantara secara resmi dikuasai EIC (EAST India Company) sebuah organisai dagang Inggris di India Timur. Latar belakang pendudukan Inggris adalah (a) Kontinental Stelsel yang diterapkan oleh Napoleon di Eropa (1806) dengan memblokade perdagangan Inggris di Eropa daratan. Inggris yang tumbuh menjadi Negara industry besar membutuhkan daerah pasaran yang luas, oleh karena itu, India dan Nusantara akan dijadikan tempat pemasaran barang-barang industry Inggris. (b) Nusantara yang praktis dikuasai Prancis (Belanda-Prancis) merupakan bahaya laten bagi kekuasaan Inggris di Asia.
Kapitulasi Tuntang ditandatagani pada tanggal 18-9-1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, 11-9-1811, raj muda Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai wakili gubernur di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi dan Kalimantan Selatan). Hal ini berarti bahwa Gubernur Jendral tetap berpusat di Calcuta, India. Secara politik, Jawa bergantung kepada kebijakan Inggris di India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Nusantara.
Kebijakan Pemerintahan Thomas Stanford Raffles
1. Bidang Birokrasi Pemerintah
Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem yang bebas dari unsur paksaan seperti yang diterapkan oleh VOC dan Daendels. Tindakannya diantaranya :
a. Pulau Jawa di bagi 16 Keresidenan. Setiap keresidenan dibagi menjadi beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa.
b. Mengubah sistem pemerintah yang semuala dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi system pemerintah colonial yang bercorak Barat. Sistem pemerintahan feodel oleh Raffles dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat. Akan tetapi pada prakteknya system itu sulit dihilangkan.
c. Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh secara turun temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah colonial yang langsung di bawah pemerintah pusat.
2. Bidang Ekonomi dan Keuangan
a. Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
b. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sitem penyerahan wajib yang sudah diterapkan sejak zaman VOC. Kedua peraturan tersebut dianggap terlalu berat sehingga mengurangi daya beli rakyat.
c. Menetapkan system sewa tanah (landrent). Sistem sewa tanah ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah colonial adalah pemilik tanah dan para petani dianggap sebagai penyewa tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani diwajibkan membayar pajak atas pemakaian tanahb pemerintah.
d. Pemungutan pajak pada awalnya secara perorangan. Namun karena petugas tidak cukup akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu kepala desa tanpa melalui bupati.
e. Mengadakan monopoli garam dan minuman keras.
Pelaksanaan system sewa tanah yang diperkenankan Raffles mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut :
a) Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotivasi mereka agar bekerja lebih giat sehinga kesejahteraannya menjadi lebih baik.
b) Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga dapat membeli barang-barang industri Inggris.
c) Pemerintah colonial memiliki pemasukan Negara secara tetap dan cukup terjamin.
d) Memberikan kepastian hokum atas tanah yang dimiliki petani.
e) Secara bertahap untuk mengubah system ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Sistem sewa tanah dalam pelaksanaannya telah menimbulkan perubaha-perubahan penting sebagai berikut:
• Unsur paksaan diganti dengan unsur kebebasan dan suka rela
• Ikatan yang bercorak tradisional diubah menjadi hubungan perjanjian atau kontak
• Ikatan adat istiadat yang sudah berjalan turun temurun menjadi semakin longgar karena pengaruh budaya barat.
Dalam melaksankan system sewa tanah dan system pertanian bebas, Raffles menghadapi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh :
 Keuangan Negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya terbatas.
 Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat India yang sudah mengenal perdagangan ekspor. Masyarakat Jawa pada abad ke 19 masih bertani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan belum banyak mengenal perdagangan.
 Sistem ekonomi desa pada waktu itu belum memungkinkan diterapkannya ekonomi uang.
 Belum adanya pengukuran tanah milik penduduk secara tepat. Kepemilikan tanah pada umumnya didasarkan pada warisan adat setempat. Oleh kareba itu, pemungutan pajak tanah mengalami kesulitan.
 Adanya pejabat yang bertindak sewenang-wenang dalam korp.
 Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap.
Uasaha Raffles untuk menjalankan sistem sewa tanah pada akhirnya mengalami kegagalan.
3. Bidang Hukum
Sistem peradilan yang ditetapkan Raffles lebih baik dari pada yang dilaksanakan oleh Daendels. Apabila Daendels berorientasi kepada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi kepada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan hokum yang ada pada masa itu adalah :
 Court of Justice, terdapat pada setiap residen
 Court of Request, terdapat pada setiap divisi
 Police of Magistrate
Menurut Raffles, peradilan harus tunggal dan mendapat pengayoman dari pemerintah. Dengan demikian, pengadilan yang selama ini dilaksanakan oleh para bupati ditiadakan karena akan menimbulkan dualism dalam hukum.
4. Bidang Sosial
a. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
b. Penghapusan perbudakan. Walaupunpada kenyataannya Ia melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Dengan mengirim kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temanya yang kekurangan tenaga kerja. Sementara Raffles menetapkan pajak yang tinggi bagi pemilikan budak.
c. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.
5. Bidang Ilmu Pengetahuan
a. Ditulisnya buku berjudul History of Java (1817).
b. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (residen jogjakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan sebuah buku berjudul History of the East Indan Archipelago yang diterbitkan tahun 1820.
c. Mendukung perkumpulan Bataviaach Genootschap, sebuah perkum[ulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
d. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
e. Dirintisnya Kebun Raya Bogor
Berakhirnya Kekuasaan Thomas Stamford Raffles
Berakhirnya pemerintahan Raffles ditandai dengan adanya Convention of London Tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani di London oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris, yang isinya:
• Nusantara dikembalikan kepada Belanda
• Jajahan Belanda, seperti Sailan, Kaap Koloni dan Guyana, tetap ditangan Inggris.
• Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
4. Masa Culturstelsel
Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti system tanaman. Lebih tepat lagi apabila diterjemahkan menjadi system of government controlled agricultures, karena pengertian dari cultuur stelsel sebenarnya adalah kewajiban kepada rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku di jual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuur stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanamn dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya bisa dikenakan hukuman fisik yang berat. Jenis-jeniss tanaman yang diwajibkan ditanam oleh pemerintah kolonial adalah tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica, kopi, cat dan lak. Penanaman tanaman tersebut menjadikan Nusantara sebagai produsen tanaman ekspor.
5. Masa Politik Ekonomi Liberal Kolonial Sejak Tahun 1870 (Politik Pintu Terbuka)
Latar Belakang
Politik ekonomi liberal kolonial dilatar belakangi oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Kerajaan Belanda.
2) Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
3) Kemenangan partai liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal dinegara jajahannya (salah satunya di Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar parapengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
4) Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapka system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan antara lain sebagai berikut :
1) Reglement op het belied der Regering in Nederlandsch-Indie (RR) 1854, berisi tentang tata cara pemerintahan di Indonesia. Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan kaum liberal-borjuis terus berkembang.
2) Indische Comptabiliteit Wet (1867) berisi tentang perbendaharaan Negara Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh parlemen Belanda (peraturan tentang perbendaharaan negara Hindia Belanda).
3) Suiker Wet, undang-undang gula yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak swasta.
4) Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria 1870)
Merupakan Undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960. Menteri jajahan Belanda yang berjasa menciptakan Agrarische Wet tersebut adalah de Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah sebagai berikut:
a. Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.
b. Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat tidak bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
c. Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.
d. Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75 Tahun.
5) Agrarische Besluit (1870)
Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen dan mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agraria, Agrarische Besluit ditetapkan oleh Raja Belanda dan mengatur hal-hal yang lebih rinci, seperti hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Agraria Tahun 1870, Indonesia memasuki zaman baru. Sebelum tahun 1870 dijajah dengan model imperialisme kuno (dengan tujuan 3G), setelah 1870 di Indonesia diterapkan Imperialisme modern (masalah ekonomi terutama untuk mendapatkan bahan baku dan penyebaran hasil Industri). Sejak tahun itu di Indonesia diterapkan opendeur politiek yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat antara lain:
1) Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa.
2) Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
3) Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4) Menjadi tempat penanaman modal asing
Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain masuk ke Indonesia seperti dari Inggris, Amerika, Belgia dan Jepang. Modal-modal asing tersebut tertanam pada sector-sektor pertanian dan pertambangan antara lain karet, the, kopi, tembakau, tebu, timah, minyak dan batu bara. Akibatnya perkebunan-perkebunan dibagun secara luas dan meningkat pesat. Misalnya perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat. Semula tembakau telah ditanam di daerah Yogja dan Surakarta, sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai ke daerah Besuki (Jawa Timur) dan kerah luar pulau Jawa yaitu Deli (Sumatera Timur). Selain itu, setelah tahun 1870 dibuka pula pertambangan-pertambangan, salah satunya adalah pertambangan batu bara di Sawahlunto.
Pembukaan uasaha pekebunan dan pertambangan swasta di luar Pulau Jawa, khususnya di Sumatera Timur dan Sawahlunto menemui masalah kekurangan tenaga kerja. Pemerintah banyak mendatangkan pekerja darai Jawa. Khususnya di Sumatera timur kedatangan pekerja dilakukan secara kontrak sehingga disebut kuli kontrak. Berbeda dengan pekerja yang didatangkan ke Sawahlunto berasal dari orang-orang yang melakukan kesalahan, kemudian terkena hukuman (dipenjara), oleh karena itu disebut orang rantai.
Penerapan system ekonomi Liberal di Indonesia pada tahun 1870, hamper bersamaan waktunya dengan pembukaan Terusan Suez pada Tahun 1869. Pembukaan itu turut memperlancar hubungan perdagangan Asia-Eropa. Guna menunjang perkebunan dan pertambangan swasta di tanah jajahan(Nusantara), pemerintah colonial melakukan impor mesin-mesin dan perlengkapan modern lainnya sehingga produksi meningkat. Disampin itu juga diproduksi barang-barang jadi untuk keperluan sehari-hari dari industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda. Misalnya impor nahan-bahan tekstil yang mengakibatkan matinya usaha-usaha tenun khususnya di Pulau Jawa dan di Sumatera.
Sejak saat itu perdagangan internasional semakin ramai di Nusantara. Kesempatan-kesempatan ekonomi yang baru terbuka itu pada umumnya tidak dimanfaatkan oleh penduduk pribumi sendiri khususnya di pulau Jawa, akan tetapi kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk timur asing, khususnya Cina. Sebagai pendatang, gologan ini tidak begitu terikat oleh tradisi-tradisi yang dianut penduduk pribumu sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik dalam menjalankan fungsinya sebagai pedagang perantara. Pada umumnya penduduk pribumi bersikap pasif terhadap meluasnya ekonomi uang. Mereka hanya berusaha memperoleh sekadar tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.
Akibat Sistem Politik Ekonomi Liberal
Pelaksanan politik liberal membawa akibat sebagai berikut :
1) Bagi Belanda
a. Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda.
b. Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.
c. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
2) Bagi Rakyat Indonesia
a. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk, penduduk hidup dalam kemiskinan.
b. Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk khususnya Pulau Jawa meningkat cukup pesat.
c. Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah saing dengan banyaknya barang-barang impor dari Eropa.
d. Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan kereta api.
e. Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi (kerja paksa) dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar